JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masalah anggaran Pemilihan kepala Daerah (Pilkada) serentak 2015 yang belum terpenuhi seluruhnya, menjadi pembahasan serius Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dengan Kepolisian RI, Kamis (2/7) kemarin. Bahkan muncul opsi untuk menunda sebagian pilkada menyusul terbatasnya anggaran pengamanan yang tersedia dalam APBN 2015.  Dari kebutuhan pengamanan senilai Rp 1 triliun, saat ini baru tersedia Rp 300 miliar.

Anggota Komisi III Bambang Soesatyo mengungkapkan bahwa bulan Desember mendatang adalah masa sangat rawan dari sisi keamanan di Indonesia. Menurut analisa Bambang, pada periode tersebut merupakan titik puncak dari krisis ekonomi yang melanda dunia maupun di Indonesia. Melemahnya ekonomi akan menjadi faktor penyebab tingginya potensi keributan di masyarakat pasca Pilkada. "Apakah Polri sudah siap untuk melakukan pergeseran pasukan dengan dana yang minim seperti itu," ujar politisi Partai Golkar ini, kemarin.

Menurut Bambang Pilkada lebih rentan lagi terjadi gesekan masa, karena adanya mobilisasi massa dari para kandidat kepala daerah dan diiringi kekecewaan-kekecewaan dari kelompok yang kalah. Berbeda dengan penyelenggaraan Pileg yang sifat kompetisinya hanya orang perorang. Untuk itu melihat minimnya dana pengamanan, Bambang menyarankan agar Pilkada tersebut diundur satu bulan saja ke tahun 2016, agar anggaran tersebut bisa masuk ke APBN 2016.

Kegundahan Bambang Soesatyo muncul karena kurangnya anggaran yang mencapai Rp 700 miliar tersebut, tidak bisa serta merta diambil dari dana APBN 2015 maupun APBNP 2015, pasalnya dana pengamanan Polri ini memang tidak masuk ke dalam anggaran.

Sementara dana cadangan pemerintah diluar APBN juga tidak mencukupi. "Memang pemerintah punya cadangan di rekening 99, tapi itu pun sudah mau habis tinggal setengah triliun saja yang tersisa," ujarnya.

Seperti diketahui  sebelumnya memang dana pengamanan Polri untuk Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang masih jauh dari kata cukup.  Dukungan anggaran yang telah disetujui oleh pemerintah daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak, baru sebesar Rp 363 miliar.  Sehingga terdapat kekurangan anggaran sebesar Rp 712 miliar, dari jumlah keseluruhan dana pengamanan senilai Rp1,7 triliun.

Menteri Dalam Negeri  Tjahjo Kumolo menjelaskan kekurangan dana pengamanan ini disebabkan adanya  beberapa pemerintah daerah yang tidak menganggarkan dana pengamanan tersebut. Sehingga dana pengamanan pilkada menjadi bermasalah seperti ini.

Mengatasi masalah itu,  sebelumnya Tjahjo mengajukan dua opsi solusi. Apakah anggaran tersebut, diusulkan Mabes Polri kembali ke Menteri Keuangan. "Atau kita serahkan pada pemda setempat, tetapi tidak sebesar yang diajukan," ujar Mendagri di Kompleks Gedung DPR, (25/6) lalu.

RAWAN DI GRASS ROOT - Pendapat senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi III Aboe Bakar Alhabsyi. Menurut Legislator asal Kalimantan Selatan ini, pilkada serentak mendatang akan sangat rawan konflik di tataran grass root. Ini dikarenakan waktu pelaksanaan yang bersamaan dan pelaksanaan pilkada yang satu putaran membuat semua kelompok ingin memenangkannya. Keadaan ini yang akan menimbulkan gesekan di masyarakat, dan kepolisian harus mempersiapkan penanganan secara hukum maupun gejolak sosial yang ditimbulkannya.

"Potensi konflik sangat besar, apalagi potensi konflik di daerah tinggi karena menang atau kalah pun pasti mereka akan lari ke MK. Proses yang sangat besar dan bersamaan inilah yang rentan muncul gesekan. Daerah rawan konflik harus dapat perhatian lebih," ujarnya kepada gresnews.com.

Oleh karena itu Aboe Bakar mengingatkan peran Polri ini harus mendapatkan anggaran  dari APBN. Karena menurutnya Polri tidak boleh mengorbankan anggaran belanja modal yang sudah dianggarkan di APBN.

Namun politisi Partai Keadilan Sejahtera ini juga masih belum bisa memastikan dari mana sumber pos anggarannya. "Pembiayaan dari pusat itu ada dimana postingnya, kalau dari dana cadangan pemerintah di rekening 99 itu tidak cukup. Itu yang perlu dibicarakan juga. Mekanismenya bisa pos lain dikurangi atau dipindahkan untuk penyelenggaraan Pilkada," ujarnya.

Aboe Bakar juga menyetujui agar Pilkada serentak ini ditunda bila anggaran pengamanannya belum mencukupi. "Kalau ditunda tidak ada masalah, kalau ditunda enam bulan pun itu tidak apa-apa," pungkasnya.

Menanggapi tuntutan anggotanya, Ketua Komisi  III DPR Azis Syamsudin membenarkan bila sampai saat ini Polri belum mendapat anggaran secara penuh. Aziz sendiri masih memberikan batas waktu toleransi sebelum mengambil langkah lebih jauh. Dia masih memberikan tenggang waktu agar anggaran tersebut bisa dipenuhi. Karena untuk mengundurkan waktu pilkada bukan hal yang mudah, karena harus mengeluarkan Perpu. Sebab Pilkada serentak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.

"Jadi perlu dibuat tenggang waktu apabila sampai pada saatnya tidak terpenuhi maka harus ada solusi dan jalan keluar karena faktor keamanan dan ketertiban ini hal utama dalam keberlangsungan pesta pilkada serentak. Kalau mengundurkan jadwal membutuhkan Perpu," ujarnya.

Untuk batas waktu pemenuhan anggaran tersebut, Aziz mengingatkan kebutuhan dana untuk pengamanan itu dimulai sejak jauh-jauh hari, yaitu ketika tahapan Pilkada serentak ini mulai tanggal 26 Juli mendatang. "Namanya keamanan itu harus sudah terpenuhi anggaranya sejak awal persiapan, pendaftaran calon , kampanye dan paska pilkada," ujarnya.

DISARANKAN DITUNDA - Menanggapi permasalahan ini Kapolri Jenderal Polisi Drs. Badrodin Haiti mengungkapkan untuk mencari solusi akan ada rapat koordinasi dengan Mendagri. Kapolri juga meminta kepada Mendagri agar bisa berkordinasi dengan pemerintah-pemerintah daerah penyelenggara pilkada.

Menurut Kapolri, soal pemenuhan anggaran sudah mulai ada perkembangan signifikan dari jumlah yang dibutuhkan senilai Rp 700 miliar. "Jumlahnya sudah tidak sebesar itu, sekarang tinggal  Rp 500 miliiar," ujarnya di gedung DPR RI

Kapolri juga menegaskan tidak akan segan-segan mengambil langkah tegas bila kebutuhan dana tersebut tidak terpenuhi. Siap menjalankan pilkada pada daerah-daerah yang sudah terpenuhi anggarannya. Pihaknya merekomendasikan bagi daerah yang belum ada anggarannya, pilkada ditunda saja. Tapi yang sudah ada anggarannya, Polri siap menjalankan. "Tapi ini belum final masih ada upaya-upaya yang akan kita jalankan. Oleh karena itu akan ada rapat yang akan dipimpin oleh Mendagri," pungkasnya.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum Sigit Pamungkas memaparkan bahwa konflik yang terjadi di pilkada bisa  terjadi di setiap tahapan pemilihan dan bisa disebabkan dari perilaku penyelenggara pemilu yang tidak sesuai dengan peraturan, atau perilaku aktor politik yang sedang berkontestasi dalam pemilihan tersebut.  

Apalagi pertarungan di pilkada lebih keras bila dibandingkan pemilihan legislatif. Karena jarak antara pendukung dan elite itu sangat dekat.   "Di setiap tahapan ada potensi konfliknya. Misalnya di tahap pencalonan akan terjadi konflik bila ada calon atau parpol  yang merasa diperlakukan tidak adil. Begitu juga di tahap penyelenggaraan seperti saat kampanye yang riskan terjadi konflik antar pendukung," ujarnya kepada gresnews.com.

Untuk daerah-daerah yang rawan konflik, Sigit menjelaskan,  pemetaannya bisa didasarkan pada sejarah pelaksanaan pemilu sebelumnya di daerah tersebut. misalnya di beberapa daerah di Sumatera Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan NTT. Sigit berharap pilkada serentak berjalan dengan baik,  maka kebutuhan dana untuk pengamanan agar bisa terpenuhi. "Di daerah-daerah  itu ada sejarah konflik yang patut untuk diwaspadai," ujarnya. (Lukman Al Haries)

BACA JUGA: