JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gubernur Riau non aktif Annas Maamun menyebut uang sejumlah Rp2,9 miliar yang dikumpulkan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau-Indonesia Gulat Medali Emas Manurung diperuntukkan bagi anggota DPR Komisi IV periode 2009-2014. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus alih fungsi lahan hutan di Provinsi Riau yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, hari ini, Senin (19/1).

Awalnya, Hakim anggota I Made Hendra menanyakan bagaimana Annas bisa mengetahui dana yang diperlukan mencapai sebesar Rp2,9 miliar. Menurut Made, Annas pasti mempunyai perhitungan tersendiri mengenai hal itu sehingga bisa menyimpulkan dana yang harus dikeluarkan sebesar itu. Apalagi, Annas sempat "keceplosan" ngomong, penilaian itu dilakukan berdasarkan pengalamannnya.

"Berapa keluar uang untuk SK 673? Itu Rp2,9 miliar darimana, katanya kan dari pengalaman sebelumnya?" Cecar Hakim Made, Senin (19/1).

Annas pun kelimpungan mendengar pertanyaan itu. Lantas ia menjawab sekenanya bahwa uang itu merupakan perhitungannya sendiri. "Tak apal (hafal-red) saya, itu saya buat-buat aja," kilahnya.

Hakim Made sepertinya tidak mempercayai begitu saja pernyataan Annas. Ia kembali mencecar bagaimana Annas bisa mendapatkan kalkulasi biaya hingga mencapai Rp2,9 miliar. Annas pun akhirnya mengakui bahwa uang itu digunakan untuk dana operasional kepengurusan, bukan untuk menyuap para anggota DPR.

Annas pun menjelaskan, ketika mengurus revisi SK 673/Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan, ia mengutus beberapa elemen masyarakat untuk menghadap Menteri Kehutanan kala itu, Zulkifli Hasan.

"Waktu saya mengurus SK kemarin saya utus masyarakat jumpa menteri. Pertama empat perwakilan Universitas, lalu ikatan keluarga Batak-Riau, dan juga masyarakat lain," cetusnya.

Untuk itu, pastinya diperlukan biaya akomodasi seperti pesawat, penginapan, makan, dan rapat-rapat dengan anggota DPR Komisi IV. Apalagi, para anggota DPR biasanya meminta pertemuan atau rapat di hotel yang akan memakan biaya yang tidak sedikit.

Mendengar penjelasan itu, Hakim Ketua Supriyono pun menasihati Annas. Menurutnya, jika memang untuk kegiatan operasional kepengurusan, seharusnya bisa dianggarkan melalui Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Apalagi, jika benar ini diperuntukkan bagi masyarakat Riau.

"Kenapa enggak dianggarkan? Ini kan buat masyarakat Riau. Asal bisa dipertanggungjawabkan ini kan bisa dianggarin di APBD," ucap Hakim Supriyono.

Annas pun hanya terdiam mendengarkan nasihat itu. Ia pun menjawab sekenanya bahwa hal itu memang benar diperuntukkan untuk biaya operasional, bukan biaya suap kepada anggota DPR serta kepengurusan biaya di Kementerian Kehutanan terkait revisi SK 673/Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014.

Dalam surat dakwaan Jaksa KPK, ternyata dari total jumlah Rp2,9 miliar yang diminta Annas, Gulat tidak bisa menyanggupi semuanya. Gulat hanya bisa menyediakan uang sebesar US$166.100 atau setara Rp2 miliar. Uang itu didapat dari seorang pengusaha yaitu Edison Marudut Marsadauli sebesar Rp1,5 miliar dan sisanya dari koceknya.

BACA JUGA: