JAKARTA, GRESNEWS.COM - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendorong satuan tugas (satgas) agraria yang akan dibentuk Presiden Joko Widodo nanti bisa menyelesaikan konflik berbasiskan pemulihan hak-hak korban. Bukan semata-mata penyelesaian atas dasar hukum semata. Sebab situasi konflik agraria dinilai sudah darurat akibat pelaksanaan hukum yang meminggirkan rakyat dan "akrobat hukum".

Agar dapat melaksanakan tugas itu dengan baik, KPA juga menyarankan agar satgas berisi pihak-pihak dan orang-orang yang selama ini sudah memperlihatkan komitmen pemulihan dan pemenuhan terhadap hak-hak rakyat atas tanah.

Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin kepada Gresnews.com, Minggu (28/12) menanggapi langkah pemerintah yang telah menyiapkan peraturan presiden (Perpres) tentang Pembentukan Satgas Agraria.

"Satgas ini selanjutnya mempersiapkan sebuah tata cara penyelesaian konflik dan menyelesaikannya secara tepat," kata Iwan kepada Gresnews.com, Minggu (28/12).

Menurutnya, melihat fakta kebuntuan penyelesaian konflik agraria di tanah air selama ini, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu segera membentuk sebuah badan atau lembaga khusus yang bersifat adhoc untuk menyelesaikan konflik agraria secara menyeluruh. Ia berharap, lembaga ini bersifat mengingat bagi semua pihak atau instansi terkait dan harus di bawah kepemimpinan Presiden secara langsung. Fungsi utama lembaga khusus ini adalah untuk memulihkan hak-hak korban konflik agraria yang telah terjadi di masa lalu dan saat ini, sekaligus untuk mencegah terjadinya konflik agraria di masa yang akan datang.
 
Selanjutnya, prinsip utama pembentukan lembaga diantaranya adalah bersifat ad hoc dengan masa kerja terbatas, dan berwenang mencari solusi dan memutuskan perkara-perkara (kasus) sengketa agraria dalam yang terjadi dalam rentang waktu tertentu (mis: sejak masa Orba hingga ditetapkannya keberadaan kelembagaan tersebut).

Sementara untuk menyelesaikan sengketa-sengketa agraria yang terjadi setelah dibentuknya lembaga khusus penyelesaian sengketa atau konflik agraria di atas, perlu dibentuk "lembaga peradilan agraria, dalam bentuk Pengadilan Khusus Agraria, sebagai satu kamar peradilan tersendiri di dalam lingkungan peradilan umum".
 
"Sebagai lembaga yang menangani konflik agraria, satgas ini bisa sekaligus menjadi bagian dari persiapan prasyarat pelaksanaan pembaruan agraria di Indonesia," jelasnya.

Ia mengungkapkan, menjawab kasus-kasus konflik agraria, diawal reformasi 1998 KPA bersama Komnas HAM, Walhi dan sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya pernah mengusulkan pembentukan Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNuPKA). Namun tawaran dan peluang strategi penyelesaian konflik ini tidak diambil oleh pemerintahan di masa itu dan saat ini masih relepan dan penting untuk diinisiasi kembali.

Menurut KPA, karakter sengketa dan konflik agraria serta kelemahan-kelemahan dalam mekanisme dan prosedur hukum yang tersedia saat ini menyiratkan perlunya "dikembangkan lembaga penyelesaian konflik agraria untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang masih/sedang terjadi secara tuntas dengan berpegang pada prinsip-prinsip keadilan di masa transisi (transitional justice principles)".

Seperti disebutkan, pemerintah sudah menyiapkan peraturan Perpres terkait Pembentukan Satgas Agraria. Perpres itu tinggal menunggu ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Selanjutnya akan ada pembentukan satgas yang akan diprakarsai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan bekerjasama dengan asosiasi masyarakat adat nusantara.

"Sudah ada Perpres baru tentang Satgas, minggu-minggu ini ditandatangani presiden," kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: