JAKARTA, GRESNEWS.COM - Eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara korupsi penggunaan frekuensi 2,1 GHz oleh PT Indosat Mega Media (IM2) yang menghukum mantan Presiden Direktur IM2 Indar Atmanto tak kunjung dilakukan. Salah satu alasannya karena ada dua putusan kasasi yang bertentangan. Namun rupanya Kejaksaan Agung tetap ingin menuntaskannya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R. Widyopramono mengaku telah bertemu dengan Ketua MA Hatta Ali untuk membicarakan eksekusi perkara IM2. "Tadi saya ketemu Ketua MA, saya mempertanyakan itu (perkara IM2-red) kan ada dua putusan, ya kita tunggu sikap berikutnya," kata Widyo di Gedung Bundar, Jumat (27/3).

Dalam kasus IM2, Indar dinyatakan bersalah melalui putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 787K/PID.SUS/2014, tertanggal 10 Juli 2014. Indar divonis 8 tahun penjara, Indosat pun diwajibkan melunasi uang pengganti Rp1,3 triliun. Indar sendiri telah dibui di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Hanya saja Kejagung belakang surut semangatnya untuk mengeksekusi uang pengganti itu. Pasalnya, kemudian muncul putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta) yang menyatakan penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas kerugian yang dialami negara dalam kasus ini dinyatakan tidak sah. Selain itu, ada upaya hukum luar biasa (PK) yang ditempuh Indar Atmanto. Terlebih Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan mendukung langkah PK yang dilakukan Indar.

Karenanya, Kejagung kemudian tak kunjung mengeksekusi uang pengganti kerugian negara itu. Padahal tenggat waktu pelunasan uang pengganti telah lewat. "Jaksa kita bersikap hati-hati, ada upaya hukum lain yang dilakukan, maka kita ke MA (minta fatwa)," kata Widyo.

Ketika disoal mengenai pernyataan Wapres yang mendukung PK Indar karena tidak ditemukan unsur korupsi, Widyo tak mempersoalkannya. "Tidak apa-apa, kita berjalan sebagaimana mestinya," jelas Widyo. ‎Terhadap upaya PK Indar, Kejagung telah menyiapkan kontra memori PK, saksi atau ahli yang pada waktunya nanti diajukan dalam persidangan PK.

Diketahui, Indar Atmanto resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) mengenai kasus yang membelitnya ke MA. Sidang PK telah berlangsung di PN Jakarta Pusat. "Dengan adanya dua putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan ini, tidak ada satu alat bukti pun pada perkara ini yang bisa digunakan untuk membuktikan adanya unsur dapat merugikan keuangan negara," ujar kuasa hukum Indar, Dodi Abdulkadir, dalam siaran persnya, Selasa (24/3).

Selain itu, Indar juga mempersoalkan putusan Mahkamah Agung Tata Usaha Negara (MA TUN) yang membuat unsur secara melawan hukum pelanggaran Pasal 29 maupun Pasal 17 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit yang dijadikan pertimbangan hakim sebelumnya menjadi tidak terpenuhi. Indar menyampaikan bukti kuat untuk memenuhi ketiga alasan itu. Tiga buah dokumen novum ini secara gamblang menjadi bukti bahwa dia tidak melawan hukum maupun maupun memenuhi unsur merugikan negara.

Tiga alasan tersebut, pertama, Hasil Pemeriksaan Lapangan Oleh Balai Monitor Kementerian Komunikasi Dan Informatika yang membuktikan tidak adanya unsur perbuatan melawan hukum, sesuai Pasal 17 PP 53 tahun 2000. Dengan novum ini, Indar ingin membuktikan tidak adanya penggunaan frekuensi 2,1 GHz oleh PT IM2 baik secara bersama-sama maupun tanpa izin.

Kedua, Surat Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang menetapkan penggunaan Kode Akses 814 dan 815 adalah untuk PT Indosat Tbk., bukan untuk PT IM2 yang membuktikan tidak ada unsur perbuatan melawan hukum, sesuai Pasal 17 PP 53 tahun 2000, yang mana dengan novum ini membuktikan pengguna frekuensi 2.1Ghz adalah Indosat, bukan IM2.

Ketiga, keadaan baru yang timbul akibat berkekuatan hukum tetapnya putusan PTUN membuktikan tidak adanya unsur merugikan keuangan negara maupun unsur melawan hukum. Apabila putusan PTUN telah berkekuatan tetap pada saat persidangan maka hasil audit BPKP yang digunakan untuk membuktikan adanya kerugian negara tidak akan dipertimbangkan dalam putusan.

BACA JUGA: