JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tindak Pidana Pencucian Uang dianggap sebagai suatu kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh organisasi kejahatan atau para penjahat yang sangat merugikan masyarakat. Antara lain merongrong sektor swasta dengan danpak yang sangat besar, merongrong integritas pasar keuangan, dan mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya.

Selain itu TPPU juga dinilai akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak, membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahan negara yang dilakukan oleh pemerintah dan mengakibatkan rusaknya reputasi negara dan menyebabkan biaya sosial yang tinggi.

"Ada tiga alasan pokok mengapa praktek pencucian uang diperangi dan dinyatakan sebagai tindak pidana," kata kuasa hukum Presiden yang diwakili Mualimin Abdi dalam sidang lanjutan pengujian UU TPPU dengan agenda Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) di gedung MK, Senin (22/9) kemarin.

Pertama, pengaruh praktek pencucian uang terhadap sistem keuangan dan ekonomi diyakini berdampak negatif terhadap perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif terhadap efektivitas penggunaan sumber daya dan dana.

Kedua, dengan ditetapkannya praktek pencucian uang sebagai tindak pidana akan memudahkan para penegak hukum untuk menyita hasil praktek pencucian uang yang sebelumnya sulit disita. Antara lain karena aset susah dilacak atau sudah dipindah-tangankan kepada pihak ketiga. "Dengan pendekatan follow the money, maka kegiatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil tindak pidana dapat dicegah dan diberantas," jelas Mualimin.

Ketiga, dengan ditetapkannya praktek pencucian uang sebagai tindak pidana dan kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan bagi penyedia jasa keuangan, maka akan memudahkan penegak hukum menyelidiki kasus pencucian uang hingga ke pokok-pokok yang ada dibelakangnya.

Kemudian tanggapan dunia internasional yang perlu ditanggapi dan harus ditindaklanjuti adalah dengan adanya Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering. FATF ini telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF.

"Pengabaian terhadap FATF akan mengakibatkan Indonesia akan dimasukkan dalam daftar non-cooperatif countries and teritories," uangkapnya.

Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak Rp10 miliar.

Seperti diketahui, Akil Mochtar telah menjalani sidang ketiga atas uji materi UU TPPU yang dimohonkannya. Gugatan Akil didasarkan atas vonis berat yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), terkait kasus suap perkara sengketa Pilkada disertai TPPU kepadanya.
 
Akil diantaranya menilai tindakan KPK yang telah melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap dirinya dalam perkara TPPU merupakan tindakan yang bertentangan dengan UUD 1945, yakni Pasal 28I Ayat (1). Akibat pemberlakukan UU TPPU tersebut, dirinya divonis seumur hidup oleh Pengadlan Tipikor.
 
"Kewenangan penyelidikan tidak diatur dalam batang tubuh. Tidak dijelaskan siapa itu penuntut umum," tutur kuasa hukum Akil, Adardam Achyar dalam sidang uji materi UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan (I) di gedung MK, Jalan Meredeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (29/8) lalu.
 
Perlu-tidaknya pembuktian tindak pidana asal (predicate crime) juga menjadi objek yang diuji oleh Akil. Adanya ketentuan Pasal 69 UU TPPU, menurut Akil akan mengakibatkan seorang terdakwa dipidana dengan dakwaan yang belum terbukti secara materiil dan belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dan oleh sebab itu, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
 
Selain kedua pasal tersebut, Akil juga mempersoalkan Pasal 2 Ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Ayat (1), Pasal 77, Pasal 78 Ayat (1), dan Pasal 95.

BACA JUGA: