JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus suap yang menjerat Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama (Inhuker) Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Eko Susilo Hadi menjadi pintu masuk membongkar dugaan korupsi lainnya. Eko Susilo yang juga jaksa itu diminta untuk membongkar kasus-kasus lainnya. Eko didorong untuk menjadi justice collaborator (JC).
 
"Saya pikir tidak ada salahnya jaksa itu menjadi justice collaborator agar kasusnya terungkap seperti apa," kata Jaksa Agung H Muhammad Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (16/12).
 
Dorongan menjadi JC dalam kasus ini untuk mengungkap pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Empat tahun ditugaskan di Bakamla, Eko diduga mengetahui banyak kasus-kasus lainya.
 
Prasetyo mengaku telah berkoordinasi dengan KPK untuk menindaklanjuti kasus OTT yang melibatkan Eko. Kejaksaan Agung mendorong KPK membongkar kasus korupsi di Bakamla hingga ke akarnya. Karena dengan Eko jadi JC, untuk mengungkapnya akan lebih mudah.
 
"Oh iya [dukung], supaya terungkap semuanya, kenapa tidak kalau emang ada yang lain bersama-sama melakukan dan hanya dia yang kebetulan tertangkap tangan," tandas Jaksa Agung.
 
Diketahui Eko Susilo Hadi empat tahun bertugas di Bakamla. Eko diketahui adalah mantan Plt Sekretaris utama (sestama). Eko baru saja meninggalkan jabatan Plt Sestama pada 10 Desember lalu. Eko terakhir menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK pada 10 Oktober 2002 saat masih menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
 
Jaksa Eko yang bertugas di Bakamla, menjadi tersangka oleh KPK karena tertangkap tangan menerima suap Rp2 miliar dari Rp15 miliar yang dijanjikan atas pengadaan satelit pemantau atau monitoring di Bakamla tahun anggaran 2016 senilai Rp200 miliar.
 
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan empat orang tersangka, yakni Fahmi Darmawansyah selaku Direktur Utama PT PT Melati Technofo Indonesia (MTI), dan dua anah buahnya yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Eko Susilo Hadi selaku Deputi Informasi‎ Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla.
 
Sementara itu Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan, kasus suap di Bakamla merupakan puncak gunung es. Berarti, kata Siswanto, masih banyak kasus yang belum terungkap oleh KPK soal praktik pengadaan yang dilakukan oleh Bakamla RI selama ini. 
 
Siswanto sendiri mencium kejanggalam dalam tugas dan fungsi (Tupoksi) Bakamla yang seharusnya tidak bersentuhan dengan masalah tender dan proyek pengadaan. "Saya kira soal tender-tender proyek pengadaan di Bakamla itu terlalu ambisius. Dan itu pun belum diatur siapa seharusnya yang menjadi leading agency misalnya untuk maritime surveillance," kata Siswanto dihubungi Gresnews.com, Jumat (16/12).
 
Belum diatur hal tersebut dalam perundang-undangan membuatnya rawan terjadinya korupsi. Pakar maritim ini malah menduga praktik menyimpang ini sudah berlangsung lama. Ia meminta pemerintah untuk bertindak cepat memperbaiki regulasi tentang keberadaan Bakamla.
 
UNGKAP PIHAK LAIN - KPK mengatakan tak akan berhenti menelusuri jejaring korupsi di Bakamla. Termasuk keterlibatan oknum TNI. KPK sendiri telah berkoordinasi dengan Puspom TNI.
 
Saat ini kepengurusan Bakamla pun didominasi institusi militer terutama Angkatan Laut (AL). Jabatan Ketua Bakamla diemban Laksamana Madya TNI Arie Sudewo, Sekretaris Utama (Sestama) Laksamana Madya TNI Agus Setiadji, Deputi Bidang Kebijakan Strategis Laksamana Pertama TNI Satria F, Deputi Bidang Operasi dan Latihan Laksamana Pertama TNI Wuspo Lukito. Hanya jabatan Deputi Bidang Hukum, Informasi, dan Kerjasama yang dijabat oleh sipil dalam hal ini Eko Susilo Hadi.
 
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan tidak menutup kemungkinan kasus ini melibatkan oknum TNI. Menurut Syarif, pihaknya juga masih aktif berkoordinasi dengan TNI termasuk jika ada oknum militer yang diduga terlibat perkara ini.
BACA JUGA: