JAKARTA - Mohammad Hatta memiliki mimpi besar terhadap perekonomian yang dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia melalui koperasi. Bung Hatta--sapaannya--menekankan pentingnya kebersamaan. Orang tidak bersaing untuk saling mematikan tetapi bermitra bersama-sama dalam suatu wadah yakni koperasi.

Sayangnya, koperasi di Indonesia saat ini belum sesuai dengan gagasan Bung Hatta dan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang seharusnya dikembangkan untuk melaksanakan produksi dan distribusi. Saat ini koperasi yang berkembang justru koperasi simpan pinjam.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P. G. Talattov menilai aktivitas koperasi serupa simpan pinjam sangat rentan menjadi modus pencucian uang (money laundering). "Menurut audit atau temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," kata Abra kepada Gresnews.com, Rabu (9/6/2020).

Menurut Abra, masyarakat banyak yang sudah tidak percaya lagi dengan koperasi lantaran banyaknya praktik menyimpang.

"Koperasi bodong atau abal-abal inilah yang memang rentan dijadikan alat. Tempat untuk pencucian uang. Karena mereka kan transaksinya, dan kegiatan bisnisnya nggak jelas. Apakah mereka perdagangan atau simpan pinjam," tuturnya.

Ia menjelaskan aliran uang panas bisa masuk ke koperasi untuk "dibersihkan". Baik uang dari hasil korupsi maupun dari penjualan narkoba, ketika masuk ke koperasi sebagai sumber pendanaan simpan pinjam.

Namun, ia yakin koperasi di Indonesia masih memiliki harapan. Supaya koperasi bisa diselamatkan dan tidak disalahgunakan untuk menjadi medium pencucian uang maka harus ada pengawasan yang optimal dari otoritas utama Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi.

"Jadi koperasi-koperasi yang memang dianggap sudah tidak jelas aktivitas kegiatan bisnisnya kalau perlu ditutup," ujarnya.

Selain itu, sebenarnya koperasi masih menjadi lembaga yang potensial untuk mendorong ekonomi rakyat karena berbasis gotong royong.

"Tapi dalam hal tata kelolanya harus benar-benar diperbaiki, dikawal oleh otoritas supaya masyarakat percaya. Sehingga koperasi itu betul-betul bisa menyejahterakan anggota-anggotanya," ungkapnya.

Sekarang adalah momentum untuk memperbaiki koperasi dengan konteks ekonomi 4.0. Koperasi bisa berubah arahnya ke depan menuju koperasi berbasis teknologi.

"Jadi koperasi berbasis teknologi ini tadi, pertama bisa menutup celah adanya ruang-ruang gelap, transaksi yang tidak jelas, bisnis tidak jelas. Kemudian juga ada transparansi di situ antara seluruh anggota koperasi dan pengawasan pun harus lebih efisien ketika seluruh Koperasi ini sudah terhubung dengan digital," imbuhnya.

Menurut Abra, desain koperasi ini bisa dibuat seperti financial technology (fintek). Jadi anggota koperasi bisa tahu kondisi riil koperasi dan transaksinya seperti apa. Koperasi juga bisa melakukan ekspansi dan bisa mengajak anggota lebih banyak lagi.

"Tapi kata kuncinya membangun trust atau kepercayaan dengan cara memperbaiki sistem koperasi, pengelolaan koperasi yang lebih modern berbasis teknologi," tandasnya.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menyebutkan pengawasan terhadap koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP), bukan hal yang mudah.

Berdasarkan data Sectoral Risk Assessment yang dihimpun PPATK bersama sejumlah lembaga terkait, setidaknya saat ini terdapat 67.891 Koperasi Simpan Pinjam/Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah/Unit Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.

"Hanya 501 KSP yang sudah teregister dan sudah menyampaikan 297 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan 2.451 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) selama periode 2010 hingga Juni 2020," kata Dian dalam keterangan tertulis yang diterima Gresnews.com, Rabu (10/6/2020).

Menurut Dian, fakta yang meresahkan terdapat sejumlah kasus koperasi yang digunakan sebagai sarana pencucian uang maupun berbagai kejahatan lainnya.

Berbagai perkara terkait dengan Koperasi menelan kerugian hingga triliunan rupiah, seperti perkara yang menjerat Koperasi Langit Biru yang menelan dana nasabah hingga Rp6 triliun, Koperasi Pandawa dengan kerugian Rp3 triliun, hingga Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebesar Rp3,2 triliun. "Lebih jauh terungkap juga koperasi yang digunakan sebagai sarana kejahatan narkotika," terang dia.

PPATK juga menyediakan platform goAML (Anti Money Laundering System), sebuah sistem berbasis website yang mempermudah proses pelaporan koperasi kepada PPATK tanpa perlu lagi melakukan proses instalasi.

"Harapannya, integritas koperasi dapat dijaga dari praktik-praktik kejahatan sekaligus meningkatkan level kredibilitas dan profesionalitasnya seperti harapan para bendiri bangsa," kata Dian.

Dian mengatakan koperasi merupakan bagian penting dari rezim pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).

Ketentuan dalam UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain mengatur koperasi, khususnya yang melakukan kegiatan simpan pinjam sebagai pihak pelapor.

Karena itulah, peran Kementerian Koperasi dan UKM sebagai lembaga pengawas dan pengatur koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam menjadi sangat strategis.

Menteri Koperasi dan UKM juga merupakan bagian dari anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki turut menyebut permasalahan koperasi, terutama KSP, sudah menjadi masalah serius.

Ada berbagai contoh KSP yang melakukan praktik kejahatan yang merugikan orang banyak. Muaranya adalah rusaknya integritas koperasi yang sepatutnya berfungsi sebagai soko guru perekonomian nasional.

"Kami sudah melakukan upaya moratorium pembukaan KSP baru dan perluasan cabang KSP yang sudah ada. Sistem pengawasan juga sedang kami kembangkan, agar model pengawasan koperasi dapat menyerupai yang diterapkan di perbankan," kata Teten. (G-2)

BACA JUGA: