JAKARTA, GRESNEWS.COM – Persidangan kasus dugaan suap yang menjerat Irman Gusman hampir mencapai titik akhir. Dalam persidangan kali ini, mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah itu membacakan nota pembelaan atau pledoi pribadinya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.

Di depan majelis, ia mengaku terkejut dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta majelis menghukum dirinya selama 7 tahun. Tuntutan tersebut dianggap tertalau tinggi dan sangat berat. Sebab perbuatan yang dilakukan yakni menerima uang Rp100 juta tidak sebanding dengan tuntutan tersebut.

"Apalagi, dalam Surat Tuntutan disebutkan pula beberapa Putusan Mahkamah Agung sebagai rujukan dalam menetapkan tinggi rendahnya tuntutan, yang mana duduk perkara dan substansi dari perkara-perkara yang dirujuk tersebut sangat berbeda dan tidak sepadan dengan perkara yang didakwakan kepada saya," kata Irman di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Irman mengatakan, keterlibatannya dalam urusan distribusi gula yang menjadi pokok perkara ini karena dirinya ingin melaksanakan kewajiban selaku anggota DPD yang mewakili daerah Sumatera Barat. Salah satunya menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat daerah pemilihan untuk menurunkan serta menstabilkan harga gula hingga mencapai harga patokan yang ditetapkan pemerintah.

"Dalam hampir setiap kunjungan saya ke berbagai daerah selaku anggota maupun pimpinan DPD, saya selalu menyempatkan diri mengunjungi pasar atau pusat-pusat kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan hajat hidup dan kebutuhan pokok masyarakat," pungkasnya.

Hal itu, kata Irman dilakukan, karena seringkali terjadi gejolak harga berbagai kebutuhan pokok di negara ini yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti karena perbedaan geografis, sarana dan prasarana transportasi, atau ketika ada momentum tertentu seperti lebaran dan tahun baru di mana permintaan melonjak sedangkan pasokan terbatas.

Adanya disparitas atau perbedaan sering menyebabkan harga bahan kebutuhan pokok, termasuk gula, berbeda jauh antara satu daerah dengan daerah lain. Kenyataan itu pulalah yang ia temukan ketika berkunjung ke Sumatera Barat, daerah pemilihannya menjelang Lebaran bulan Juli 2016 yang lalu.

Harga eceran tertinggi (HET) gula yang dipatok pemerintah Rp14 ribu per kilogram, ternyata sudah melonjak mencapai Rp16 ribu hingga Rp17 ribu per kilogram. Kondisi ini ditemui ketika meninjau Pasar Raya Padang bersama Wakil Gubernur Sumatera Barat Bapak Nasrul Abit dan Walikota Padang Bapak Mahyeldi Ansharullah pada akhir Juni 2016.

Keadaan tersebut masih berlanjut hingga saat dan setelah lebaran. Bahkan, di saat kedatangan Memi ke kediamannya pada tanggal 21 Juli 2016, harga gula juga masih tinggi di Sumatera Barat. Menurut Memi ketika itu, salah satu cara untuk menurunkan dan menstabilkan harga gula adalah dengan menambah pasokan dan melancarkan distribusi.

"Beberapa waktu sebelumnya, Sdri. Memi yang sudah saya kenal sebelumnya, telah mengajukan permohonan pembelian gula ke Perum Bulog Divre Sumatera Barat untuk menambah pasokan ke Sumatera Barat," tutur Irman.

USULKAN PERUSAHAAN MEMI KE BULOG - Irman sendiri mengakui, dirinya memang menghubungi Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti agar menambah pasokan gula ke Sumatera Barat. Menurut Irman, hal tersebut merupakan tugas Bulog agar sebagai stabilisator harga dan menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok sesuai Keppres No.48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.

"Saya mengusulkan kepada Direktur Utama Bulog dapat memakai perusahaan Saudari Memi kalau sesuai dan memenuhi persyaratan di Perum Bulog," ujar Irman.

Meskipun begitu, ia mengaku tidak ada niat untuk menekan Djarot untuk meloloskan perusahaan Memi seperti dalam pembicaraan telepon hasil sadapan KPK yang pernah diungkap dalam persidangan. Dalam pembicaraan tertanggal 22 Juli 2016 tersebut, Irman berinisiatif menghubungi Djarot dan meminta ada supply gula impor ke Padang.

Berikut percakapan telepon yang diungkap Jaksa ketika itu;

Irman : "Ada permintaan dari Sumbar. Itu kan stabilitas gulanya belum pas sekali. Kalau bisa Pak Djarot supply kesana ya,"

"Asal Pak Djarot bina saja, namanya Bu Memi, sebetulnya teman lama itu. Pak Gubernur dukung, semua dukung, Sekjen Perdagangan dukung,"

Djarot : "Siap pak,"

Irman : "Jadi kalau bisa Pak Djarot bina tuh. Nanti saya kasih namanya Bu Memi, nanti saya kasih nomernya Pak Djarot,"

Djarot : "Siap Pak."

TUNTUTAN TINGGI - Jaksa Penuntut Umum KPK pada persidangan pekan lalu meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Irman Gusman selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan. Selain itu, jaksa juga meminta agar hak politik Irman dicabut karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya.

"Menuntut agar majelis hakim supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Irman Gusman terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (1/2).

Dalam surat dakwaan pertama Irman diduga melanggar Pasal 12 huruf b No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain tuntutan pidana penjara, jaksa juga meminta pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Irman.

"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa Irman Gusman berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah terdakwa Irman Gusman selesai menjalani pidana pokoknya," tambah Arif.

Tujuan pencabutan hak politik itu menurut jaksa untuk melindungi publik dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari calon pemimpin yaitu kemungkinan publik salah pilih kembali. Sebab saat melakukan tindak pidana ini Irman merupakan perwakilan masyarkat sebagai Ketua DPD RI yang dipilih secara langsung oleh masyarakat Sumatera Barat.

Kedudukan Irman sebagai ketua DPD, menurut jaksa, adalah jabatan strategis dalam sistem politik Indonesia, maka perbuatan terdakwa bukan saja menciderai tatanan demokrasi yang sedang dibangun tapi juga semakin memperbesar public distrust atau ketidakpercayaan publik kepada lembaga negara yang terhormat.

BACA JUGA: