JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan ada indikasi upaya makar dalam rencana unjuk rasa 2 Desember mendatang. Sehingga ia pun memperingatkan akan melakukan tindakan tegas jika demo benar benar mengarah ke tindakan inkonstitusional itu.


Namun  pernyataan Kapolri itu justru tak didukung Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, selaku instansi sejawat dan satu koordinasi dalam urusan keamanan. Ryamizad justru mengaku tak melihat dan mendengar adanya upaya makar dalam rencana aksi tersebut.     

Terjadinya perbedaan pendapat antara Kapolri Tito Karnavian dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dalam menyikapi Demo 212 justru menimbulkan pertanyaan publik. Bagaimana sesungguhnya koordinasi antar lembaga keamanan tersebut.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi IX DPR TB.Hasanudin yang juga mantan Mayor Jenderal TNI menyatakan dirinya lebih mempercayai Kapolri. Sebab Kepolisian dianggapnya lebih signifikan dalam mengikuti perkembangan di lapangan, sehingga lebih banyak mengetahui kejadian atau pun ancaman yang terjadi.

"Saya kira mereka head to head di lapangan dan mengikuti perkembangan tiap harinya," ujar TB. Hasanuddin di gedung DPR, Kamis, (24/11).

Kepolisian juga menurutnya lebih banyak tahu dibandingkan dengan aparat lainnya. Sebab selain mereka di lapangan, kepolisian juga dibantu aparat intelijen yang menyebar di daerah sehingga laporan yang diterimanya lebih akurat.

Menanggapi pihak-pihak yang menyebutkan bahwa pernyataan Kapolri terkait keberadaan isu makar telah menimbulkan kegaduhan, ia justru menyatakan ada kalanya sesuatu harus diungkapkan apalagi soal usaha makar, agar masyarakat tidak ikut-ikutan dalam upaya upaya terselubung.

"Seperti jika ada indikasi tsunami, kan harus diungkapkan supaya waspada," ujarnya.

Ia mengimbau kepada masyarakat agar memegang pernyataan yang disampaikan Kapolri. Menurutnya, kehebohan hanya terjadi di dunia Maya seperti di grup WhatsApp dan media sosial lainnya. Kehebohan yang terjadi saat ini adalah hal yang biasa. "Lebih baik heboh dan dapat meningkatkan kewaspadaan daripada dilibas," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard menepis pernyataan Kapolri Tito bahwa ada usaha makar pihak-pihak tertentu pada rencana demo mendatang. Ia mengaku sejauh ini tidak mendapat laporan intelijen apa pun terkait ancaman adanya makar dalam aksi 2 Desember mendatang. Ia bahkan mengingatkan agar seluruh pihak tak asal melempar isu ke publik, sehingga akan menjadi fitnah.

Anggota Komisi I DPR Syarifudin Hasan juga mengaku belum mendapat info sama sekali terkait adanya upaya makar dalam demo mendatang. Ia juga menyatakan bahwa demo atau menyampaikan pendapat telah dijamin dalam UU sehingga tidak ada masalah. Terpenting  demo harus dilakukan secara tertib dan damai serta tidak mengganggu masyarakat.

Lebih lanjut ia menyatakan, apabila benar ada usaha makar, maka harus ditindak secara tegas. Sebab makar adalah perbuatan yang melanggar UU serta bukan budaya bangsa Indonesia. Perbuatan itu tentunya akan dilakukan orang-orang sadis dengan tujuan menjatuhkan pemerintah dan ingin menghancurkan demokrasi yang telah dibangun.

"Kalau mau jadi presiden ya ikutlah pemilu dengan benar," tegasnya.

Menanggapi perbedaan pendapat antara Menhan dan Kapolri, ia menyatakan bahwa informasi adanya upaya makar tidak perlu dilebih-lebihkan. Sebab bisa mengakibatkan masyarakat tidak tenang dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Melihat demo yang terjadi pada tanggal 4 yang lalu, menurutnya rakyat telah membuktikan bahwa dapat melakukan demo secara tertib.

"Yang menjadi soal saat ini ialah kenapa demo itu terjadi," ujarnya.

Ia juga tidak mengetahui kenapa Kapolri melarang demo mendatang, menurutnya, sudah sangat jelas bahwa demo dilindungi UU. Oleh karena itu, Kepolisian seharusnya mencari tahu kenapa ada demo susulan, sehingga akar permasalahan bisa selesai dengan cepat tanpa menimbulkan kegaduhan.

PERSPEKTIF MAKAR - Sementara Pengamat Militer Muradi berpendapat bahwa makar dapat dilihat dalam berbagai perspektif, termasuk dalam konteks penegakan hukum. Tindak pidana makar masuk ke dalam rumpun kejahatan terhadap keamanan Negara. Karena itu Secara konsep, makar yang dikenal oleh umum adalah makar yang ditujukan ke dalam negeri yang dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu makar terhadap keselamatan Presiden dan Wakil Presiden, terhadap wilayah Negara, dan terhadap pemerintahan. Ketiga perbuatan ini diatur dalam Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, KUHP.

Oleh Karena itu, ancaman makar dalam konteks penegakan hukum dan keamanan dalam negeri bukan pada jumlah, tapi pada niat dan tujuan yang akan dicapai. Sehingga jika kemudian Kapolri menyatakan ada ancaman makar pada 25 November 2016 dan atau 2 Desember 2016. Maka rujukannya bukan pada berapa jumlah massa yang akan turun ke jalan, tapi unsur niat dan tujuan yang membuat rencana unjuk rasa tersebut masuk dalam kategori makar.

"Polri yang memang memiliki kewenangan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat," ujar Muradi kepada gresnews.com, Kamis, (24/11).

Lebih lanjut lagi ia menjelaskan Makar dalam konteks penegakan hukum adalah penggantian pemerintahan dengan cara yang tidak sah dan tidak berdasarkan saluran yang ditetapkan dalam undang-undang. Oleh Karena itu, tindak pidana makar baru dapat dikenakan apabila memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 87 KUHP. Pasal 87 KUHP menegaskan bahwa tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar.

Kapolri dalam pernyataannya juga memperingatkan semua pihak bahwa unjuk rasa  2 Desember mendatang memiliki potensi makar. Sebab ada indikasi bahwa aksi unjuk rasa tersebut mengarah pada tindakan makar, yang mengancam pimpinan negara dan tindakan yang inkonstitusional dengan sejumlah isu yang digulirkan.

"Saya rasa langkah Kapolri sudah benar memberikan warning agar tidak ada upaya yang berpotensi merusak ke-Indonesiaan," tuturnya.

BACA JUGA: