JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pada Desember tahun ini, pemerintah akan menggelar hajatan demokrasi besar-besaran, yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 269 daerah. Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 itu akan menjadi momentum pengujian sportivitas para calon dan partai politik pendukung yang bertarung.

Sejumlah regulasi untuk menciptakan pemilihan kepala daerah yang berlangsung jujur dan adil juga telah disiapkan. Termasuk UU Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota serta Wakil Walikota yang akan menjadi ujung tombak pelaksanaan pilkada serentak itu.

Hanya saja, dalam ketentuan undang-undang tersebut, terdapat aturan baru tentang alokasi dana kampanye para kandidat yang dibiayai oleh Anggaran Pemerintah Daerah. Disebutkan dalam Pasal 65 Ayat (1) dan diperkuat dengan Ayat (2) bahwa anggaran kampanye para kandidat yang bertarung pada pilkada serentak ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Beleid itu sempat menuai protes dari sejumlah pihak, diantaranya oleh Nu’man Fauzi dan Achiyanur Firmansyah. Kedua warga negara itu beberapa waktu lalu sempat mengajukan gugatan uji materi Pasal 65 UU Nomor 8 Tahun 2015 itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam gugatannya, para pemohon merasa keberatan dengan adanya beleid tersebut. Keduanya menilai bahwa kampanye merupakan salah satu kegiatan untuk kepentingan para calon yang bertarung dalam pilkada. Selain itu, para pemohon juga mengkhawatirkan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kampanye di daerah-daerah diambil dari anggaran pos-pos strategis lainnya.

Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Doddy Ryadmadji, mengakui anggaran yang akan dikeluarkan oleh pemerintah untuk pilkada serentak di 269 daerah itu memang jauh lebih besar dari pilkada tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di masing-masing daerah secara sendiri-sendiri. Hanya saja, Doddy tidak tahu persis total jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pilkada di 269 daerah itu.

Namun, sejauh ini, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, baik dengan pemerintah daerah maupun KPU selaku penyelenggara. Ketika disinggung mengenai kesiapan anggaran pada pilkada serentak, Dody pun mengakui seluruh daerah yang akan menggelar pelaksanaan Pilkada 9 Desember nanti sudah berkomitmen dengan melakukan penandatanganan Naskah Hibah Perjanjian Daerah (NHPD) untuk mengalokasikan anggaran pilkada.   

"Sudah ada pedoman anggaran dari kita kepada daerah untuk menganggarkan dari tahun-tahun sebelumnya untuk pelaksanaan pilkada. Jadi sudah siap semua," Kata Doddy melalui sambungan seluler kepada gresnews.com, Minggu (11/10).

Menurut Doddy, alokasi dana untuk penyelenggaraan pilkada, termasuk untuk kampanye para kandidat yang akan bertarung, diperoleh dari anggaran khusus yang telah dianggarkan dari tahun-tahun sebelumnya. "Tidak ada istilah anggaran untuk pilkada nanti diambil dari pos-pos strategis lainnya. Kan kami sudah memberikan surat edaran dari tahun-tahun sebelumnya," ujarnya menegaskan.

Ditambahkannya, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Dana Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota telah mengatur secara detail tentang pengelolaan, pengawasan, serta teknis pembuatan laporan untuk para penyelenggara pemilu terkait dengan pengalokasian dana daerah.  

CIPTAKAN PILKADA SPORTIF - ­ Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan, alokasi dana kampanye untuk pasangan calon yang bersumber dari APBD memiliki tujuan positif, yaitu menghilangkan dominasi dari para calon yang berasal dari incumbent atau petahana. Karena biasanya, menurut Titi, para incumbent memiliki peluang untuk memanfaatkan posisinya dalam melakukan dominasi pada pertarungan pemilihan calon kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

"Saya kira tinggal bagaimana kita menjaga tujuan positif itu agar berjalan dengan tujuan pilkada sesungguhnya (pertarungan yang sportif)," kata Titi kepada gresnews.com, Jumat (10/10).

Ia menambahkan, alokasi dana kampanye untuk para kandidat dilakukan untuk menghindari celah atau peluang para kandidat yang memenangkan pertarungan pemilihan kepala daerah, pada akhirnya terjerembab dalam tindak kejahatan korupsi.

Menurutnya, terdapat sekitar 300 kepala daerah yang saat ini terlibat dalam kasus korupsi.  Hal itu diduga saat mencalonkan diri menjadi kepala daerah, mereka telah menghabiskan banyak uang, sehingga saat menjabat mereka pun melakukan korupsi untuk mengembalikan modal pemilihannya. Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 65 tentang alokasi dana kampanye dari anggaran daerah diharapkan, siapa pun yang berhasil menjadi pasangan calon terpilih tidak terbebani dengan masalah finansial pada saat melakukan kampanye.

"Karena biasanya korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah itu karena terikat dengan masalah itu (pendanaan saat pencalonan), untuk mengembalikan biaya kampanye,” jelasnya.

Ia pun meyakini anggaran yang dialokasikan oleh daerah untuk pelaksanaan pilkada tersebut sangat efektif serta memiliki semangat sportivitas dalam pertarungan politik. Dana yang dialokasikan untuk kampanye para calon itu diberikan untuk kegiatan yang bersifat penyampaian atau sosialisasi visi-misi pasangan calon yang diatur oleh KPUD selaku penanggung jawab penyelenggara daerah. Seperti halnya debat terbuka atau debat publik pasangan calon, iklan di media cetak dan elektronik, pemasangan alat peraga, serta penyebaran bahan kampanye.

"Jadi tidak semua juga kan yang ditanggung dari APBD. Kampanye melalui rapat terbatas, ketemu atau tatap muka dengan calon konstituen itu kan tidak menggunakan APBD kan," katanya.

Dengan demikian, Titi menilai, beleid yang mengatur alokasi dana kampanye dari anggaran daerah yang dilakukan oleh KPU selaku penyelenggara, dan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), serta nantinya akan diaudit oleh lembaga audit profesional, akan dapat menciptakan pertarungan yang berimbang dan sehat bagi para calon kandidat.

Ia berharap dengan adanya kebijakan atau peraturan pengalokasian anggaran untuk kampanye tersebut dapat diikuti dengan sportivitas seluruh kandidat calon yang bertarung pada pilkada serentak Desember mendatang. "Norma yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 ini sebenarnya memiliki tujuan positif, tinggal penerapan dalam penyelenggaraannya saja yang harus kita kontrol," jelasnya. (Rifki Arsilan)

BACA JUGA: