JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perlawanan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dalam penerbitan izin tambang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal I Wayan Karya yang menyidang gugatan praperadilan Nur Alam menolak permohonan Nur Alam tersebut.

"Memutuskan menolak semua eksepsi termohon, menolak semua permohonan pemohon serta membebankan biaya perkara kepada pemohon sebesar nihil," kata I Wayan Karya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (12/10).

Dalam pertimbangan hukumnya, I Wayan Karya menyatakan, penetapan Nur Alam sebagai tersangka oleh KPK sah secara hukum. Dia merujuk kepada Pasal 39 UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam penetapan Nur Alam sebagai tersangka, KPK telah mendasarkan pada dua bukti permulaan yang cukup. Dengan begitu, dalil pemohon yang menyatakan tidak sahnya penetapan tersangka terhadap Nur Alam karena penyelidik dan penyidik yang tak sah tidak dapat diterima.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 15 Agustus 2016. Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menerbitkan surat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di dua Kabupaten di Sulewesi Tenggara.

Nur Alam dijerat KPK dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Hakim tunggal I Wayan Karya juga dalam pertimbangan hukumnya mengungkapkan soal dalil pemohon yang menganggap status Novel Baswedan sebagai penyidik di KPK. Menurut pemohon status Novel Baswedan sebagai penyidik di KPK tidak sah. Pasalnya Novel telah berhenti dari kepolisian sementara penyidik di KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan.

Terkait status Novel, hakim I Wayan Karya menyatakan kedudukan Novel sah sebagai penyidik di KPK. Novel telah berhenti dari kepolisian lalu memilih menjadi pegawai tetap di lembaga antirasuah itu. "Novel Baswedan telah berhenti dengan tetap dari kepolisian. Sekalipun diberhentikan dari instansi kepolisian, sepanjang diangkat oleh termohon maka Novel Baswedan selaku penyidik sah menurut hukum," kata hakim tunggal.

Penetapan tersangka kepada Nur Alam sah karena penyidik di KPK telah memenuhi perundang-undangan yang berlaku. "Berdasarkan Pasal 39 Ayat (3) UU KPK, penyidikan sah sesuai perundang-undangan berlaku. KPK diberi kewenangan mengangkat penyelidik dan penyidik di KPK," katanya.

HORMATI KEPUTUSAN HAKIM - Kuasa hukum Nur Alam, Maqdir Ismail mengaku kecewa atas putusan hakim PN Jakarta Selatan terkait kasus kliennya Nur Alam. Maqdir berpendapat, hakim tidak mempertimbangkan dalilnya terkait kualitas dua alat bukti permulaan yang cukup saat menetapkan Nur Alam sebagai tersangka.

Maqdir masih menyangsikan kualitas dua bukti permulaan yang cukup itu. Menurutnya, hakim juga tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka. Pasalnya KPK saat menetapkan Nur Alam tidak didasarkan bukti kerugian negara.

"Hakim hanya mengatakan secara kuantitatif ini ada dua bukti permulaan yang cukup, selesai," kata Maqdir Ismail saat diminta keterangannya usai persidangan di PN Jakarta Selatan.

Maqdir berpendapat, pasal yang disangkakan kepada Nur Alam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3. Pasal itu, imbuh Maqdir, tidak berdiri sendiri namun perlu dibuktikan dengan adanya kerugian keuangan negara akibat tindakan pidana. Ketika tidak ada kerugian keuangan negara, meskipun terdapat perbuatan melawan hukum, artinya itu tidak bisa orang dikenakan pasal tersebut.

"Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3, maka itu yang saya katakan secara kualititatif itu tidak dipertimbangkan oleh hakim. Artinya dua-duanya itu harus ada," ujarnya.

Namun demikian, Maqdir menghormati keputusan hakim yang telah menolak permohonannya. Keputusan hakim praperadilan merupakan putusan yang tidak bisa dilakukan upaya hukum lagi terkait putusan itu. "Sudah jelas permohonan kami tidak diterima oleh hakim. Tapi sekali lagi hakim sudah memutuskan ya kita hormati," tukas Maqdir.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Setiadi, mengapresiasi putusan hakim I Wayan Karya. Keputusan hakim menurut Setiadi menegaskan langkah penyelidikan dan penyidikan oleh KPK terhadap Nur Alam memiliki dasar hukum yang kuat.

Terkait soal status penyidik, hakim menggunakan Pasal 39 UU KPK bahwa KPK memiliki wewenang untuk mengangkat penyelidik dan penyidik diluar Kepolisian dan Kejaksaan. Hakim mengacu kepada Pasal 39 UU KPK yang menurut Setiadi adalah undang-undang yang khusus mengatur soal penyelidik dan penyidik.

"Pertimbangan hukum sudah jelas, apa yang didalilkan pemohon tidak dibenarkan dan tidak diterima karena ketentuan dalam UU KPK Nomor 30 tahun 2002 adalah lex specialis dan merupakan penambah atau melengkapi apa yang ada di UU KUHAP," kata Setiadi.

Dia memastikan, setelah mendapat putusan praperadilan, KPK akan melanjutkan penyidikan terkait perkara yang menimpa Gubernur Sultra itu. Namun dia belum memastikan kapan proses kelanjutan penyidikan ini akan dimulai.

Saat ditanya apakah KPK akan melakukan penahanan terhadap Nur Alam, Setiadi tak menjawab pasti. "Kalau penahanan saya enggak tahu ya karena itu wilayah penyidik tergantung penyidik. Tapi prinsip saya adalah makin cepat makin baik supaya ada kepastian hukum," pungkas Setiadi.

BACA JUGA: