JAKARTA, GRESNEWS.COM - Saat ini masyarakat masih ramai membicarakan aksi demo Bela Islam yang terjadi beberapa waktu lalu. Aksi yang menuntut agar petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Poernama atau Ahok untuk ditahan karena dianggap melakukan penistaan terhadap Islam tersebut memang menarik perhatian. Selain karena banyaknya massa yang berpartisipasi baik pada demo pada 4 November (411) maupun demo 2 Desember 2016 (212), tindakan kepolisian dalam mengamankan jalannya demo juga menuai pujian. Tetapi, di balik itu semua, negara harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk melakukan penanganan aksi damai tersebut.

Kepolisian menyatakan bahwa untuk mengamankan jalannya aksi 411 dan 212, negara mengeluarkan uang sebesar Rp76 miliar. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Salah satu anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid menanyakan biaya yang dikeluarkan kepolisian dalam melakukan pengamanan aksi demo yang terjadi.

Sebab dana pengamanan tersebut berasal dari APBN yang berarti uang tersebut sejatinya adalah uang rakyat. Sehingga sudah sepantasnya apabila rakyat mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan negara saat terjadi aksi kemarin.

"Setiap personel pasti diberi fasilitas, nah itu berapa biayanya," ujar Jazilul di Gedung DPR, Senin, (5/12).

Apalagi dalam sebulan terakhir ini, banyak sekali terjadi aksi demo yang tentunya harus diberi pengawalan oleh kepolisian. Terhitung ada sekitar tujuh aksi dalam sebulan terakhir dan yang terbesar adalah aksi demo 411 dan 212 beberapa waktu lalu. "Publik harus mengetahui berapa rata-rata jumlah dana yang dikeluarkan oleh polisi saat demo sebesar kemarin," ungkapnya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Tito menyatakan Kepolisian mengeluarkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit saat mengamankan jalannya aksi 411 dan 212. Total uang yang dikeluarkan kepolisian mencapai Rp76 miliar. Dalam aksi 411 polisi harus merogoh kocek sebesar Rp33 miliar sedangkan untuk aksi super damai 212 mencapai Rp43 miliar.

Jumlah uang yang tidak sedikit jumlahnya tersebut, menurutnya, dikeluarkan karena melibatkan pasukan besar. Kepolisian sendiri telah menyiagakan anggota Brimob dari beberapa daerah di Indonesia untuk melakukan pengamanan aksi yang terpusat di Jakarta tersebut.

"Total kekuatan pasukan polisi pada saat 4 November adalah 20 ribu pasukan," ujar Tito di gedung DPR, Senin, (5/12).

Sedangkan untuk jumlah personel polisi yang menjaga aksi super damai pada 2 Desember, Kepolisian mengerahkan pasukan sebanyak 27 ribu personel. Sekitar 6 ribu pasukan disiagakan untuk menjaga kompleks gedung DPR RI dari usaha pengalihan massa ke gedung DPR yang diidentifikasi sebagai aksi upaya makar.

PERSIAPAN AKSI - Nominal sebesar itu juga tidak hanya digunakan pada saat aksi berlangsung, Tito menyampaikan bahwa dana sebesar itu digunakan untuk persiapan sebelum aksi berlangsung dan juga untuk mengantisipasi pasca aksi diadakan. Persiapan sebelum aksi dilakukan seminggu sebelumnya sedangkan pasca aksi, kepolisian tetap menyiagakan anggotanya sampai dengan 7 hari setelah aksi selesai.

"Kami minta tambahan dana ke Menteri Keuangan, Alhamdulilah disetujui Rp90 miliar," ujar Tito.

Penjelasan dari Tito tersebut dibenarkan oleh pengamat militer Muradi. Ia menyampaikan bahwa nominal Rp76 miliar yang dipergunakan kepolisian dalam rangka mengamankan dua aksi 411 dan 212 adalah masuk akal. Menurutnya, dalam sebuah operasi pengamanan demonstrasi dengan massa yang cukup banyak tersebut, dana yang keluar lebih banyak digunakan polisi untuk pengkondisian keadaan.

Pengkondisian keadaan itulah yang mempunyai bujet paling besar dan tidak dapat diprediksi. Yang dimaksudkan dengan pengkondisian di sini ialah segala upaya serta usaha kepolisian dalam meredam aksi agar tidak menjurus kepada hal hal yang bersifat anarkis atau mengancam. Biasanya, pengkondisian dilakukan melalui lobi-lobi kepada para pemimpin aksi maupun tokoh berpengaruh lainnya, sehingga pengkondisian terjadi sebelum hari berlangsungnya demo.

"Jadi yang mahal itu bukan di lapangan, tapi pengkondisian di balik layar," ujar Muradi kepada gresnews.com, Senin, (5/12).

Ia melanjutkan, biaya pengamanan di lapangan saja terbilang cukup murah. Jika dihitung-hitung, menurut perkiraannya, ongkos pengamanan di lapangan dalam dua aksi tersebut tidak akan mencapai Rp10 miliar. Selain itu, dalam operasi pengamanan, sudah lumrah apabila kepolisian menyiapkan beberapa strategi pencegahan. Walaupun terlihat tidak dibutuhkan, seperti yang terjadi dalam aksi 212 yang terbilang damai. Akan tetapi diperlukan penyiagaan pasukan cadangan ataupun penjagaan di beberapa objek vital. Hal ini dimaksudkan apabila terjadi hal-hal yang di luar kendali bisa dengan cepat ditangani.

"Lebih baik mengeluarkan biaya besar untuk penyiagaan daripada lebih merugi karena adanya kerusuhan," ujar Muradi.

Tidak berhenti sampai di situ, kepolisian juga tetap harus mengeluarkan sumber daya serta anggaran pasca demo. Walaupun di mata publik aksi 212 telah selesai beberapa saat setelah salat Jumat, akan tetapi kerja kepolisian dalam menangani aksi tersebut baru akan selesai 3 sampai dengan 10 hari pasca aksi. Kepolisian masih harus terus melakukan pengumpulan informasi dan penyiagaan pasukan untuk bersiap-siap kalau aksi tersebut akan merembet atau berlanjut.

Selain itu juga Muradi menyampaikan, pengkondisian dalam bentuk lobi-lobi dengan para petinggi masih terus dilakukan. Sampai aparat benar-benar yakin bahwa aksi tersebut tidak akan berbuntut panjang. Setelah itu, barulah polisi bisa mengendurkan penyiagaan dan memulangkan personel baik yang berjaga di lapangan maupun personel cadangan dari kepolisian ataupun unsur lain seperti TNI maupun Satpol PP.

"Hal-hal seperti itulah yang menghabiskan biaya yang sangat besar dan tentunya tidak bisa diprediksi," pungkas Muradi.

BACA JUGA: