JAKARTA, GRESNWS.COM - Nur Alam yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 15 Agustus 2016 tak terima dan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dalam sidang perdana praperadilan antara Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) itu dan KPK di PN Jakarta Selatan, Selasa (4/10), kuasa hukum pemohon mempersoalkan penetapan tersangka Nur Alam yang dilakukan KPK secara tidak sah. Namun KPK menegaskan bahwa apa yang dilakukan penyidiknya telah sesuai dengan aturan.

Dalam permohonan yang diajukan pemohon menyatakan penetapan tersangka Nur Alam dalam kasus penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batal demi hukum. Pasalnya tidak terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemohon karena objek sengketa yang telah diputuskan melalui putusan kasasi di MA bahwa pemohon merupakan instansi yang berwenang menerbitkan izin tersebut. Pemohon juga beralasan bahwa proses penetapan tersangka tidak sah lantaran kasus tersebut sedang diselidiki oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

"Cacat hukum, bukan hanya penetapan tersangka mulai dari penyelidikannya tidak sah karena dilakukan bukan penyidik Polri," kata kuasa hukum Nur Alam, Maqdir Ismail di PN Jakarta Selatan Jalan Ampera Raya, Selasa (4/10).

Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang terkait penerbitan izin usaha tambang yang diberikan kepada PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Atas dugaan tersebut KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Nur Alam telah menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014.

Pihak kuasa hukum pemohon menilai pemohon ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada kerugian negara. Padahal ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengandung sifat komulatif yaitu adanya perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

"Tanpa adanya kerugian negara, maka tidak ada korupsi. Kerugian negara harus dapat dihitung dan pasti dan dilakukan oleh yang berwenang tidak terpenuhi," ujar salah satu kuasa hukum Nur Alam saat membacakan permohonan praperadilan. Dengan alasan demikian, kuasa hukum pemohon menyatakan penetapan tersangka terhadap kliennya tidak memiliki kekuatan hukum.

Maqdir Ismail saat diminta keterangannya usai persidangan menyatakan perkara yang menjerat Nur Alam tersebut juga tengah dilakukan penyelidikan di Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Maqdir menyayangkan langkah KPK karena melakukan penyelidikan pada perkara yang sama oleh instansi penegak hukum negara.

"Kedua ini penyelidikan dilakukan secara bersamaan dengan penyelidikan yang dilakukan kejaksaan agung, mestinya itu tidak boleh terjadi," ujar Maqdir.

PERSOALKAN PENYIDIK NOVEL BASWEDAN - Kuasa hukum pemohon juga menyoal posisi Novel Baswedan sebagi penyidik dalam perkara a quo. Menurut kuasa hukum pemohon seperti yang ditulis di dalam permohonannnya menyatakan, Novel Baswedan tidak layak menjadi penyidik di KPK lantaran status Novel juga merupakan terdakwa.

"Kemudian tentu penyidikannya kami anggap tidak sah apalagi salah satunya penyidik masih melakukan penyidikan ini adalah saudara Novel Baswedan," kata Maqdir. Novel sendiri merupakan ketua penyidik dalam perkara Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.

Pemohon menganggap posisi Novel Baswedan sebagai penyidik dianggap tak pantas melakukan penyidikan. Pasalnya, Novel sendiri merupakan terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet yang diputus di Pengadilan Negeri Bengkulu.

"Novel dalam perkara hasil putusan dari praperadilan di Bengkulu itu adalah seorang terdakwa, ini putusan pengadilan terlepas apa dan bagaimana kondisinya tapi yang pasti seperti itu," tegas Maqdir.

Maqdir menegaskan akan menghadirkan saksi dan ahli yang akan memberikan keterangan untuk memperkuat apa yang telah didalilkannya dalam persidangan. Dalam persidangan, Maqdir meminta kepada hakim untuk memberikan waktu yang proporsional bagi pemohon untuk membuktikan permohonannya.

Selain itu, Maqdir menyatakan penetapan tersangka terhadap Nur Alam juga tidak dilakukan pemanggilan terlebih dahulu. Menurut Maqdir, sebelum ditetapkan seseorang sebagai tersangka harus dipanggil untuk dimintai keterangannya.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi saat ditanya tentang status Novel sebagai penyidikan tak hanya menjawab diplomatis. Menurut Setiadi, KPK memiliki pertimbangan sendiri melibatkan Novel dalam penyelidikan perkara tersebut. Namun Setiadi masih enggan menjelaskan alasan KPK.

"Ya jadi begini. Yang bersangkutan kan diberikan tugas termasuk penyelidikan dan juga penyidkan. Karena Novel statusnya masih sebagai penyidik. Jadi apa yang dilakukannya itu tentu atas perintah dan sepengetahuan atasan, direktur penyidikan," kata Setiadi.

Setiadi juga membantah tudingan tak pernah melakukan pemanggilan terhadap Nur Alam sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Setiadi menyebut telah mengundang Nur Alam sebanyak empat kali ke KPK namun Nur Alam tak pernah hadir.

"Tidak hadir dengan alasan ada pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan pekerjaan penyelenggara negara. Tapi kami akan buktikan, pada saat pemanggilan itu yang bersangkutan ada dimana sedang apa kami punya semua itu," tukas Setiadi.

BACA JUGA: