JAKARTA, GRESNEWS.COM – Sejumlah tersangka kasus korupsi tidak terima begitu saja dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka melakukan upaya perlawanan dengan menempuh jalur praperadilan yang hampir keseluruhannya dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kali ini, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam melakukan hal yang sama.

Nur Alam menganggap ada berbagai kejanggalan pada proses penyelidikan hingga dirinya ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi dalam berbagai pemberian izin pertambangan yang berada di wilayahnya. Kuasa hukum Nur Alam Maqdir Ismail mengatakan, alasan praperadilan berkenaan dengan penerbitan IUP yang dipersangkakan oleh KPK telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor ini pernah digugat oleh PT Prima Nusa Sentosa di Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam putusannya Mahkamah Agung memutuskan, penerbitan IUP tersebut sesuai dengan kewenangan dan prosedur dalam penerbitan IUP. Berdasarkan ketentuan Pasal 37 huruf b Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, penerbitan IUP adalah kewenangan gubernur.

Alasan berikutnya, pihak Nur Alam keberatan karena KPK belum menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Padahal menurut Maqdir, sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK sudah harus mengantongi angka kerugian keuangan negara. Selain itu, kasus ini juga pernah diselidiki Kejaksaan Agung, sehingga menurutnya KPK tidak berwenang untuk ikut menangani.

Kejagung memang pernah menyelidiki kasus ini setelah mendapatkan data dari PPATK. Namun, Kejagung saat itu menyatakan tidak ada tindak pidana yang dilakukan Nur Alam. KPK pun lalu memulai penyelidikan selama beberapa waktu hingga akhirnya ditemukan dua alat bukti yang kuat untuk menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Namun hal itu dianggap salah oleh Maqdir.

"KPK melakukan penyelidikan perkara yang sama dengan perkara yang sedang diselidiki oleh Kejaksaan Agung RI berdasarkan surat perintah penyelidikan tanggal 15 Januari 2013, sehingga terjadi duplikasi penyelidikan. Ini adalah pelanggaran terhadap UU KPK dan MOU KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penyelidik KPK," kata Maqdir beberapa waktu lalu.

Maqdir juga mempermasalahkan KPK yang belum pernah memeriksa Nur Alam selama proses penyelidikan. Padahal, KPK sudah beberapa kali memanggil Nur Alam untuk diperiksa dalam proses penyelidikan, namun Gubernur Sultra itu tidak pernah memenuhi panggilan.

Terkait praperadilan ini, ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir berpendapat, KPK seharusnya menunda proses penyidikan kepada para tersangka korupsi yang mengajukan praperadilan. Dan hal itu kata Muzakir telah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Etikanya, yang sudah diatur dalam KUHAP pada saat digugat praperadilan, berhentilah semua kegiatan hukum kasusnya, sampai pada praperadilan itu selesai," kata Muzakir kepada wartawan, Sabtu (1/10) kemarin.

Sidang praperadilan Nur Alam sendiri akan digelar pada Selasa (4/10) mendatang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK, kata Muzakir seharusnya menghormati hal tersebut dengan menunda sampai adanya putusan hakim dalam permohonan itu. "Jadi tidak boleh kemudian, praperadilan sedang berlangsung, tersangkanya diperiksa. Karena praperadilan itu menguji wewenang sampai pada saat praperadilan itu diajukan," pungkasnya.

KPK TETAP LANJUTKAN PENYIDIKAN - Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan, praperadilan yang dilakukan Nur Alam tidak akan menghalangi langkah penyidik melakukan proses hukum. KPK tetap akan melakukan penyidikan seperti memeriksa para saksi yang dibutuhkan keterangannya.

Priharsa juga menganggap, proses penyidikan yang dilakukan pada saat praperadilan sama sekali tidak melanggar aturan. "Enggak dong. Enggak ada aturan itu. Bahkan setelah ada JR (Judicial Review) dari MK," terangnya saat dikonfirmasi gresnews.com, Minggu (2/10).

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo juga telah menegaskan akan menghadapi praperadilan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Pihak KPK yakin penetapan tersangka yang dilakukan telah memenuhi standar operasi. "Ya kita hadapi. Masa kita lari," ujar Agus.

KPK sendiri terus melakukan penyidikan terkait kasus ini. Jumat (30/9) kemarin, penyidik KPK melakukan pemeriksaan kembali Direktur Utama PT Anugrah Harisma Barakah (AHM) Ahmad Nursiwan. Nursiwan diketahui sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi atas tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Selain Nursiwan, KPK juga memeriksa Gino Velentino Budiman Riswantyo dari swasta sebagai saksi atas Nur Alam juga.

KPK menyebut PT AHM ialah perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra. Tambang di Bombana merupakan milik perusahaan PT Billy Indonesia. Selain itu PT Billy Indonesia juga memiliki tambang di Konawe Selatan.

SK yang diterbitkan Nur Alam disebut menyalahi aturan yaitu SK Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT AHB. Hasil tambang PT Billy Indonesia tersebut dibeli oleh Richcorp International, yang diduga mengirim uang sebesar US$4,5 juta kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra.

Pakar hukum pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji mendukung langkah KPK yang terus melakukan penyidikan terhadap Nur Alam. Dia mengatakan, praperadilan sejatinya hanya memutuskan sah-tidaknya upaya paksa yang dilakukan penegak hukum dalam suatu peristiwa pidana. Dengan demikian, apapun putusan praperadilan tidak bisa menghentikan proses penyidikan.

"Lagi pula putusan MK sudah tegas jelas bahwa penegak hukum tetap dapat lakukan penyidikan ulang sesuai asas keadilan dan ketertiban hukum," ujar Indriyanto kepada gresnews.com.

Salah satu contohnya adalah kasus Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Ia menjadi tersangka dalam kasus korupsi PDAM Makassar yang memenangkan praperadilan. KPK, kata Indriyanto tetap melaksanakan putusan hakim termasuk mengembalikan seluruh barang sitaan sesuai permintaan pengadilan.

Tetapi setelah itu, KPK kembali membuka penyidikan baru dengan meneken Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk Ilham Arief. Dan tak lama kemudian, tim penyidik langsung melimpahkan berkas penyidikan kepada tim penuntut umum. Indriyanto memang sangat paham perkara ini karena ia merupakan salah satu pimpinan KPK kala itu.

Oleh karena itu, proses penyidikan yang dilakukan sama sekali tidak bertentangan dengan hukum acara. "Ooh sangat tidak masalah dan tidak ada pelanggaran hukum acara pidana," tuturnya. (dtc)

BACA JUGA: