JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas nama terdakwa Fuad Amin Imron. Fuad Amin terjerat kasus korupsi baik saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan maupun Ketua DPRD Bangkalan.

Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati membeberkan alasan pengajuan langkah hukum tingkat tiga di Mahkamah Agung itu. Menurut Yuyuk, salah satu alasan utamanya yaitu terkait perampasan aset yang tidak sesuai dengan fakta hukum yang ada.

"JPU KPK menilai ada inkonsistensi majelis hakim dalam putusannya terkait dengan barang bukti berupa aset terdakwa berupa kendaraan dan tanah dan bangunan," kata Yuyuk di kantornya, Jumat (19/2).

Yuyuk menjelaskan, jaksa KPK tidak sependapat dengan putusan majelis yang menyatakan bahwa beberapa harta Fuad Amin yang terindikasi korupsi didapatkan dari hasil yang sah. Sebab, jaksa berpendapat bahwa harta tersebut berasal dari hasil korupsi.

Beberapa aset tersebut, menurut Yuyuk, seharusnya dirampas untuk dikembalikan kepada negara. Hal ini terlihat wajar, sebab tak tanggung-tanggung, tercatat ada 105 item aset yang diminta majelis untuk dikirimkan kembali pada penguasa Bangkalan ini.

"Ada 21 kendaraan bermotor, 69 tanah, 15 unit apartemen. Semua yang tidak sesuai itu yang sebelumnya disampaikan humas PT Jakarta yaitu Selasa 9 Feb 2016 yang menyampaikan pada pokoknya aset terdakwa dirampas sebagaimana tuntutan JPU KPK," imbuh Yuyuk.

Pengajuan kasasi yang dilakukan KPK memang terkait penyitaan aset. Sebab, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Fuad Amin menjadi 13 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar. Dan ini tampaknya sudah memenuhi 2/3 tuntutan KPK yang meminta Fuad agar dihukum 15 tahun.

Selain itu, Fuad Amin juga dijatuhi pidana tambahan lain berupa pencabutan hak politik. "Menjatuhkan hukuman penjatuhan hak untuk tidak boleh menduduki jabatan politik selama lima tahun setelah terdakwa menjalani masa hukuman," ujar Humas PT DKI Jakarta, M. Hatta, beberapa waktu lalu.

Hukuman ini jauh lebih berat dari yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Majelis hakim pimpinan Muchamad Muchlis sebelumnya hanya menghukum Fuad selama 8 Tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

KRONOLOGI KASUS - Fuad terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap dari PT Media Karya Sentosa melalui Direktur HRD, Antonius Bambang Djatmiko, baik saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan, maupun setelah menjadi Ketua DPRD.

Kemudian ia juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sesuai dengan surat dakwaan kedua dan ketiga jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini berarti, seluruh dakwaan jaksa terhadap pria yang mengklaim telah kaya sejak lahir ini telah terbukti.

"Menyatakan Fuad Amin terbukti sah meyakinkan bersalah melakukan korupsi bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua dan ketiga." ujar Hakim Ketua Muchlis, Senin (19/10).

Fuad memang dijerat oleh tiga dakwaan. Pertama, menerima suap yang diancam Pasal 12 b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Untuk dakwaan kedua dan ketiga ia dijerat dalam pasal yang sama, yaitu Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Yang membedakan hanya terkait dalam jabatannya. Untuk dakwaan kedua, Fuad dijerat saat menjabat Bupati Bangkalan, kemudian untuk dakwaan ketiga saat ia menjadi Ketua DPRD Bangkalan.

BACA JUGA: