Komisi III DPR menggelar rapat pembahasan anggaran 2018 dengan beberapa mitra kerja mereka, salah satunya KPK. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani membandingkan anggaran penanganan perkara KPK dengan Kejaksaan termasuk anggaran operasi tangkap tangan yang jadi andalan KPK.

Awalnya, Sekjen KPK Raden Bimo Gunung Abdul Kadir menjelaskan soal pagu anggaran yang diusulkan KPK untuk tahun anggaran 2018. "Pagu 2018 sama persis dengan pagu indikatif KPK. Pagu anggaran KPK untuk tahun 2018 Rp 790,170 miliar," kata Bimo dalam rapat yang dilangsungkan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Bimo lalu memaparkan perincian peruntukan anggaran sebesar itu. Intinya, anggaran itu diperuntukkan buat penanganan korupsi yang lebih maksimal.

Arsul lalu mendapat kesempatan memberi catatan dan masukan terhadap anggaran KPK itu. Arsul memerinci alokasi dana KPK untuk mengusut perkara korupsi.

"Untuk 100 kasus di penyelidikan diajukan Rp 11,08 M. Kemudian untuk penyidikan 95 kasus, dialokasikan Rp 13,451 miliar, dan penuntutan serta eksekusi untuk 95 perkara juga itu Rp 18,825 miliar," sebut Arsul.

"Kalau kita rata-rata, saya anggap 100 kasus, maka biaya penanganan perkara tindak pidana korupsi di KPK mulai dari penyelidikan, penuntutan, sampai eksekusi paling tidak Rp 433 juta per perkara," imbuh dia.

Arsul lantas membandingkan angka yang didapat KPK dengan anggaran kejaksaan untuk penanganan kasus korupsi. Jumlah anggaran KPK, dijelaskan Arsul, jauh lebih besar dibanding kejaksaan.

"Di kejaksaan itu total keseluruhan biaya seluruh Indonesia yang diminta itu Rp 300,388 miliar tapi untuk 2190 perkara, Kejagung dan seluruh kejari di Indonesia. Jadi, kalau tadi KPK per perkara Rp 443 juta, kejaksaan per perkara jatuhnya hanya Rp 137 juta," terang Arsul.

Arsul lalu masuk ke soal OTT yang jadi senjata andalan KPK dalam mengungkap kasus korupsi. Dia menyoroti OTT yang kadang hanya mengamankan dana kurang dari Rp 100 juta. OTT yang diungkap itu, kata dia, tak sebanding dengan biaya penanganan perkara KPK.

"Jangan dianggap nggak setuju sama OTT, lo, sama sekali teman-teman media, kita mendukung OTT. Tapi Anda bayangkan, kalau OTT Rp 10 juta, Rp 40 juta sampai Rp 100 juta, kecuali OTT di Kemenhub Rp 18 M sekian, maka tekor negara," ucap Arsul.

"Rp 443 juta (per penanganan perkara yang dikeluarkan negara). (Negara tidak tekor) kecuali OTT itu dipergunakan untuk mengungkap kasus yang lebih besar. Saya kira harus jadi catatan kita semua," imbuh dia. (dtc/mfb)

BACA JUGA: