JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah berulangkali didesak agar kepolisian tegas menindak pelaku pembakaran lahan yang berdampak pada bencana kabut asap, terutama terhadap perusahaan-perusahaan pemegang izin konsensi lahan dan membiarkan lahannya terbakar, polisi akhirnya mengumumkan pelimpahan berkas terhadap lima perusahaan yang diduga sengaja melakukan pembakaran lahan untuk kegiatan perkebunan mereka.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan pihaknya telah melakukan proses penegakan hukum baik terhadap pelaku perorangan maupun korporasi. Bahkan proses penegakan hukum itu sudah sampai proses pemberkasan dan telah diserahkan ke kejaksaan. "Kemarin (untuk korporasi) sudah ada lima yang diserahkan ke kejaksaan," jelas Kapolri kepada wartawan di Pondok Pesantren Baitul Arqom di Kecamatan Balung, Jember, Sabtu (10/10).

Menurut Kapolri, proses penegakan hukum itu dilakukan terhadap kasus pembakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan yang berdampak timbulnya kabut asap. Dari proses itu, ada lima perusahaan yang berkasnya layak diajukan ke kejaksaan.

Namun ia enggan menyebutkan nama lima perusahaan yang berkasnya telah dilimpahkan ke kejaksaan itu. Dia hanya menyebut, lima perusahaan itu dijerat Undang–Undang Kelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurutnya, penanganan yang dilakukan terhadap pelaku pembakaran itu, terkait dengan pelanggaran pidana. Sementara terkait pelanggaran administrasi, dengan sanksi izinnya dicabut, atau di-blacklist, atau malah mungkin tanahnya diambil pemerintah, itu menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan dan lingkungan hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sendiri menyebut saat ini tengah memproses pemeriksaan terhadap 18 perusahaan di bidang kehutanan dan telah menyegel 26 lokasi. Sementara 30 perusahaan lainnya dalam proses pengawasan.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani mengatakan dibanding tahun sebelumnya, pada tahun ini pemerintah lebih keras menerapkan tindakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan dan hutan. Mulai penerapan sanksi administratif hingga pembekuan izin perusahaan.

Pihak Kementerian juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian terkait sosialisasi terhadap masyarakat dalam membuka lahan tanpa membakar.  "Ini secara bertahap. Siapa pun yang bersalah, di mata kami akan ditindak tegas," sebutnya.

Diakuinya kondisi kebakaran hutan tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Pasalnya, faktor El Nino yang membuat potensi siklus panas dan kebakaran bisa terjadi lebih lama.

Menurutnya, kabut asap sebagian ditimbulkan karena aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan dengan membakar. Itu dilakukan masyarakat maupun korporasi. Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebut usaha pemerintah sudah maksimal untuk mengatasi bencana yang sudah terjadi dalam 18 tahun terakhir.

Pemerintah melakukan berbagai upaya dengan mendorong penegakan hukum secara tegas dan konsekuen. Pemerintah sudah mengantisipasi sejak November lalu namun kabut asap terus muncul. Makanya, ia mengharapkan masyarakat bisa mengubah perilakunya. Harus dipahami kebakaran ini membuat kerugian sosial sampai ekonomi di masyarakat.

SANKSI MASIH MINIM - Namun Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi menilai penerapan sanksi bagi perusahaan yang terlibat  pembakaran hutan masih minim sehingga belum menimbulkan efek jera. Zenzi menyebut dari 200 perusahaan yang dilaporkan, hanya 10 persen yang diproses hukum dan yang kena sanksi hanya 0,01 persen.

Hal itu berbeda dengan sanksi yang diterapkan di daerah Aceh. Di daerah ini perusahaan yang melakukan perusakan hutan dikenakan  sanksi mencapai Rp 300 miliar dan  izinnya dicabut pemda. Sementara di Riau, vonis yang diberikan kepada perusahaan tidak mencapai 5 persen.

Bahkan ia menyebut untuk bencana kabut asap yang terjadi tahun ini lebih tepat disebut sebagai  kejahatan terencana dan terkoordinasi dibandingkan bencana nasional.

"Karena ini kejadian alternatif, kejadian yang tak biasa terjadi," ujar Zenzi dalam Talkshow di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (10/10).

Menurutnya. sejak era 1990-an, pembakaran hutan adalah salah satu prosedur untuk membuka lahan baru agar lebih subur. Persoalan dan perilaku ini yang belum bisa diubah dan menjadi kebiasaan rutin.
Namun kasus kebakaran ini meningkat selama 5 tahun terakhir atau sejak 2010. Masalah ini harus diatasi dengan tindakan tegas dari pemerintah agar tak menjadi bencana asap setiap tahun.

Pemerintah daerah juga harus menerapkan kebijakan yang pro dengan upaya pencegahan pembakaran hutan. Sejauh ini, Zenzi menyebut ada dugaan korelasi kebijakan politik pemerintah daerah dengan penerbitan izin pembukaan lahan yang berpotensi memunculkan kebakaran hutan. Korelasi ini semakin terlihat pasca Pemilu 2009.

"Memang kami menemukan korelasi pelaksanaan kebijakan politik. Pasca Pemilu 2009, setelah itu ada sekitar 14,7 hektare penerbitan lahan yang dibuka untuk sawit, tambang, industri, HPA," kata Zenzi.

Itu semua, menurutnya, dilakukan karena kepentingan politik. Sebab setelah pemilu, pembukaan lahan cenderung meningkat. Izin lebih mudah diterbitkan, sehingga setahun kemudian pembukaan lahan meningkat signifikan.

Begitu juga pasca Pemilu 2014. Setelah Pemilu selesai, menurut Zenzi, pihaknya menemukan, lahan yang dibuka untuk Sumatera, Kalimantan meningkat drastis. Untuk Riau, Kalimantan per Agustus 2014 itu sudah 1 juta hektare lebih yang dibuka. "Daerah-daerah mestinya menguatkan pembekuan izin. Kalau tidak sulit mengatasi pembakaran ini," sebutnya.

Peningkatan pemberian izin ini juga membuat ekosistem lahan gambut menjadi rusak. Pemerintah pusat dan daerah, menurutnya, harus menciptakan terobosan untuk menghentikan skenario dari pelaku usaha yang hanya mencari keuntungan dari bencana asap ini.

APHI SETUJU ADA PENINDAKAN - Sementara itu Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) juga mendukung upaya pemerintah menindak tegas oknum atau perusahaan yang diduga terlibat pembakaran hutan. Menurut mereka, bencana asap tidak hanya merugikan masyarakat luas, tapi juga kalangan pengusaha.

"Kita rugi juga ini. Sumber daya yang jadi komoditas usaha kami dibakar. Kami dukung selama itu upaya untuk mencari oknum yang terlibat. Biar tahu mana yang benar dan salah," kata Koordinator Bidang Hukum dan Humas APHI Yuki Wardhana di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (10/10).

Yuki meminta publik tak langsung menilai semua perusahaan terlibat dalam aksi pembakaran hutan. Menurutnya, hal tersebut karena oknum yang mengambil keuntungan dari kerugian masyarakat.

"Ya masak kami membakar barang komoditas usaha kami sendiri? Ya enggak kan," tuturnya.

Untuk mengantisipasi kabut asap, terutama di Sumatera dan Kalimantan itu pihaknya juga mengklaim telah turut berpartisipasi membantu pemadaman. Banyak perusahaan anggota APHI turun tangan memadampak kebakaran api. Bahkan pihaknya untuk pemadaman itu para pengusaha merogoh kocek pribadi antara Rp150 juta-Rp500 juta

"5 kilometer lahan yang di luar lahan kami, kami akan mencoba turun membantu memadamkan," katanya. (dtc)

BACA JUGA: