JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kejaksaan Agung menyatakan tetap melakukan eksekusi sita aset terhadap PT Indosat Mega Media (IM2) atas putusan Mahkamah Agung atas nama terpidana mantan Presdir IM2 Indar Atmanto jika tidak mau membayar uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun  dalam kasus korupsi penyelenggaraan 3G antara PT Indosat dan IM2 di frekuensi 2.1 GHz. Namun sejumlah ahli hukum berpendapat jika eksekusi oleh Kejaksaan Agung tersebut tidak bisa dilakukan karena ada dua putusan kasasi yang berbeda.

Seperti disampaikan ahli hukum dari Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting. Dia menyatakan, Kejaksaan Agung tidak bisa serta merta melakukan sita asset PT IM2 dalam perkara ini. "Saat ini terdapat dua putusan kasasi yang bertolak belakang," kata Jamin Ginting di Jakarta, Selasa (17/3).

Dua putusan kasasi yang saling bertentangan di kasus IM2 adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014 yang memutuskan Indar dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun, disertai denda sebesar Rp 300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2. Di sisi lain, terdapat putusan kasasi Mahkamah Agung lain dengan Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang isinya menolak kasasi yang diajukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara perkara IM2 yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan.

Hal ini sejalan dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 28 Januari 2014 yang sebelumnya juga telah menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp1,3 triliun. Dengan putusan itu, putusan MA telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Alat bukti yang digunakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam semua tingkatan sebagai dasar perhitungan unsur kerugian negara tidak memiliki kekuatan hukum lagi dan tidak dapat digunakan.

"Apabila institusinya saja tidak sah untuk menghitung kerugian negara tentu hasilnya tidak memiliki kekuatan hukum. Jadi bila perlu dilakukan perhitungan ulang terhadap dugaan kerugian negara," kata Jamin, saat dihubungi wartawan.

Kejaksaan Agung, menurut Jamin, juga tidak dapat berpegang hanya pada potensi merugikan negara dalam kasus IM2 ini. Sebab prinsip kerugian negara adalah yang telah terjadi sehingga bukan untuk perkiraan ke depan atau potensi. Nah Institusi yang berhak melakukan ada tidaknya perhitungan kerugian negara dalam kasus ini adalah BPK. "Hal ini bisa menjadi bagian dari materi Pengajuan Kembali (PK)," jelasnya.

Sementara Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti  Andi Hamzah  juga mengungkapkan hal senada. Menurut Andi, ada dua putusan kasasi Mahkamah Agung yang saling bertentangan terhadap mantan Dirut IM2, yang bisa menjadi bahan PK.

Menurut dia, PK ini penting agar ada jalan keluar bagi kepastian dunia usaha dan keadilan bagi Indar. Karena Indar divonis atas sesuatu yang tidak didakwakan dan dia tidak memperkaya diri sendiri, tidak dijatuhi uang pengganti, tapi divonis korupsi.

Dua putusan kasasi yang bertolak belakang memang disadari oleh Kejaksaan Agung. Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan akan mengambil langkah hati-hati dalam menyelesaikan kasus PT IM2. "Ada dua badan peradilan yang menganani kasus ini sekarang. Satu, MA sudah menyatakan itu terbukti dan terpidananya sudah masuk penjara. Sementara yang bersangkutan melakukan gugatan ke PTUN," jelas Prasetyo beberapa waktu lalu.

Prasetyo sendiri dalam beberapa kesempatan ketika disoal eksekusi PT IM2 tidak terlalu menanggapi. Mantan Jampidum ini lebih banyak membahas soal hukuman mati terpidana narkotika.

Namun Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono dikonfirmasi menyatakan dirinya telah melakukan pembicaraan dengan banyak pihak untuk melakukan eksekusi putusan MA tersebut. Widyo menegaskan bahwa Kejaksaan Agung akan melakukan eksekusi sesuai putusan MA atas terpidana Indar Atmanto. 

BACA JUGA: