JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN, Sukiman ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Eksekusi ini dilakukan setelah perkara yang menjerat Sukiman yakni suap pengurusan dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat telah berkekuatan hukum tetap.

"Rabu (3/02/2021) Jaksa Eksekusi KPK Dormian telah melaksanakan eksekusi pidana badan terhadap terpidana Sukiman dengan memasukkannya ke Lapas Sukamiskin," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulis yang diterima Gresnews.com, Jumat (5/2/2021).

Menurut Ali, Sukiman terbukti bersalah telah menerima suap Rp2,65 miliar dan US$22 ribu dari mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, Natan Pasomba, Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroy, serta dua rekanan Dinas PU Pegunungan Arfak bernama Nicolas Tampang Allo dan Sovian Lati Lipu.

Sukiman bakal menjalani masa hukuman 6 tahun pidana penjara dikurangi masa tahanan berdasarkan Putusan MA Nomor : 4792 K/Pid.Sus/2020 tanggal 23 Desember 2020 Jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 19/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI tanggal 17 Juli 2020 Jo Putusan PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor :121/Pid.Sus/TPK/2019/PN.Jkt.Pst tanggal 8 Mei 2020.

Hakim juga meminta Sukiman agar membayar uang pengganti atas sejumlah uang yang diterimanya. Sukiman dinilai telah terbukti melanggar dakwaan pertama pasal 12 huruf a Undang-undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 66 ayat (1) KUHP.

Sukiman diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,65 miliar dan US$22 ribu selambat-lambatnya sebulan setelah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut Sukiman dengan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut serta dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 3 tahun.

Dalam putusan tersebut hakim juga menghukum pencabutan hak politik selama lima tahun.

Penetapan Sukiman ini merupakan pengembangan yang dilakukan KPK terhadap perkara sebelumnya melalui operasi tangkap tangan (OTT). Dalam perkara sebelum Sukiman, KPK menjerat eks anggota DPR F-Demokrat Amin Santono, Eka Kamaluddin, Yaya Purnomo, dan Ahmad Ghiast.

Natan Pasomba sendiri juga telah divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Natan terbukti bersalah menyuap mantan anggota DPR dari Fraksi PAN, Sukiman.

Hakim menyatakan uang suap yang diberikan Natan kepada Sukiman sebesar sebesar Rp2,6 miliar dan US$ 22 ribu (sekitar Rp 312 juta). Uang tersebut bertujuan agar Sukiman mengupayakan Kabupaten Pegunungan Arfak mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, APBN Perubahan 2017, dan APBN 2018.

Selain Sukiman, pada hari yang sama, Jaksa Eksekutor KPK juga mengeksekusi mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro ke Lapas Sukamiskin.

Berdasarkan putusan MA Nomor 431/K.Pid.Sus/2021 tanggal 27 Januari 2021, Djoko bakal menjalani hukuman 5 tahun pidana dikurangi masa tahanan lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di PJT II tahun 2017.

"Terpidana akan menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan dan kewajiban membayar denda sejumlah Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Ali.

Perkara ini bermula pada 2016 atau setelah Djoko diangkat sebagai Dirut Perum Jasa Tirta II. Saat itu, Djoko diduga memerintahkan relokasi anggaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.

Anggaran tersebut terdiri dari perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3.820.000.000. Selain itu Djoko juga mengubah anggaran perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan menjadi senilai Rp5.730.000.000.

Perubahan anggaran ini diduga dilakukan Djoko tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

Dalam proyek pengadaan jasa konsultasi itu, Djoko justru mengarahkan pihak-pihak tertentu untuk menjalankan program, termasuk menyusun revisi rencana kerja triwulan tanpa didasari usulan berjenjang. (G-2)

BACA JUGA: