Banyak Keluhan Publik, Polri Dinilai Perlu Lakukan Revolusi Mental
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kepolisian RI dinilai perlu melakukan revolusi mental ditubuh jajarannya. Hal itu terkait masih banyaknya keluhan publik terhadap kinerja lembaga penegak hukum ini. "Saya setuju harus ada revolusi mental di tubuh Polri," kata Komisioner Kompolnas M Nasser kepada Gresnews.com, Sabtu (3/1).
Menurutnya publik memiliki harapan besar kerja kepolisian ke depan lebih profesional dan terdepan dalam pengayoman masyarakat. Tidak seperti saat ini masih banyak ditemukan penyimpangan dan perilaku korup dalam melayani masyarakat.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mencatat selama tahun 2014, pihaknya telah menerima pengaduan masyarakat atas kinerja kepolisian sejumlah 1251 surat, diantaranya 1036 surat, 7 surat saran, 47 surat bukan pengaduan, 2 surat audiensi, 144 surat BKK, dan 15 surat lain. Dari 1036 surat sebanyak 785 surat yang mengadukan pelayanan buruk (75%), 221 surat yang mengadukan penyalahgunaan wewenang (21%), 27 surat yang mengadukan tindakan diskriminasi (2.8%), dan 3 surat yang mengadukan korupsi (1.2%).
Dengan catatan di atas, menurut Nasser, kinerja Polri dinilai masih jauh dari harapan masyarakat. Karena itu harus ada pembenahan mendasar di tubuh Polri, salah satunya dengan melakukan revolusi mental bagi jajarannya.
Sementara Kompolnas juga rekomendasi kepada kepolisian untuk membenahi Polri ke depan. Pertama, menegaskan politik Polri agar tidak digunakan sebagai alat penguasa dan tidak diintervensi siapapun untuk kepentingan kelompok atau golongan manapun.
Kedua, perlu dipikirkan untuk mencukupkan anggaran operasional Polri yang rasional untuk menghentikan semua bentuk partisipasi masyarakat yang ilegal. Sehingga dapat mendorong profesionalisme polisi khususnya dalam proses sidik-lidik perkara yang dilaporkan masyarakat.
Ketiga, melakukan perubahan mendasar dalam tata kelola SDM Polri. Khususnya dalam kebijakan pembinaan karier dan pengembangan SDM yang profesional. Antara lain mendaya-gunakan instrumen key perfomance indicator dan secara bertahap menggunakan tenaga profesional dalam posisi posisi kunci.
"Sehingga ini akan memutuskan rantai setoran yang selama ini dikeluhkan banyak pihak walaupun tidak dapat dibuktikan," jelas Nasser.
Ketiga, mendorong Kapolri segera memerintahkan seluruh jajaran Kepolisian untuk menghentikan budaya setoran di seluruh level kepemimpinan Polri. Sebab ini akan membuat rangkaian yang merusak organisasi, integritas dan kinerja Polri secara keseluruhan.
Sementara Indonesia Police Watch (IPW) mencatat ada tujuh faktor kenapa krisis kepercayaan terhadap Polri terus terjadi. Di antaranya kontrol atasan sangat lemah, adanya target ambisius dari atasan, bawahan cendrung cari muka, tidak ada tolok ukur yang jelas dalam rotasi tugas, tidak ada sanksi pemecatan pada perwira tinggi bermasalah, gaya hidup hedonis makin membudaya di kepolisian, dan kekayaan elit-elit Polri dibiarkan tak terkendali.
Ketua Presedium IPW Neta S Pane mengatakan, saat ini yang diinginkan masyarakat dari Polri hanya ada tiga, yakni polisi senantiasa bersikap adil, polisi dapat memberi kepastian hukum, dan polisi mampu memberi jaminan keamanan. Sehingga masyarakat tidak merasa diombangambingkan dengan situasi yang tidak menentu. Seperti adanya bentrokan antar aparat keamanan atau banyaknya polisi ditembak pelaku kejahatan.
"Bagaimana polisi bisa menjaga keamanan masyarakat, jika untuk menjaga keamanan dirinya sendiri tidak bisa. Sebab itu di 2015, Polri perlu melatih jajarannya agar profesional, tangguh, tanggap, dan terlatih," tandas Neta.
- Polemik Surat Edaran Kapolri
- Pro Kontra Penggolongan Aturan SIM C
- Kinerja Merosot Reformasi Polri Disoal
- Politisasi Kasus Risma dan Profesionalitas Polri
- Kompolnas Bukan Macan Kertas
- Mutasi Perwira Tinggi dan Menengah Polri Harus Munculkan Pimpinan Polisi Profesional
- Berharap Polri Lebih Baik dengan Mutasi Ratusan Pati dan Pamen