JAKARTA, GRESNEWS.COM - Oknum polisi berinisial P dari Direktorat Narkoba Bareskrim Polri diduga terlibat pemerasan terhadap bandar Narkoba di Bandung, Jawa Barat. Kasus pemerasan polisi tentu mencoreng lembaga penegak hukum ini. Saat ini perwira menengah polisi tersebut dalam pemeriksaan Divisi Propam Mabes Polri.

Bahkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Budi Waseso menegaskan akan memberikan sanksi berat terhadap anak buahnya. "Sekarang di Propam, untuk pidananya saya akan tangani, ancaman pecat bisa terjadi," kata Buwas panggilan akrab Budi Waseso di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (Rabu/6).

Menurut Buwas, oknum polisi pemeras itu berpangkat AKBP.  Mantan Kapolda Gorontalo itu pun mengaku belum mengetahui pasti apakah anggotanya itu melakukan pemerasan atau disuap oleh bandar narkoba itu. Namun, Buwas tak menampik bila terdapat tawar menawar antara polisi itu dengan bandar narkoba yang terlibat transaksi hingga mencapai Rp 3 milyar itu.

"Namanya juga nego-nego di lapangan bisa saja, sampai saat ini kita belum tahu siapa menawarkan, siapa meminta, nanti kita lihat," tegas Budi.

Seperti diketahui, seorang polisi perwira menengah di Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri dikabarkan tertangkap tangan menerima suap sebesar Rp 5 miliar dari seorang bandar sabu yang berasal dari Kota Bandung, Jawa Barat.

Berdasarkan informasi yang didapat, diduga anggota polisi itu menangkap seorang bandar dengan barang bukti seberat dua kilogram sabu di Bandung, Jawa Barat.

Agar kasusnya tidak dilanjutkan, polisi itu meminta uang Rp 5 miliar. Bandar tersebut pun telah menyerahkan Rp 3 miliar kepada polisi tersebut. Namun, saat polisi itu meminta sisa uangnya, bandar itu memilih untuk melaporkan ke Mabes Polri. Akhirnya, polisi itu pun ditangkap oleh anggota Paminal Polri dua pekan yang lalu.

Sementara Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Bareskrim Polri segera menetapkan tersangka sejumlah anggota polisi yang terlibat narkoba, terutama pamen Polri yang diduga menerima suap Rp3 miliar dari bandar narkoba. IPW menilai Polri belum bersikap transparan dalam mengungkap kasus pamen Polri berpangkat AKBP yang diduga menerima suap dari bandar narkoba itu.

Padahal kasus ini sudah ditangani Polri selama dua bulan, tapi identitas perwira menengah yang merupakan kepala unit di salah satu sub direktorat di Tipid Narkoba itu belum diungkap dan belum diekspos Polri. Bandingkan, jika Polri menangkap artis atau tokoh yang terlibat narkoba, meski barang buktinya minim, tapi Polri melakukan ekspos besar-besaran dan sangat transparan.

Sikap diskriminatif dan tidak transparan Polri ini sangat disayangkan, apalagi dalam kasus itu diduga terlibat beberapa anak buah sang pamen yang hingga kini identitasnya cenderung ditutupi Polri.

"Jika tidak diungkap secara transparan, IPW khawatir kasus ini akan menguap, padahal sebelumnya sang pamen sempat meminta uang suap Rp5 miliar kepada bandar narkoba yang mereka tangkap di sebuah diskotek besar di Bandung itu," kata Ketua Presedium IPW Neta S Pane dalam siaran persnya, Rabu (6/5).

Kasus perwira Polri terlibat narkoba bukanlah hal baru. Tahun 2012, Wakil Direktur Narkoba Polda Sumut AKBP Apriyanto Basuki Rahmad ditetapkan sebagai tersangka kasus kepemilikan narkoba. Namun, Apriyanto sempat mangkir dari pemeriksaan dan hingga kini belum ada penjelasan tentang nasibnya.

Tahun 2013, Kombes Suyono yang terlibat sabu hanya dihukum direhabilitasi, meski dicopot dari jabatannya sebagai Irwasda Polda Lampung. Lalu tahun 2007 secara mendadak Kapolsek Cisarua AKP Jumantoro dicopot dari jabatannya akibat terlibat kasus narkoba sebanyak 1.800 butir pil ekstasi, sejumlah sabu - sabu, dan heroin.

Proses hukum terhadap Jumantoro juga tidak transparan. Bandingkan dengan pelawak Gogon yang tidak ditemukan barang bukti darinya divonis 4 tahun penjara. Atau para wanita yang menjadi kurir narkoba, yang kemudian dihukum mati.

Karenanya IPW mendesak para hakim menjatuhkan hukuman mati kepada anggota polisi yang terlibat narkoba agar ada efek jera. Apalagi ditambah dengan disertai tindakan pemerasan. Kasus pemerasan polisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. "Selama ini Polri cenderung permisif terhadap anggotanya yang terlibat narkoba, sehingga peristiwa pamen Polri yang terlibat narkoba terus berulang, bahkan berani memeras bandar narkoba sebesar Rp 5 miliar," tegas Neta.

BACA JUGA: