JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kericuhan antara pengemudi taksi konvensional dan pengemudi transportasi berbasis online di sejumlah titik Jakarta hari ini ditenggarai karena ketidaktegasan pemerintah menjalankan regulasi. Yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang mengatur tentang prosedur operasional kendaraan angkutan umum.

Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) Cecep Handoko mengatakan aksi ribuan sopir taksi konvensional, bajaj, dan angkutan umum hari ini merupakan sebuah reaksi dari ketidaktegasan pemerintah dalam menjalankan regulasi. Dalam aksi para pengemudi angkutan umum beberapa waktu lalu, para pengemudi taksi telah meminta pemerintah menertibkan armada taksi berbasis online yang tak memiliki izin sebagai armada angkutan umum seperti GrabCar dan Uber Taxi.

"Ternyata aspirasi kami kemarin tidak diindahkan, padahal kami hanya meminta agar pemerintah tertib dan tegas dalam menjalankan regulasi yang mereka buat sendiri. Jadi jangan salahkan kami yang melakukan aksi hari ini," kata Cecep Handoko kepada gresnews.com di Jakarta Pusat, Selasa (22/3).

Adapun aksi yang berbuntut anarkis di beberapa tempat hari ini, lanjut Cecep, diluar kontrol. Ia pun menegaskan sudah mengimbau kepada seluruh supir taksi untuk menyampaikan aspirasi dengan cara damai. Jika di lapangan telah terjadi aksi yang mengarah anarkis, hal itu dilakukan karena terprovokasi dengan situasi di lapangan.

"Karena ini menyangkut emosi personal para supir yang sudah lama tidak mendapatkan keadilan oleh pemerintah akibat adanya armada illegal seperti GrabCar dan Uber Taxi. Bayangkan, penghasilan supir angkutan konvensional itu menurun drastis akibat transportasi online yang illegal itu. Dan parahnya, pemerintah membiarkan itu terjadi," paparnya.

Ia pun kembali menegaskan tidak bermaksud melakukan aksi anarkis sebagaimana opini yang berkembang di media saat ini. Aksi yang dilakukan oleh sejumlah supir dengan melakukan sweeping armada taksi konvensional yang masih mengangkut penumpang di jalan raya itu dilakukan untuk menggalang solidaritas sesama supir taksi yang lainnya. Ia pun meminta maaf kepada masyarakat pengguna armada angkutan umum dan masyarakat Jakarta yang telah terganggu akibat aksi demonstransi yang dilakukan oleh lebih dari 5000 pengemudi angkutan darat konvensional di Jakarta hari ini.

"Sekali lagi musuh kami itu bukan supir Grab Car, Uber Taxi, ojek online, kami juga tidak memusuhi pemerintah. Tapi perlu digaris bawahi bahwa kejadian hari ini adalah buntut dari kesengajaan pemerintah yang tidak tegas dalam menjalankan regulasi yang mereka buat terkait transportasi masal. Oleh karena itu kami meminta pemerintah untuk tegas mentertibkan armada berbasis online itu," tegasnya.

MENKOMINFO TETAP TIDAK BLOKIR APLIKASI – Sementara itu, pertemuan antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) berujung buntu. Menteri Kominfo Rudiantara tetap bersikeras untuk tidak menutup sementara aplikasi online milik GrabCar dan Uber Taxi sebagaimana yang diinginkan oleh para demonstran.

"Kalau untuk menutup aplikasi tersebut saya tidak bisa. Karena persoalannya bukan di situ," kata Rudiantara saat melakukan pertemuan dengan perwakilan PPAD di Kantor Kominfo, Jakarta Pusat.

Ketidaksiapan pemerintah untuk menutup sementara aplikasi berbasis online milik GrabCar dan Uber Taxi sampai ada payung hukum yang jelas itu pun diamini oleh Humas PPAD Soeharto. Menurut Soeharto, Menkominfo tetap mengaktifkan aplikasi online milik transportasi online yang menjadi alat penghubung dengan penumpang mereka.

"Karena pak menteri tetap bersikukuh tidak menutup aplikasi online itu kami turun keluar (walkout),” kata Humas PPAD Soeharto kepada awak media.

Ia pun menyesalkan sikap Menkominfo yang tidak mendengar aspirasi para supir taksi yang selama ini mengais rejeki sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Menurutnya, sikap Menkominfo yang tidak sejalan untuk mentertibkan alat transportasi illegal itu salah satu bukti bahwa pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat sendiri.

"Ini aneh, kami memberikan saran agar pemerintah menghentikan sementara sampai perusahaan angkutan umum berbasis online itu memenuhi prosedur hukum yang berlaku sesuai UU LLAJ malah tidak digubris. Kan ini menjadi tanda tanya besar bagi kami," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, 16 Maret lalu, usai melakukan pertemuan dengan Dishub DKI Jakarta dan perwakilan Grab Car, serta Uber Taxi, Menkominfo Rudiantara menyatakan tidak memiliki wewenang untuk menutup aplikasi online milik GrabCar dan Uber Taxi. Ia mengaku, polemik yang terjadi antara supir angkutan umum konvensional dan transportasi online bukan disebabkan karena aplikasi online yang saat ini tengah marak digunakan oleh masyarakat Jakarta.

"Kami tidak bisa memblokir karena masyarakat juga banyak yang mengambil manfaat dari transportasi berbasis online ini," kata Rudiantara kepada awak media, Selasa (16/3) lalu.

Ia menegaskan, Kemenkominfo akan membantu pihak-pihak terkait seperti Uber Taxi dan Grab Car untuk melengkapi perizinan yang harus diselesaikan dalam waktu secepat mungkin. Ia pun mengaku sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait guna memuluskan perizinan bagi dua perusahaan transportasi berbasis online itu. Untuk memuluskan perizinan dua perusahaan transportasi online tersebut, lanjut Rudiantara, pihaknya sudah meminta Kementerian Koperasi dan UMKM untuk membantu memuluskan payung hukum perusahaan transportasi berbasis online tersebut.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah sepakat untuk mendukung prosedural perizinan perusahaan layanan jasa angkutan umum itu dengan menggunakan badan hukum koperasi. Fokus pemerintah saat ini membantu agar perusahaan-perusahaan jasa transportasi online ini melengkapi seluruh prosedur perizinan yang berlaku.

BACA JUGA: