JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi menilai seluruh pasal dalam  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga Mahkamah menyatakan menghapuskan semua pasal dalam UU tersebut. Sebagai gantinya Mahkamah menunjuk pemberlakuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian hingga undang-undang baru tentang Perkoperasian terbentuk.

UU Perkoperasian tersebut, dinilai Mahkamah telah menghilangkan entitas pelaku ekonomi khas bangsa Indonesia, diantaranya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, yakni ´Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional´.

"Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, dan Pemohon VIII,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dalam sidang pengucapan putusan uji materi perkara nomor 28/PUU-XI/2013, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (28/5).

Sebelumnya sejumlah pihak seperti Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Provinsi Jawa Timur, sebagai Pemohon I; Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur, sebagai Pemohon II; Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), sebagai Pemohon III; Pusat Koperasi An-nisa’ Jawa Timur, sebagai Pemohon IV; Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur, sebagai Pemohon V; Gabungan Koperasi Susu Indonesia, sebagai Pemohon VI; Agung Haryono (Anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia Universitas Negeri Malang), sebagai Pemohon VII; dan Mulyono (pensiun pegawai Telkom di Bojonegoro), sebagai Pemohon VIII meminta dilakukannya uji materi atas sejumlah pasal dalam UU No 17 Tahun 2012 tentang UU Perkoperasian.

Pemohon meminta MK menguji Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal, 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 UU Perkoperasian terhadap UUD 1945. Mereka menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan norma Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (4), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

Belakangan Mahkamah berpendapat, ketentuan pembatasan jenis kegiatan usaha koperasi hanya pada empat jenis telah memasung kreativitas koperasi untuk menentukan sendiri jenis kegiatan usahanya. Membatasi jenis usaha koperasi dengan menentukan satu jenis usaha koperasi (single purpose cooperative) dinilai bertentangan dengan hakikat koperasi sebagai suatu organisasi kolektif dengan tujuan memenuhi keperluan hidup untuk mencapai kesejahteraan anggota.

Sebaliknya, koperasi sebagai usaha bersama, seharusnya diberi keleluasaan berusaha tanpa membatasi pada satu jenis tertentu, tapi harus tergantung pada kehendak para anggota sesuai kebutuhan yang dihadapi para anggota koperasi. Ketentuan pembatasan itu, menurut Mahkamah, tidak sesuai dengan aspek empirik dari kegiatan usaha koperasi yang telah berjalan.

Sebab, dengan ketentuan pembatasan, koperasi harus menutup kegiatan usaha yang lain dan harus memilih satu jenis saja kegiatan usahanya. Padahal, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan ekonomi, berkembang pula jenis kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomis manusia.

Menurut Mahkamah tidak mungkin mendirikan koperasi hanya dengan satu jenis usaha tertentu, melainkan harus merupakan koperasi serba usaha, baik karena keterbatasan modal, pengurus, anggota, dan jaringan, khusnya bagi koperasi berskala kecil. Pembatasan jenis usaha koperasi dianggap Mahkamah dapat mengancam fleksibilitas usaha dan pengembangan usaha koperasi. Sebaliknya, Mahkamah mencontohkan, banyak koperasi serba usaha (multi purpose cooperative) yang sudah berhasil.

Karena itu, Mahkamah berkesimpulan, filosofi UU Koperasi tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Sebab, salah satu fungsi koperasi adalah merasionalisasi ekonomi dengan memendekkan jalur perekonomian sehingga dapat mensejahterakan anggotanya. Fungsi ini tidak akan dapat tercapai jika ada pembatasan jenis usaha. Dengan demikian dalil para Pemohon beralasan menurut hukum.

Sementara disatu sisi, koperasi menjadi sama dengan perseroan tebatas (PT), yang akibatnya menghilangkan ruh konstitusional koperasi sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong. Seharusnya, kata Mahkamah, apa yang berlaku pada koperasi juga berlaku pada perseroan terbatas (PT). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) tidak membatasi jenis usaha perseroan terbatas sebagimana halnya koperasi.

BACA JUGA: