JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung seperti mengendor untuk menjalankan sita eksekusi uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun berdasar putusan Mahkamah Agung atas vonis mantan Presiden Direktur  PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto yang dinyatakan bersalah. Indar divonis hukuman penjara delapan tahun penjara dan membayar uang pengganti yang dibebankan kepada IM2 sebesar Rp1,3 triliun.

Indar saat ini telah dijebloskan ke penjara Lapas Sukamiskin Bandung. Sementara eksekusi uang pengganti tak kunjung dilakukan. Uang pengganti berdasar putusan MA harus dibayar pada 16 November lalu. Hanya saja pihak IM2 enggan membayar dengan alasan mengajukan upaya hukum lain.

Dimasa Jaksa Agung masih dijabat Basrief Arif, Kejaksaan Agung getol ingin menyita aset IM2. Namun sejak Jaksa Agung dijabat HM Prasetyo sikap Kejaksaan Agung mulai melunak. Dan hingga saat ini eksekusi pun makin tak jelas.

"Indosat ini ada perbedaan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sehingga kami tidak mau salah, harus hati-hati," demikian alasan Prasetyo di Kejaksaan Agung ketika disoal eksekusi perkara IM2, Rabu (31/12).

Saat ini tim penyidik menelaah kembali mana dari perhitungan kerugian negara yang lebih sahih. Sebab  perkara Indosat terkait dengan kepentingan masyarakat agar tidak terganggu. Namun Prasetyo memastikan Kejaksaan Agung akan segera mengeksekusinya.

"Tapi yang pasti apapun putusan final yang akan kita eksekusi," jelas Pras.

Menanggapi perkara kontroversi seperti IM2 Pakar hukum pidana Andi Hamzah berharap Kejaksaan Agung berhati-hati. Dia menilai dalam kasus IM2 ada dua putusan MA yang tidak sinkron. Pertama kerjasama Indosat dan anak usahanya diangap merugikan negara berdasarkan perhitungan BPKP. Dalam putusan kasasi No 282K/PID.SUS/2014 memutus Dirut IM2 Indar Amanto dijatuhi hukuman 8 tahun pernjara dan kewajiban membayar uang pengganti Rp1,3 trilin yang dibebankan kepada korporasi.

Tetapi dalam putusan lain dengan No 263K/TUN/2014 menolak kasasi yang diajukan Deputi Kepala BPKP atas putusan PTUN dalam perkara IM2. Dalam putusan PTUN dinyatakan jika BPKP tidak punya kewenangan untuk mengaudit Indosat. Sehingga hasil auditnya tidak bisa dijadikan dasar untuk penghitungan kerugian negara.

Dalam perkara ini, jelas Andi, Kejaksaan Agung telah menafsirkan UU Pemberantasan Korupsi terlalu luas sehingga keluar dari teori hukum pidana. Tak heran jika perdebatan lama kembali muncul apakah tetap menggunakan UU Tipikor atau mengunakan UU lex specialis yakni UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi.

"Itu tugas Jaksa Agung menempatkan kasus ini apakah layak dengan UU Tipikor ataukah UU Telekomunikasi," kata Andi.

Sebelumnya Forum Advokat untuk Keadilan dan Demokrasi (Fatkadem) mendesak Kejaksaan Agung segera mengeksekusi putusan MA dalam IM2. Putusan MA tidak ada kaitannya dengan upaya hukum lain yang diajukan terpidana.

Ketua Fatkadem Erman Umar menilai jika eksekusi atas putusan MA tak kunjung dilakukan akan muncul dugaan jika kasus ini telah diintervensi oleh kepentingan lain. Sebab jika Kejaksaan Agung serius, penyidik bisa melakukan sita eksekusi asetnya.

Erman menegaskan agar Kejaksaan Agung tidak takut mengeksekusi putusan MA dalam perkara Indar Atmanto, untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun.

"Disini kesempatan Jaksa Agung untuk membuktikan kesungguhannya bahwa dia benar-benar menegakan hukum. Apalagi, sudah salinan putusan sudah diterima, 14 Oktober. Berarti, sudah lewat satu bulan untuk dipaksa membayar uang pengganti," jelas Erman.

Tindakan yang dapat dilakukan, adalah sita eksekusi Gedung Indosat, Jalan Medan Merdeka Barat. Selain, itu Jaksa Agung harus melimpahkan berkas tersangka korporasi PT Indosat dan PT IM2 serta mantan Dirut Indosat Jhonny Swandy Sjam dan Hari Sasongko ke pengadilan.

BACA JUGA: