JAKARTA - Dalam rangka membahas Revisi UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Badan legislasi DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pada Rabu (16/1).

Adanya wadah tunggal atau suatu sistem sertifikasi profesi, dengan standardisasi memang harus jelas dan tidak bisa dimonopoli. "Memang persoalan pada organisasi yang tidak dicantumkan secara nyata definitif ini selalu ada konflik kepentingan. Permasalahan inilah yang harus kita selesaikan dengan perubahan," ujar Dimyati Natakusumah saat memimpin rapat, seperti dilansir dpr.go.id

"Ini juga yang kami harap dari Peradi untuk memberi masukan, misalnya ada asosiasi ada konsil, yang merekrut dan mempunyai anggota adalah asosiasi. Konsil ini yang melatih dan membuat standardisasi, sehingga tidak ada malpraktek. Biasanya di daerah banyak terjadi hal demikian," tambahnya.

Anggota Baleg Endang Agustini Syarwan juga menegaskan mengenai Malpraktik. Anggota dari Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan banyak menerima pengaduan kasus Malpraktik dokter. "Seperti bagaimana memposisikan peran advokat, di Kementerian Kesehatan itu ada konsil kedokteran Indonnesia dan juga ada Ikatan Doktert Indonesia (IDI), karena dokter mengurusi kesehatan tentu mempunyai peraturan yang begitu ketat," jelas Endang.

Endang juga mempertanyakan bagaimana cara meningkatkan kompetensi. "Apakah ada uji kompetensi secara berkala?" tanyanya.

Dia menegaskan, masih kuatnya unsur like-dislike pada peran penyidik, hakim, para penegak hukum karenanya memerlukan formula yang pas dan sangat kuat dalam menjalankan kepentingan pelayanan hukum.

Sebelumnya, Baleg telah menggelar RDPU dengan mengundang Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin).

BACA JUGA: