JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (Kemlu) Sudjadnan Parnohadiningrat dituntut pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. Sudjadnan dinilai JPU terbukti menyalahgunakan kewenangan terkait pelaksanaan 12 kegiatan Pertemuan dan Sidang Internasional pada Departemen Luar Negeri (Deplu) pada tahun 2004-2005.

Akibat perbuatan itu, merugikan keuangan negara sebesar Rp11,09 miliar. "Menyatakan terdakwa Sudjadnan bersalah melakukan tindak pidana korupsi Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua," kata jaksa Sri Kuncoro Hadi saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/6).

Selain itu, Sudjadnan juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar uang yang diterimanya yaitu sebesar Rp330 juta. Dengan ketentuan dibayar selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap dan jika tidak membayar maka harta benda akan disita. Apabila, tidak cukup maka diganti dengan penjara tiga bulan kurungan.

Dalam penjelasannya, jaksa Trimulyono Hendradi mengatakan terdakwa selaku Sekjen Deplu sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) periode 2002-2005, menyelenggarakan lima kegiatan pertemuan dan sidang-sidang internasional dengan melakukan penunjukan langsung. Hal itu bertentangan dengan Pasal 17 dan Pasal 20 Keppres No.80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Sudjadnan juga dikatakan mengintervensi pembuatan dokumen atau pertanggungjawaban fiktif. "Pada tahun 2004, terdakwa memerintahkan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen Kemenlu I Gusti Putu Adnyana bersama Kepala Biro Keuangan Warsita Eka bahwa sesuai dengan hasil pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Noer Hassan Wirajuna supaya melaksanakan kegiatan sidang international lebih banyak dikerjakan Deplu RI," ujar Trimulyono.

Kegiatan pertama, adalah pelaksanaan International Conference of Islamic Scholar (ICIS) tanggal 23 sampai 26 Februari 2004 di Jakarta Convention Center (JCC). Dalam kegiatan tersebut, terdakwa dikatakan melakukan penunjukan langsung PT Pactoconvex Niagatama sebagai Profesional Convention Organizer (PCO) atau penyelenggara tanpa melalui prosedur pelalangan.

Kemudian, terdakwa memerintahkan I Gusti Putu Adnyana membuat laporan pertanggungjawaban ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) dengan nilai Rp2,9 miliar. Padahal, jumlah riil yang dikeluarkan hanya sebesar Rp1,51 miliar. Sehingga, terdapat selisih yang selanjutnya dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp1,34 miliar.

Kegiatan kedua, pertemuan khusus para Kepala Negara ASEAN, para pimpinan negara-negara lain dan organisasi-organisasi internasional mengenai penanggulangan bencana akibat gempa bumi dan tsunami tanggal 5 sampai 6 Januari 2005 di JCC. Dalam kegiatan ini, terdakwa juga melakukan modus yang sama, yaitu penunjukan langsung dan memerintahkan I Gusti Putu Adnyana membuat laporan pertanggungjawaban ke KPKN dengan nilai Rp6,08 miliar. Padahal, jumlah riil yang dikeluarkan sebesar Rp3,34 miliar. Sehingga, terdapat selisih yang selanjutnya dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp2,64 miliar.


Demikian juga, modus yang sama dilakukan terdakwa dalam pelaksanaan kegiatan ketiga, yaitu Senior Official Meeting (SOM) ASEAN EU dan ASEAN EU Ministerial Meeting tanggal 7 sampai 10 Maret 2005 di Jakarta.

"Terdakwa melakukan penunjukan langsung PT Pactoconvex Niagatama sebagai PCO dan memerintahkan I Gusti Putu Adnyana membuat laporan pertanggungjawaban ke KPKN dengan nilai Rp1,51 miliar. Padahal, jumlah riil yang dikeluarkan sebesar Rp1,42 miliar. Sehingga, terdapat selisih yang selanjutnya dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp72,05 juta," papar Trimulyono.

Selanjutnya, dalam penyelenggaraan SOM ASEAN dan ASEM Inter Faith Dialogue tanggal 18 sampai 23 Juli 2005 di Nusa Dua, Bali. Terdakwa kembali melakukan pelanggaran hukum yang sama. Terdakwa melakukan penunjukan langsung PT Andita Mas sebagai PCO dan memerintahkan I Gusti Putu Adnyana membuat laporan pertanggungjawaban ke KPKN dengan nilai Rp1,16 miliar. Padahal, jumlah riil yang dikeluarkan sebesar Rp586,3 juta. Sehingga, terdapat selisih yang selanjutnya dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp550,7 juta.

Hal yang sama juga dikatakan dilakukan terdakwa dalam kegiatan kelima, yaitu konferensi High Level Plenary Meeting on Millenium Development Goals (MDGs) tanggal 3 sampai 5 Agustus 2005 di Jakarta. Sudjadnan dikatakan melakukan penunjukan langsung PT Pactoconvex Niagatama sebagai PCO dan memerintahkan I Gusti Putu Adnyana membuat laporan pertanggungjawaban ke KPKN dengan nilai Rp848,4 juta. Padahal, jumlah riil yang dikeluarkan sebesar Rp516,4 juta. Sehingga, terdapat selisih yang selanjutnya dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp302,8 juta.

Sudjadnan juga didakwa melaksanakan tujuh kegiatan pertemuan dan sidang-sidang internasional pada Deplu tanpa melalui prosedur swakelola yang seharusnya dan dibuat pertanggungjawabaan penggunaan anggaran kegiatan yang seolah-olah menggunakan PCO.

Pertemuan pertama adalah pertemuan regional tingkat menteri tentang pemberantasan terorisme di Hotel Grand Hyatt, Bali, pada 3 sampai 5 Februari 2004. Ia dikatakan memerintahkan I Gusti Putu Adnyana dan Warsita Eka membuat pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang seolah-olah dilaksanakan menggunakan PT Pactoconvex Niagatama sebagai PCO.

"I Gusti Putu Adnyana untuk memenuhi perintah terdakwa, memerintahkan Iffa Kusuma Putri selaku Finance Manager PT Pactoconvex Niagatama untuk memberikan kuitansi kosong yang sudah ada stemper Pactoconvex dan ditandatangani Iffa," ujar Trimulyono.

Atas kwitansi tersebut, diperoleh seluruh biaya kegiatan sebesar Rp4,07 miliar. Padahal, dalam pertanggungjawaban hanya Rp2,18 miliar dan jumlah riil yang dibayarkan sebesar Rp286,65 juta. Sehingga, terdapat selisih yang selanjutnya dianggap sebagai kerugian negara sebesar Rp1,86 miliar.


Pertemuan kedua, adalah Inter Agency Procurement Working Group (IAPWG) ke-29 di Hotel Grand Hyatt Regency, Yogyakarta pada 31 Mei sampai 4 Juni 2004. Dengan modus yang sama, terdakwa didakwa mengemplang uang kegiatan acara sebesar Rp1,51 miliar.

Pertemuan ketiga, Lokakarya Pemuda dan Kemiskinan di Asia Tenggara di Hotel Melia Purosani Yogyakarta, tanggal 2-5 Agustus 2005. Dari kegiatan tersebut, negara dirugikan sebesar Rp1,21 miliar karena ada selisih dari biaya riil yang dikeluarkan sebesar Rp120,98 juta dengan biaya yang dikeluarkan dalam laporan pertanggungjawaban sebesar Rp1,35 miliar.

Kegiatan keempat yang disebut jaksa merugikan keuangan negara adalah pelaksanaan sidang Komite Prepcom III Review Conference NPT 2004 di Hotel Intercontinental Bali, 14-16 Desember 2004. Dengan menggunakan nama PT Karma Wi Bangga, terdakwa dinyatakan telah mengakibatkan negara merugi sebesar Rp462,96 juta.

Dalam kegiatan kelima, yaitu Dialogue in Interfaith Cooperation di Yogyakarta, 3-10 Desember 2004, Sudjadnan juga disebut menggunakan modus yang sama. Tetapi, kali ini menggunakan PT Amada memalsukan 11 jenis kegiatan pelaksanaan. Sehingga, merugikan negara dari kegiatan tersebut sebesar Rp365,86 juta.

Dalam pelaksanaan kegiatan, Senior Official Meeting ASEAN untuk Asia Europe Meeting di Bali, 15-23 Desember 2004, terdakwa disebut mengakibatkan kerugian negara sebesar R 1,17 miliar. Demikian juga, dalam kegiatan SOM I KTT Asia Afrika di Hotel Borobudur, Jakarta, tanggal 29 Maret-5 April 2005, Sudjadnan menggunakan nama PT Royalindo Ekspoduta memasukan 11 perincian kegiatan fiktif. Sehingga, negara dirugikan sebesar Rp1,23 miliar.

Dari 12 kegiatan tersebut terdapat selisih nilai pertanggungjawaban dengan pengeluaran riil seluruhnya sebesar Rp12,74 miliar. Tetapi, telah dikembalikan sebesar Rp1,65 miliar. Sehingga, jumlah kerugian negara keseluruhan sebesar Rp11,09 miliar.

Tidak hanya merugikan keuangan negara, terhadap Sudjadnan juga disebut memperkaya sejumlah pihak hingga mencapai Rp4,57 miliar. Di antara pihak yang diperkaya tersebut, terdapat nama eks Menlu Noer Hasan Wirayuda sebesar Rp440 juta. Kemudian, Warsita Eka sebesar Rp15 juta, I Gusti Putu Adnyana sebesar Rp165 juta, Suwartini Wirta (Kabag Pengendali Anggaran) sebesar Rp165 juta, sekretariat sebesar Rp110 juta, dirjen yang membidangi kegiatan sebesar Rp50 juta, Hasan Kleib sebesar Rp100 juta. Selanjutnya, Djauhari Oratmangun sebesar Rp100 juta dan Iwan Wiranata Admaja sebesar Rp75 juta.

Selain itu, disebut juga uang digunakan untuk membayarkan kegiatan gala dinner atau malam kebudayaan rangkaian pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN ke-37 sebesar Rp1,450 miliar. Kemudian, membayarkan pajak PT Pactoconvex Niagatama sebesar Rp500 juta untuk tahun 2004 dan Rp500 juta untuk pajak tahun 2005. Pembayaran jasa konsultan fiktif PT Pactoconvex dan Pt Royalindo sebesar Rp600 juta.

Ditambah lagi, memperkaya PT Pactoconvex Niagatama sebesar Rp450 juta dan PT Royalindo sebesar Rp250 juta. Sementara itu, terhadap diri terdakwa disebut menerima sebesar Rp330 juta.

Terhadap tuntutan, Sudjadnan dan penasehat hukumnya diberi kesempatan untuk mengajukan pledoi (nota pembelaan) dalam sidang selanjutnya, yang akan digelar pada Rabu (2/7) pekan depan.

BACA JUGA: