Jakarta - Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menilai falsafah demokrasi di Indonesia semakin bergeser jauh dari nilai-nilai hikmat kebijaksanaan dalam konteks yang ideal.

"Permusyawaran digantikan voting, dan sistem perwakilan digantikan oleh pemilihan secara langsung. Dampaknya, representasi kekuatan modal menjadi ukuran bagi layak tidaknya seseorang dicalonkan," kata Megawati dalam sambutan yang dibacakan Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo di Pekan Konstitusi, UUD 1945, Amandemen dan Masa Depan Bangsa, di Kantor International Conference of Islamic Scholars (ICIS), Jakarta, Senin (30/1).

Menurut Mega, anomali ini terus berlangsung bukan dalam wajah demokrasi yang membawa kemakmuran rakyat, melainkan demokrasi yang menampilkan kuatnya pengaruh uang di dalam setiap rekrutmen jabatan publik.

Di sisi lain, rakyat sebagai pemegang kedaulatan hanya menjadi objek semata. Bahkan rakyat semakin terpinggirkan dalam potret kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan.

Persoalan lain, lanjut Mega, yang menggelisahkan rakyat adalah kecederungan negara yang melakukan pembiaran atas berbagai tindak kekerasan. Kekerasan kian merebak dengan intensitas dan eskalasi yang semakin meluas. Hal itu menggambarkan betapa sulitnya untuk mendapat rasa aman.

"Kita melihat rakyat berhadapan dengan rakyat, rakyat berhadapan dengan penegak hukum, dan rakyat berhadapan dengan penguasa dan para pihak yang hanya mencari keuntungan. Tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama pun semakin sering terjadi dan dengan mudah mereka mengatakan "selamat tinggal kebhinnekaan Indonesia," pungkas mantan Presiden RI ke-5 ini.

BACA JUGA: