JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan Hermansyah Hamidi (HH) terkait dengan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Selatan pada 2016-2017.

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan kasus tersebut adalah pengembangan dari perkara sebelumnya yang menyangkut terpidana korupsi Bupati Lampung Selatan periode 2016-2021 Zainudin Hasan.

"Perkara ini diawali dengan kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 27 Juli 2018. Dari kegiatan tangkap tangan ini KPK menetapkan empat orang tersangka yaitu sebagai pemberi suap adalah GR dari swasta, CV 9 Naga," kata Fikri melalui rilis yang diterima Gresnews.com, Jumat (25/9/2020).

Diduga sebagai penerima suap adalah Zainudin Hasan; ABN (Agus Bhakti Nugroho), Anggota DPRD Provinsi Lampung; dan AA (Anjar Asmara), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan.

Saat ini seluruh tersangka tersebut telah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Tanjung Karang Bandar Lampung dan perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan vonis hukuman antara 2 tahun 3 bulan sampai dengan 12 tahun penjara.

Fikri menjelaskan, setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang dalam proses penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Konstruksi perkara tersangka HH selaku Kepala Dinas PUPR Kab Lampung Selatan tahun 2016-2017 bersama-sama dengan terpidana Zainuddin Hasan selaku Bupati Lampung Selatan periode 2016/2021 diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.

Pertama, tersangka HH menjabat sebagai Kadis PU Lampung Selatan pada tahun 2013/2014, Plt Kadis PU Lampung Selatan pada April 2016/Januari 2017, Kadis PU Lampung Selatan pada Januari 2017/September 2017 dilanjutkan pada bulan Agustus 2018 sampai Januari 2020, dan sekarang menjabat sebagai Asisten II Sekda Kab Lampung Selatan.

Kedua, dalam pelaksanaan tugas pokok fungsi pada PUPR Kab Lampung Selatan, tersangka HH dan Syahroni mendapatkan perintah dari terpidana Zainudin Hasan Bupati Lampung Selatan periode 2016-2021 untuk melakukan pungutan proyek pada Dinas PUPR Kab Lampung Selatan sebesar 21% dari anggaran proyek.

Selanjutnya, tersangka HH memerintahkan kepada Syahroni untuk mengumpulkan setoran dengan mengatakan diantaranya "Ron Kumpulkan Setoran, Nanti Kalau Ada Perintah Saya, Nanti Serahkan Ke Mas Agus".

Maksudnya adalah tersangka HH meminta kepada Syahroni untuk mengumpulkan setoran yang nanti diserahkan kepada Agus Bhakti Nugroho yang merupakan staf ahli Bupati Lampung Selatan sekaligus sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung Selatan.

Fikri menerangkan Syahroni kemudian menghubungi para rekanan pada Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan, dan meminta setoran dari para rekanan tersebut. Ia pun memploting para rekanan terhadap besaran paket pengadaan di Dinas PUPR Kab Lampung Selatan menyesuaikan dengan besaran dana yang disetorkan.

"Selain juga dibuat suatu tim khusus yang bertugas untuk melakukan upload penawaran para rekanan menyesuaikan dengan ploting yang sudah disusun berdasarkan nilai setoran yang telah diserahkan oleh para rekanan," terangnya.

Dana yang diserahkan oleh rekanan diterima oleh tersangka HH dan Syahroni untuk disetorkan kepada Zainudin Hasan yang diberikan melalui Agus Bhakti Nugroho dengan jumlah seluruhnya Rp72.742.792.145,00 (tujuh puluh dua miliar tujuh ratus empat puluh dua juta tujuh ratus sembilan puluh dua ribu seratus empat puluh lima rupiah) atau sekitar jumlah itu.

"Adapun besaran dana yang diterima lalu dibagikan yang nilainya untuk Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebesar 0,5-0,75%, untuk bupati sebesar 15-17%, dan untuk Kadis PU sebesar 2%," ujarnya.

Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data, kata Fikri, ditemukan bukti permulaan yang cukup yang selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan HH (Hermansyah Hamidi) sebagai tersangka yang diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan tahun 2016 dan 2017.

HH dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, atas perbuatannya tersebut.

Sedangkan penahanan tersangka HH dilakukan penahanan di Rutan Negara Cabang KPK Jl Kuningan Persada Kav 4 Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 24 September 2020 sampai dengan tanggal 13 Oktober 2020.

"Namun sebelumnya dilakukan isolasi mandiri terlebih dahulu di Rutan KPK Kavling C1 dalam rangka pencegahan penyebaran wabah COVID-19," Fikri menandaskan. (G-2)

BACA JUGA: