JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidik Kejaksan Agung mengakui penuntasan kasus dugaan penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3 G PT Indosat Mega Media (IM2) berjalan alot. Hingga kini, penyidik kesulitan menemukan ahli yang sesuai untuk melengkapi berkas perkara.

"Kalau sekarang terkesan lamban, ini semata karena kurang kelengkapan dari keterangan ahli. Jadi bukan sebab lain," kata Kepala Subdirektorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Sarjono Turin, di Jakarta, Kamis (14/5).

Berkas perkara yang dimaksud Turin, adalah berkas atas nama dua korporasi, yakni PT Indosat Tbk, PT Indosat Mega Media (IM2) dan mantan Direksi PT Indosat  yaitu Johnny Swandy Sjam dan Hari Sasongko.

Menurut Turin, pihaknya akan mempercepat pemeriksaan saksi ahli, agar kasus dugaan korupsi, yang diduga merugikan negara sekitar Rp1,3 triliun itu dapat dituntaskan hingga ke pengadilan.

"Optimisme tim sangat tinggi, sebab mereka sudah punya payung hukum. Payung hukum itu putusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2014 yang menyatakan mantan Presdir PT IM2 Indar Atmanto bersalah dan dipidana delapan tahun penjara. Tunggu saja, kita sudah komit untuk menyelesaikan," kata mantan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Sementara itu terkait eksekusi pembayaran uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun yang harus dibayarkan IM2, sampai saat ini eksekusi masih terkendala oleh dua putusan yang saling bertolak belakang. Pertama, MA menyatakan bersalah, sebaliknya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyatakan  Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak berhak mengaudit PT Indosat Tbk.

Namun, Mahkamah Konstitusi dalam putusan terakhir, menyatakan saat putusan sudah tetap, maka harus dieksekusi, kecuali hukuman terpidana mati. "Setelah mendapat keterangan dari ahli, jaksa eksekutor akan melaksanakan putusan MA tersebut," lanjut Turin.

Dalam putusan Mahkamah Agung No. 787 K/PIDSUS/2014 tanggal 10 Juli 2014 atas nama terpidana Indar Atmanto, yang bersangkutan dinyatakan bersalah dengan pidana penjara delapan tahun penjara dan dikenakan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 1,3 triliun. Uang pengganti itu  dibebankan kepada korporasi (PT Indosat dan IM2).

Perkara ini bermula saat Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama tersebut dinyatakan melanggar peraturan perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan PT IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi. Kerja sama selama periode 2006 sampai 2012 tersebut menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah merugikan keuangan negara Rp 1,3 triliun.

Pada 8 Juli 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis kepada Indar hukuman selama 4 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono, juga menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti kepada IM2 sebesar Rp1,3 triliun.

Sementara itu Indar Atmanto terus melawan. Ia resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus yang membelitnya ke MA. Sidang PK telah berlangsung di PN Jakarta Pusat. "Dengan adanya dua putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan ini, tidak ada satu alat bukti pun pada perkara ini yang bisa digunakan untuk membuktikan adanya unsur merugikan keuangan negara," ujar kuasa hukum Indar, Dodi Abdulkadir, dalam siaran persnya.

Menurut Dodi, Indar telah menyampaikan bukti kuat  dan memiliki tiga buah dokumen novum yang akan secara gamblang menjadi bukti bahwa dia tidak melawan hukum maupun memenuhi unsur merugikan negara.

Namun Ketua Forum Advokat untuk Demokrasi dan Keadilan (Fatkadem) Erman Umar mendesak Kejaksaan Agung untuk tetap mengeksekusi uang pengganti kasus IM2 Rp1,3 triliun. Menurutnya, putusan kasasi MA tidak mempengaruhi eksekusi.

BACA JUGA: