JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berencana mengajukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 tahun 2011 tentang Kompolnas. Revisi tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kewenangan Kompolnas dalam mengawasi kerja Kepolisian.

Selama ini, Kompolnas bisa diibaratkan seperti macan kertas yang hanya bisa garang di atas kertas tanpa bisa melakukan penindakan langsung ketika terjadi pelanggaran etika yang dilakukan anggota kepolisian.

Sejauh ini, kewenangan yang diberikan kepada Kompolnas hanya memberikan rekomendasi sanksi kepada anggota kepolisian yang melanggar etika profesi. Hanya saja rekomendasi itu kerap mentok di tangan lembaga kepolisian sendiri yang punya kewenangan menjatuhkan sanksi.

Komisioner Kompolnas Hamidah Abdurachman mengatakan, sejak tahun 2013, rekomendasi yang diberikan Kompolnas ke Polri hanya 30 persen yang dijalankan. Karena itulah, pihak Kompolnas meminta agar kewenangan mereka diperkuat agar bisa menjalankan fungsi pengawasan eksternal kepada kepolisian.

Keinginan Kompolnas inipun sepertinya direspons cukup baik oleh pemerintah. Kamis (3/9), dalam pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Komisioner Kompolnas dan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, rencana revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 tahun 2011 tentang Kompolnas masuk dalam bahasan. Semua pihak terkait kini sedang menggodok draft revisi tersebut.

Hamidah mengatakan, salah satu aspek pembahasan dalam revisi Perpres Kompolnas itu adalah adanya perluasan kewenangan Kompolnas dalam melakukan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan anggota Kepolisian. Masyarakat berharap agar Kompolnas bisa lebih bergigi dalam menyampaikan keluhan masyarakat kepada pihak kepolisian.

´´Kompolnas berharap bisa diberikan wewenang tambahan yan bisa membantu Polri dalam melakuakan perbaikan-perbaikan terhadap kinerja anggotanya,´´ ujar Hamidah.

Perluasan wewenang ini dapat berupa investigasi mandiri atau klarifikasi terhadap pelanggaran yang dilakukan anggota Polri. Hamidah menjelaskan, apabila ada pelanggaran yang dilakukan anggota Polri kemudian dilanjutkan dengan sidang disiplin dan sidang etik di dalam internal Polri, Kompolnas bisa meminta pemeriksaan ulang apabila hasil sidang etik tersebut tidak memuaskan.

Hamidah menambahkan, sejatinya Kompolnas punya kewenangan meminta klarifikasi anggota Polri yang melanggar. Kewenangan klarifikasi itu juga sudah diatur di Perpres 17/2011 itu. Namun, kewenangan itu dinilai Hamidah belum cukup. "Kami ingin mempertajam saja di sini. Kami ingin lebih memperdalam di aspek klarifikasi. Supaya masing-masing pihak lebih bisa melaksanakan tugasnya,´´ ucap Hamidah.

KEWENANGAN MEMBUAT KEBIJAKAN - Kewenangan Kompolnas sebenarnya sudah cukup kuat dalam Perpres Nomor 17 tahun 2011 yang merupakan pebaikan atas Perpres 17/2005. Jika dalam dalam Perpres 17/2005 tidak diatur secara eksplisit mengenai fungsi Kompolnas, maka pada Perpres 17/2011 disebutkan Kompolnas berwenang melakukan pengawasan fungsional terhadap kinerja Polri. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pemantauan, penilaian terhadap kinerja anggota Polri.

Perkuatan lainnya adalah, dalam Perpres No 17/2005 disebutkan tugas Kompolnas hanya sebatas membantu Presiden dalam penentuan arah reformasi kepolisian. Sedangkan dalam Perpres No. 17/2011 kewenangannya diperluas tidak hanya sekadar membantu Presiden dalam penetapan kebijakan kepolisian, namun juga memberikan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat kepolisian. Bahkan Kompolnas berwenang misalnya memberikan pertimbangan terhadap calon-calon perwira tinggi yang akan diangkat menjadi Kapolri.

Hanya saja kewenangan itu dinilai belum cukup membuat Kompolnas bertaji. Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala beberapa waktu lalu pernah mengatakan, Presiden Joko Widodo sendiri menginginkan adanya penguatan wewenang Kompolnas.

Ada dua dua hal besar yang ingin diperkuat Jokowi dari Kompolnas. Pertama, agar Kompolnas ikut serta dalam pembuatan kebijakan. Kedua, dalam hal pengawasan dan penanganan kasus. "Kompolnas harusnya yang merencanakan dari sejak awal kebijakan Polri di bidang sumber daya manusia (SDM), anggaran, dan sarana prasrana, dan mengawasi dari segi pelaksanaannya. Selama ini kami lepas," kata Adrianus.

Ke depan, kata dia, Kompolnas harus memiliki kewenangan membuat kebijakan dasar Polri, mulai dari pelaksanaan, kebijakan, dan dari segi penanganan kasus. "Jadi, kami tak main di kasus, tapi main di kebijakan. Nah, di kebijakan ini kami tak masuk. Mereka main sendiri," katanya.

Dari segi penanganan kasus, lanjut dia, Kompolnas juga tak bisa menginvestigasi dan hanya bergantung pada pengawas internal polisi. "Seyogianya kami ikut serta mulai dari musrenbang sampai pada pelaksanaan kebijakan strategisnya," kata Adrianus.

Dia mencontohkan pembentukan Kepolisian Daerah Papua yang tak meminta pertimbangan Kompolnas. "Ini bukan soal kuasa, tapi karena memang musti ada kontrolnya. Polri main sendiri. Kelihatannya Presiden setuju dan kelihatannya akan dibuat perpres baru," katanya.

Hanya saja ketika hal itu dikonfirmasikan kembali, Komisioner Kompolnas lainnya M Nasser enggan menjelaskan. Menurutnya revisi tersebut baru sebatas rencana sehingga belum bisa disampaikan ke publik.

Nasser mengelak menjelaskan seperti apa bentuk perluasan kewenangan Kompolnas yang akan diatur dalam Perpres hasil revisi. "Nanti saya akan jelaskan, tidak sekarang," kata Nasser kepada gresnews.com, Minggu (6/9).

POLRI TANGGAPI DINGIN - Rencana revisi Perpres No 17 tahun 2011 itu juga ditanggapi dingin oleh Mabes Polri. Kapolri Jendral Badrotin Haiti mengatakan, Kompolnas tidak perlu meminta kewenangan yang luas lagi hingga melakukan investigasi mandiri atas satu kasus atau mengkalrifikasinya. "Yang penting dilakukan memperbaiki sistem pengawasan yang dilakukan Kompolnas," kata Badrodin.

Menurut Badrodin, pengawasan yang dilakukan Kompolnas dlakukan secara umum, sehingga dengan temuan dan rekomendasi akan dilakukan evaluasi dalam tubuh Kepolisian. Sehingga itu memperbaiki sistem yang terbangun dalam organisasi aKepolisian secara menyeluruh bukan per kasus.

Anggota Komisi III DPR Desmon Mahesa juga menganggap angin lalu terhadap rencana penambahan wewenang Kompolnas itu. Menurut Desmon, jika Kompolnas tetap berada di bawah Menkopolhukam sebagai Ketua Kompolnas, lembaga itu tak bakal bisa lebih bertaji.

Saat ini, kata Desmon, kerja Kompolnas hanya seolah-olah. "Kompolnas merasa mengawasi Polisi, namun nyatanya yang diawasi tak pernah menggubris masukan maupun kritikannya," kata Desmon kepada gresnews.com, Minggu (6/9).

Malah ketika diancam, anggota Kompolnas langsung ketakutan. Karenanya, memang perlu meningkatkan peran Kompolnas dalam mengawasi kerja Kepolisian. Salah satu caranya mempertegas posisi Kompolnas dalam UU Kepolisian. "Harus dipertegas bagaimana hubungan Kompolnas dengan Kepolisian, tidak seperti sekarang masih di Menkopolhukam," jelas Desmon.

Desmon menyatakan dengan posisi Kompolnas dan wewenangnya saat ini tak bisa diharap akan maksimal mengawasi Polri. Bahkan Desmon mengusulkan lebih baik Kompolnas dibubarkan.

Seperti diketahui, saat ini DPR RI juga tengah berencana melakukan revisi atas UU Kepolisian. Salah satu perdebatan adalah posisi Kompolnas apakah di bawah Kementerian atau langsung bertanggung jawab ke Presiden. (dtc)

BACA JUGA: