JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia-Riau Gulat Medali Emas Manurung terancam bakal menjadi penghuni penjara KPK selama 5 tahun. Dia didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap kepada Gubernur Riau Annas Maamun sebesar US$166,100 atau senilai Rp2 miliar.

Jaksa Penuntut Umum KPK Kresno Anto Wibowo dalam surat dakwaannya menyatakan, Gulat telah memberi suap terkait jabatan Annas selaku Gubernur Riau agar areal lahan milik Gulat dan teman-temannya di kawasan hutan lindung menjadi Areal Peruntukkan Lainnya (APL). Areal tersebut berada di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare.

Dengan menyuap Annas, Gulat berharap sang gubernur memasukkan lahan-lahan itu ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau. "Terdakwa yang mengetahui adanya pengajuan revisi atas SK Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014 tersebut, pada bulan Agustus 2014 menemui Annas Maamun di rumah dinas Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan dna menjadi bukan kawasan hutan," kata Jaksa Kresno di Pengadilan Tipikor, Senin (15/12).

Annas, lalu mengarahkan terdakwa agar berkoordinasi dengan Cecep Iskandar yang pada saat itu sedang berada di rumah dinas Annas Maamun terkait pelaporan hasil kunjungan ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan. Menindaklanjuti arahan tersebut, kemudian terdakwa membicarakan hal tersebut dengan Cecep Iskandar yang pada intinya meminta agar areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya dapat dimasukkan dalam usulan revisi SK Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014.

Atas permintaan itu, lanjut Jaksa Kresno, Cecep Iskandar meminta terdakwa memberikan gambar peta lokasi areal yang akan direvisi. Selanjutnya terdakwa memerintahkan Riyadi Mustofa alias Bowo yang pernah melakukan pemetaan dan pengukuran atas areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya agar memberikan gambar peta kepada Cecep Iskandar.

"Gambar peta itu untuk dilakukan penelahaan bersama Ardesianto yang hasilnya ada beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung namun terdakwa meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan," cetus Jaksa.

Selanjutnya Cecep Iskandar melaporkan draf usulan revisi kepada Annas Maamun dan setelah memberikan sejumlah masukan terhadap materi usulan revisi tersebut pada tanggal 17 September 2014. Annas Maamun kemudian menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/Bappeda/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.

Jaksa KPK lainnya Ikhsan Fernandi menyatakan, pada 18 September 2014, Annas Maamun memerintahkan Cecep Iskandar mengantar surat Gubernur Riau Nomor 050/Bappeda/8516 ke Kementerian Kehutanan. Selanjutnya pada 19 September 2014 Cecep Iskandar menyerahkan surat tersebut kepada Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kemenhut Mashud di Jakarta untuk diproses permohonannya.

Selanjutnya, pada 21 September 2014, Annas Maamun berangkat ke Jakarta dalam rangka urusan dinas sekaligus memantau perkembangan surat usulan revisi tersebut di Kementerian Kehutanan. Keesokan harinya pada 22 September 2014, Annas Maamun menghubungi terdakwa dan meminta uang tersebut sebesar Rp2,9 miliar terkait pengurusan usulan revisi perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

"Dalam rangka memenuhi permintaan Annas Maamun tersebut, terdakwa hanya mampu menyiapkan US$166.100 atau setara Rp2 miliar yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar kurang lebih US$125 ribu atau setara Rp1,5 miliar dan sisanya kurang lebih US$41.100 atau setara Rp500 juta uang milik terdakwa sendiri," sebut Jaksa Ikhsan.

Selanjutnya terdakwa membawa uang tersebut ke Jakarta untuk diserahkan ke Annas Maamun. Kemudian, pada 24 September 2014 saat berada di Jakarta, terdakwa ditemani oleh Edi Ahmad berangkat ke rumah Annas Maamun di Perumahan Citra Gran Blok RC3 Nomor 2 Cibubur Jabar. Setibanya di depan pagar rumah Annas Maamun, terdakwa menyerahkan kepada Ajudan Gubernur Riau Triyanto sebuah tas berwarna hitam Merk Polo berisi uang US$166.100 dan berpesan agar tas itu diserahkan kepada Annas Maamun, lalu terdakwa pergi.

Triyanto kemudian masuk ke dalam rumah menemui Annas Maamun memerintahkan agar tas itu diletakkan di atas meja kerja ruang belakang samping taman. Selanjutnya Annas Maamun membawa tas tersebut ke kamarnya di lantai 2 dan membuka tas yang berisi uang dalam bentuk mata uang dolar AS lalu menyimpannya di dalam lemari.

"Mengetahui bahwa uang yang diberikan terdakwa tersebut dalam bentuk mata uang dolar AS, Annas Maamun kemudian menelpon terdakwa agar menukarkan uang tersebut dalam mata uang dolar Singapura," sambung Jaksa.

Keesokan harinya pada 25 September 2014, Annas Maamun bersama Triyanto menemui terdakwa di Restoran Hotel Le Meridien, di kawasan Jakarta Pusat dan menyuruh Triyanto menyerahkan kembali tas berwarna hitam merk Polo yang berisi uang dolar Amerika Serikat kepada terdakwa untuk ditukarkan dengan mata uang dolar Singapura.

Setelah itu terdakwa ditemani Edison Marudut Marsadauli pergi menukarkan uang sejumlah US$166.100 dengan mata uang dollar Singapura sejumlah Sin$156.000 dan mata uang rupiah sejumlah Rp500 juta di money changer PT Ayu Masagung di daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Setelah menukarkan uang tersebut, terdakwa diantar sopir Badan Penghubung Provinsi Riau di Jakarta, Lili Sanusi menuju rumah Annas di perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur utk menyerahkan uang tersebut.

Setelah sampai di rumah Annas, terdakwa yang membawa tas ransel warna hitam merk Bodypack berisi uang yang telah ditukarkan tersebut lalu diajak Annas menuju ke ruangan tengah di lantai dua. Terdakwa selanjutnya menyerahkan uang yang berada dalam tas ransel warna hitam itu kepada Annas dan oleh Annas uang tersebut disimpan di dalam kamarnya.

"Beberapa saat kemudian Annas keluar dari kamar dan menyerahkan sebagian dari uang yang telah diterimanya tersebut yakni sejumlah Rp60 juta kepada terdakwa," imbuh Jaksa.

Tidak lama kemudian datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap terdakwa dan Annas lalu ditemukan uang sejumlah Sin$156.000 dan Rp400 juta di rumah Annas. Selain itu juga ditemukan uang sebesar Rp60 juta dari dalam tas terdakwa.

Pemberian uang tersebut dilakukan terdakwa Gulat karena Annas selaku Gubernur Riau yang telah memasukkan permintaan terdakwa agar areal kebun sawit terdakwa dan teman-temannya tersebut ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Karena itu Gulat didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. Gulat juga didakwa dengan dakwaan subsidair dengan Pasal 13 UU Tipikor. Gulat terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun mengacu pada dakwaan tersebut.

Sementara, Annas Maamun didakwa telah melanggar Pasal 5 angka 6 UU 28/1999 yang menyatakan: "Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Perbuatan itu, kata Jaksa, bertentangan dengan kewajiban Annas selaku penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pasal 5 angka 4 UU tersebut berbunyi: "Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme".

Perbuatan Annas menerima suap juga bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yakni Pasal 28 huruf d yang menyatakan: "Kepala daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yg mempengaruhi keputusan atau tindak yang akan dilakukannya".

BACA JUGA: