JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita sejumlah aset milik Ketua DPRD Jawa Timur nonaktif, Fuad Amin Imron terkait kasus suap. Namun belakangan diketahui, sebuah kondominium yang berada di Pulau Dewata Bali yang ikut disita KPK, ternyata belum dibayar penuh oleh mantan Bupati Bangkalan tersebut.

"Dari harga Rp16 miliar, baru dibayar Rp11 miliar," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Sabtu (28/2).

Meskipun begitu, aset tersebut tetap saja disita KPK. Priharsa mengatakan, alasan penyitaan itu agar kondominium tersebut tidak dipindahtangankan kepada pihak lain. Kondominium itu merupakan salah satu barang bukti pencucian uang yang dilakukan Fuad. "Iya diblokir juga, biar enggak balik nama," tuturnya.

Sayangnya Priharsa belum bisa menjelaskan mengenai lokasi tempat kondominium itu berada. "Kondominium ini berisi 50-60 kamar,"  ungkap Priharsa.

Penyitaan Kondominium adalah salah satu dari rentetan penyitaan yang dilakukan KPK terhadap aset-aset milik Fuad Amin. Sejak awal Januari 2015, KPK telah menyita uang sebesar Rp 250 miliar serta 14 rumah dan apartemen milik Fuad Amin di Jakarta dan Surabaya. Selain uang, KPK juga menyita 70 bidang tanah dan bangunan, termasuk butik milik istrinya dan kantor Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Bangkalan.

Aset Fuad memang cukup banyak dan  tersebar di Jakarta, Bangkalan, Surabaya, dan Bali. Tidak hanya itu, sebanyak 19 mobil milik Fuad pun tak luput dari penyitaan. Sejumlah mobil itu disita KPK di Jakarta, Surabaya, dan Bangkalan.

Dalam kasus pencucian uang, Fuad disangkakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 KUH Pidana. Penelusuran kasus ini bermula sejak penetapan Fuad sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, Jawa Timur.

KPK menangkap Fuad dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 2 Desember 2014 lalu di rumahnya di Bangkalan. Saat penangkapan, KPK juga menyita tiga koper besar berisi uang lebih dari Rp 3 miliar yang diduga suap dari PT Media Karya Sentosa. PT MKS bermitra dengan PD Sumber Daya dalam menyalurkan gas hasil pembelian dari PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore untuk pembangkit listrik tenaga gas di Gili Timur Bangkalan dan Gresik.

Direktur PT MKS, Antonio Bambang Djatmiko, diduga menyuap Fuad yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan terkait jual-beli gas alam oleh PT MKS dari PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore.

Gas itu seharusnya dialirkan untuk pembangkit listrik, salah satunya untuk PLTG Gili Timur di Bangkalan. Namun, gas tersebut tidak pernah sampai ke PLTG itu. Meski demikian, PT MKS terus mendapatkan kontrak pembelian dan Fuad menerima jatah aliran dana selama 7 tahun.

BACA JUGA: