JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang akan digelar mulai 9 Desember mendatang dibayangi-bayangi penundaan bagi sejumlah daerah. Pasalnya, sejumlah dana yang dianggarkan untuk kegiatan pesta demokrasi itu belum seluruhnya tersedia.

Seperti halnya untuk dana pengamanan, hingga saat ini baru tersedia kurang dari separuhnya. Padahal pengamanan dinilai penting menyusul rawannya potensi konflik dalam pilkada.  Kondisi yang sama juga dialami Komisi Pemilihan Umum (KPU),  alokasi dana Pilkada dalam APBN 2015 hanya ada setengahnya.   

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti awal pekan lalu mengungkapkan bahwa anggaran untuk pengamanan pilkada yang sebagian didanai dari dana APBD masih kurang Rp 564 miliar. Menurutnya, dana pengamanan tersebut belum seluruhnya cair dari pemerintah daerah. Badrodin mengungkapkan bahwa pihaknya mengajukan dana pengamanan untuk pilkada sebesar Rp 1,127 triliun. "Namun anggaran yang disetujui baru Rp 563 miliar," katanya saat Rapat Konsultasi Gabungan di DPR kemarin.

Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan UU Pilkada, biaya penyelenggaraan pilkada serentak, termasuk pengamanan, ditanggung APBD dan dapat dibantu oleh APBN. Saat ini pihaknya tengah mengupayakan pencairan dana tersebut melalui koordinasi dengan  kepala daerah . "Saat ini kapolres dan kapolda tengah berkoordinasi dengan kepala daerah membicarakan kesiapan dana tersebut," tambahnya.

Badrodin mengungkapkan bahwa untuk pengamanan pilkada ini, pihaknya akan menerjunkan 135.263 personel. Sementara Mabes Polri juga akan menerjunkan 3929 personel untuk melakukan back up.

OPSI PENUNDAAN - Kekurangan dana pengamanan ini sempat memicu opsi  untuk melakukan penundaan pilkada di sejumlah daerah. Kapolri menyatakan jalan terbaiknya jika dana pengaman tidak cair pilkada harus ditunda untuk sejumlah daerah yang memang belum ada anggarannya. Alasannya, penyelenggaraan pilkada merupakan kegiatan yang rawan gangguan keamanan. Bahkan lebih rawan dari pemilihan umum atau pemilihan presiden.    

Opsi tersebut juga diamini Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin yang memilih lebih baik dilakukan penundaan jika anggaran tak cair. Menurutnya, hingga kemarin baru ada tiga provinsi yang anggarannya sudah cair 100 persen, yaitu Gorontalo, Bali dan Jambi.  Sementara daerah-daerah seperti Bengkulu, Lampung dan Jawa Tengah masih ada kekurangan. Bengkulu masih kurang Rp 13 miliar, Lampung kurang Rp 18 miliar dan Jateng juga masih kurang Rp 11 miliar.

Sementara kondisi yang sama juga dialami KPU. Anggaran untuk penyelenggarakan Pilkada Serentak 2015 baru dinyatakan cair sebesar 50 persen. Menurut Ketua KPU Husni Kamil Manik, anggaran yang telah disetujui untuk  penyelenggaraan sebesar Rp 5,5 triliun. "Namun sampai dengan 18 Juni lalu anggaran yang telah cair sekitar 50 persennya lebih," ujar Husni saat pemaparan kesiapan di depan DPR.

Meski demikian Husni menilai masing-masing daerah telah memiliki anggaran yang cukup untuk menyelenggarakan tahapan pilkada pada  9 Desember 2015 mendatang. Sehingga pilkada tetap bisa dilaksanakan tanpa ada penundaan.  

TOLAK PENUNDAAN - Opsi penundaan Pilkada Serentak itu juga ditentang oleh KPU Daerah. Alasannya penundaan pilkada hanya akan menimbulkan ketidakpastian dan menambah beban anggaran pilkada.

Komisioner KPU Provinsi Sumatera Utara Evi Novida Ginting di sela-sela rapat Kerja dengan antara KPU Pusat dan KPU Daerah, di Kantor KPU menyatakan KPU Daerah telah siap menyelenggarakan  pilkada. Sehingga tidak perlu dilakukan penundaan.  

Sumatera Utara yang akan menyelenggarakan pilkada untuk 23 kabupaten itu, telah menjalani tahapan pilkada. Kesiapan itu, berupa pembentukan regulasi dan kesiapan anggaran. Untuk itu Evi meminta KPU Daerah diberikan keleluasaan untuk bekerja dengan setenang mungkin tanpa ada lagi hembusan isu penundaan pilkada.   

Pernyataan yang sama juga disampaikan Komisioner KPU Provinsi Bengkulu, Zainan Saiman. Menurutnya, tak ada alasan kuat pilkada serentak harus ditunda. Menurutnya, KPK Daerah telah siap menyelenggarakan pilkada. Penundaan, menurutnya, hanya akan merugikan para calon dan partai pengusung yang mana mereka sebenarnya telah siap berkompetisi.

Pernyataan itu juga didukung oleh Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Menurutnya, banyak KPU Daerah yang meminta agar pelaksanaan pilkada serentak tidak ditunda. Ia sendiri berpendapat pilkada serentak tak perlu ditunda. Penundaan hanya akan membuat biaya pilkada membengkak. Ia mencontohkan jika terjadi penundaan beberapa bulan maka akan ada penambahan honorarium petugas dari anggaran sebelumnya ditambah masa penundaan.  

PETA PELANGGARAAN - Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan telah memetakan modus-modus pelanggaran yang bakal terjadi dalam penyelenggaraan pilkada. Menurut Ketua Bawaslu Muhammad, modus-modus pelanggaran itu biasanya terkait dengan abuse of power karena pilkada melibatkan elite lokal. Juga kemungkinan adanya mobilisasi PNS.

Serta penyalahgunaan dana APBD dan dana bantuan sosial terutama pilkada yang melibatkan petahana.  "Ada potensi penyalahgunaan fasilitas negara dari kelompok petahana," jelas Muhammad.

Selain juga adanya politik uang yang dinilai memiliki potensi tinggi dalam penyelenggaraan pilkada serentak. Apalagi pilkada digelar dalam satu putaran. (dtc)

BACA JUGA: