JAKARTA, GRESNEWS.COM –  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan) tidak berpihak pada petani kecil. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori ketika menjadi ahli pemohon dalam perkara Nomor 98/PUU-XII/2013 yang menguji UU Pangan. "Tidak ada pasal-pasal dalam UU Pangan yang mengatur tentang petani kecil termasuk mengecualikan mereka dengan korporasi," ujarnya di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva, Rabu (5/2).

Padahal kata Khudori, ruh dari kedaulatan pangan adalah petani kecil, bukan industri. Sebaliknya, UU Pangan justru berpihak kepada korporat. Selain itu, dalam UU Pangan tidak ada pasal yang mengatur tentang akses sumber daya produksi penting dalam kedaulatan pangan, diantaranya tanah, air, benih maupun finansial.

Ia membenarkan Pasal 12 dan Pasal 15A mengatur tentang sumber daya, namun tidak disebutkan sumber daya tersebut untuk siapa. "Justru pada pasal tersebut, terlihat bahwa pangan menjadi barang dagangan," kata Khudori. Dia menilai UU Pangan bersifat govermentsentris karena sebagian besar mengatur tentang kewenangan pemerintah dalam mengelola pangan baik pemerintah pusat maupun daerah. Sementara masyarakat sebagai subjek pangan hanya diasebut dalam lima pasal.

Pengujian Undang Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan ini dimohonkan oleh sebelas lembaga swadaya masyarakat (LSM). Para Pemohon mempersoalkan kebijakan pengadaan produk pangan dan pertanian yang diatur dalam enam pasal dalam UU tersebut, masing-masing Pasal 3, Pasal 36 ayat (3), Pasal 53, Pasal 69 huruf c, Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 133.

Menurut para pemohon ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut mengakibatkan hilangnya perlindungan negara terhadap pelaku usaha pangan skala kecil. Para Pemohon berargumen dengan adanya ketentuan tersebut mengakibatkan ketidakjelasan kebijakan pangan, terutama  dengan adanya kebijakan impor produk pangan dan pertanian yang dilakukan pemerintah dengan alasan adanya kurangnya cadangan pangan nasional.

Kuasa hukum para pemohon Beni Dikty Sinaga mengungkapkan kebijakan impor pangan rawan suap dan hanya menguntungkan pelaku usaha pangan besar. Para Pemohon meminta kepada MK agar enam pasal yang dimohonkan oleh Pemohon untuk diuji dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.

Pemohon menilai Pasal 3 dan Pasal 36 UU Pangan menyulitkan pemenuhan hak atas pangan dan berimbas pada tidak jelasnya siapa sesungguhnya yang berwenang dan bertanggung jawab untuk menentukan kecukupan produksi pangan pokok dalam negeri. Para Pemohon juga menyatakan keberatan dengan keberadaan frasa "pelaku usaha pangan" dalam Pasal 53 dan Pasal 133 UU tersebut karena definisinya dinilai terlalu luas sehingga berpotensi mengkriminalisasi pelaku usaha kecil dan perseorangan.

Selain itu, para pemohon juga menilai, pembatasan teknologi rekayasa genetik melalui Pasal 69 huruf c dan Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 18/ 2012 berpotensi melanggar hak hidup sejahtera dan lingkungan hidup yang baik serta sehat serta tidak menjamin terjadinya keamanan pangan.

Kesebelas LSM yang menggugat UU Pangan tersebut adalah, Indonesian Human Rights Commitee For Social Justice (IHCS), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Perserikatan Solidaritas Perempuan (SP), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Perkumpulan Sawit Watch, Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesia for Global Justice (IGJ), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa).

BACA JUGA: