JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah berlarut-larut tak ada kejelasan sikap, Kementerian Perhubungan akhirnya melarang angkutan roda empat berbasis aplikasi beroperasi di Indonesia. Kemenhub mengirimkan surat pemblokiran aplikasi khusus angkutan transportasi seperti Uber Taxi dan GrabCar kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pemblokiran tersebut dilakukan karena kehadiran kedua transportasi tersebut telah melanggar ketentuan dan perundang-perundangan mengenai angkutan jalan.

Sebagaimana diketahui, hari ini terjadi demo besar-besaran dilakukan oleh kumpulan Paguyuban Angkutan Darat (PPAD) yang menyatakan keberatan akan hadirnya transportasi berbasis aplikasi atau online. Sebab angkutan umum atau taksi berbasis online tidak mengikuti aturan yang berlaku lantaran tidak melewati uji kelaikan kendaraan dan membayar pajak.

Kepala Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan JA Barata mengungkapkan bahwa Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah menyampaikan surat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang permohonan pemblokiran aplikasi angkutan untuk Uber Taxi dan GrabCar. Menurutnya kedua transportasi tersebut selama beroperasi tidak memenuhi ketentuan dan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.

Dia menceritakan polemik keberadaan transportasi berbasis online tersebut sudah berlangsung lama. Pada awalnya, sopir-sopir taksi konvensional sudah melakukan demo sebanyak tiga kali, sopir-sopir tersebut juga sebelumnya sudah mendatangi Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir aplikasi tersebut. Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyanggupi untuk memblokir aplikasi tersebut, asalkan instansi terkait yaitu Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa hal tersebut melanggar ketentuan hukum.

MELANGGAR ATURAN - Dia menjelaskan perusahaan angkutan termasuk taksi harus memiliki badan hukum. Artinya mempunyai nama dan alamat sebagai subjek hukum. Kemudian, perusahaan taksi harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk membayar pajak.

Syarat lainnya, perusahaan taksi juga dalam beroperasi harus memenuhi kelaikan jalan yaitu kendaraan harus diuji melalui mekanisme pengujian kendaraan bermotor (KIR), selama enam bulan sekali. Kendaraan taksi juga diharuskan menggunakan pelat kuning yang menandakan bahwa kendaraan tersebut merupakan ciri sebagai angkutan umum. Lalu, perusahaan taksi juga harus mengasuransikan penumpangnya ke asuransi Jasa Raharja.

Sementara taksi berbasis online seperti Uber Taxi dan GrabCar tak menjalankan semua aturan diatas. Pasalnya taksi online ini sebagian besar milik para pengusaha rentalan bukan perusahaan angkutan. "Ya akhirnya kami buat (surat permohonan pemblokiran), ya memang jelas-jelas melanggar hukum (Uber Taxi dan GrabCar)," kata Barata kepada gresnews.com, Jakarta, Senin (14/3).

Barata mengaku petugas Kementerian Perhubungan kesulitan untuk mendeteksi keberadaan GrabCar dan Uber Taxi. Penyebabnya taksi online ini menggunakan kendaraan pribadi sebagai armada angkutan. Disatu sisi, pemilik dari kedua perusahaan tersebut juga tidak ada upaya untuk mengurus izin agar diakui sebagai transportasi umum.

"Masalah upaya, upaya apa ? pemiliknya merasa dia bukan perusahaan transportasi," kata Barata.

Sementara itu, Kepala Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu mengatakan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara belum membaca surat yang dilayangkan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan karena saat ini Rudiantara masih rapat dengan DPR sampai sore ini. Dia menjelaskan untuk mekanisme tata kelola pemblokiran, biasanya akan dibahas terlebih dahulu oleh tim panel. Kemudian, tim panel akan memberikan rekomendasi kepada Rudiantara.

Dia menambahkan jika dalam pengajuan rekomendasi tersebut berisikan pemblokiran aplikasi tersebut. Maka Kementerian Komunikasi dan Informatika akan mengajukan surat kepada penyedia jasa internet bahwa akun aplikasi tersebut harus diblokir.

"Kasus ini kita belum terima disposisi dari Pak Menteri, belum turun (disposisi)" kata Ismail kepada gresnews.com.

PENDAPATAN TURUN DRASTIS - Maraknya angkutan umum berbasis online ini membuat para pengusaha taksi resah. Lantaran tak mengurus berbagai perizinan tentu saja mereka dapat menawarkan biaya angkut lebih rendah dari taksi konvensional.

Sopir taksi konvensional dari perusahaan taksi swasta Sarwono mengatakan keberadaan Uber Taxi dan GrabCar sangat terasa dampak negatifnya bagi taksi-taksi konvensional karena penerapan tarif (argo) Uber Taxi dan GrabCar jauh lebih murah daripada taksi-taksi pada umumnya. Dia menilai kedua taksi berbasis aplikasi tersebut telah melakukan pelanggaran, dimana kedua taksi-taksi tersebut tidak pernah membayar KIR, tidak membayar NPWP dan tidak membayar surat izin usaha.

Dia mengaku mengalami penurunan penumpang yang menikmati jasa taksi konvensional dengan keberadaan transportasi berbasis aplikasi tersebut karena masyarakat lebih memilih transportasi yang murah. Misalnya, jarak Depok ke Bandara Soekarno Hatta. Jika penumpang menggunakan taksi konvensional akan dikenakan biaya sebesar Rp250 ribu sampai Rp300 ribu. Sedangkan menggunakan GrabCar atau Uber Taxi, penumpang hanya dikenakan tarif sebesar Rp150 ribu sampai Rp180 ribu.

"Kan tarif dari Uber Taxi sama GrabCar mengganggu bisnis taksi-taksi. Kan yang menjaring penumpang harusnya plat kuning," kata Sarwono kepada gresnews.com.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI Epriyadi menganjurkan kepada pemilik transportasi umum berbasis aplikasi untuk mendaftarkan perusahaannya kepada Kementerian Hukum dan HAM, agar diregistrasi sebagai badan hukum. Sebab jika tidak berbadan hukum, baik masyarakat atau pemerintah akan kesulitan untuk meminta pertanggung jawabannya jika dalam pengoperasiannya menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurutnya kedua transportasi umum berbasis aplikasi tidak memenuhi UU Angkutan Transportasi Jalan. Kendati demikian, dia menilai saat ini transportasi umum beroda empat baik taksi maupun bis juga belum memadai dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat pun beralih kepada pelayanan jasa transportasi berbasis aplikasi tersebut.

"Harusnya inisiator GrabCar harus memenuhi persyaratan untuk membentuk Perseroan Terbatas (PT). Semua orang bisa saja mengaku dari GrabCar atau Uber Car. Jadi perlu ada penanggung jawab," kata Epriyadi kepada gresnews.com.

BACA JUGA: