JAKARTA, GRESNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus korupsi pemberian izin tambang Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. KPK berkeyakinan telah melalui prosedur yang berlaku dalam menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Salah satunya telah melakukan pemanggilan terhadap Nur Alam saat proses penyelidikan.

Seperti diketahui Nur Alam mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi. Salah satu alasannya, ia merasa belum pernah dipanggil pada proses penyelidikan seperti kewajiban yang diharuskan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pada saat proses penyelidikan pihaknya telah mencoba melakukan klarifikasi atas dugaan korupsi yang dilakukan Nur Alam. Namun, ia tidak pernah menghadiri undangan tersebut.

"Kita sudah panggil kok yang bersangkutan untuk klarifikasi, tapi kan gak pernah datang," kata Alexander kepada wartawan, Senin (3/10).

Menurut Alex, panggilan permintaan keterangan itu tidak hanya sekali dilakukan, tetapi tim penyidik telah melakukannya berkali-kali. Meskipun begitu, ia tidak pernah datang dengan alasan sibuk akan pekerjaannya.

Di sisi lain, KPK telah meminta keterangan berbagai pihak dan dari keterangan tersebut tim telah mempunyai bukti yang cukup kuat untuk menjerat Nur Alam. Keterangan itu juga didukung alat bukti lain berupa dokumen baik cetak maupun elektronik sehingga kasus ini dinaikkan ke tingkat penyidikan.

"Sudah berkali-kali kita panggil saat penyelidikan, tapi karena alasan kesibukan dan pekerjaan ya sudah, gak dateng, kan kita gak harus nunggu dia saat penyelidikan. Keterangan saksi yang lain, berdasar dokumen yang kita miliki, ternyata cukup kuat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka, kita naikkan ke penyidikan," tutur Alex.

Kemudian alasan lain praperadilan adalah belum adanya perhitungan kerugian keuangan negara. Mengenai hal ini, Alex tidak ambil pusing. Menurutnya KPK sudah mempunyai data berapa kerugian negara yang diakibatkan tindakan Nur Alam.

Tetapi, memang saat ini jumlah kerugian negara itu hanya belum dipaparkan kepada publik. "Ya jadi kalau BPKP itu dalam melakukan perhitungan kerugian negara ketika naik ke penyidikan. Secara simultan nanti kita juga sudah minta BPKP untuk melakukan audit kerugian negara," pungkasnya.

AKAL-AKALAN - Menanggapi kasus ini, Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar membenarkan bahwa penetapan tersangka setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Hal itu kata Fickar agar aparat penegak hukum bisa mengklarifikasi dugaan awal tindak pidana yang dilakukan.

Tetapi, jika calon tersangka itu tidak pernah memenuhi undangan permintaan keterangan pada saat proses penyelidikan, tentu ceritanya lain. Mereka bisa saja memang sengaja melakukan  itu sebagai dalih,  jika kelak ditetapkan tersangka bisa mengambil langkah hukum.

"Nah itu dia, bisa saja akal-akalan seperti itu. Kan nanti kalau ditetapkan (tersangka) dia punya alasan praperadilan," kata Fickar kepada gresnews.com.

Menurut Fickar, putusan MK ini memang menjadi dilema tersendiri. Di satu sisi penegak hukum harus memenuhi kewajiban tersebut pada proses penyelidikan, tetapi di sisi lain, mereka juga tidak bisa memaksa seseorang hadir dalam proses penyelidikan.

"Lidik itu kan kalau dipanggil undangan permintaan keterangan. Sifatnya undangan, boleh datang boleh tidak, beda dengan penyidikan bisa dipanggil paksa," tuturnya.

Mengenai kasus Nur Alam ini, Fickar berpendapat KPK mempunyai peluang besar memenangkan gugatan praperadilan. Alasannya karena KPK sudah menjalankan prosedur yang tepat dalam proses penyelidikan, termasuk mengundang Nur Alam untuk memberikan keterangan meskipun yang bersangkutan tidak menghadiri.

AJUKAN PRAPERADILAN - Kuasa Hukum Nur Alam Maqdir Ismail mengajukan telah gugatan praperadilan atas penetapan kliennya sebagai tersangka KPK. Sidang praperadilan itu rencananya akan digelar Selasa (4/10), besok di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Salah satu alasan mereka mengajukan gugatan, karena belum ada perhitungan kerugian negara oleh KPK. Padahal, kerugian keuangan negara menurut Maqdir, merupakan salah satu elemen pokok dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor sesuai  Putusan Mahkamah Konstitusi No.003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006.

"Bahwa dalam perkara ini, ketika Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 15 Agustus 2016 (saat keluarnya SprinDik), tidak ada perhitungan kerugian keuangan negara yang jumlahnya nyata dan pasti serta dilakukan oleh ahli yang berwenang menurut UU yakni BPK," tuturnya.

Alasan lainnya, Nur Alam belum pernah memberi keterangan dalam proses penyelidikan yang dilakukan KPK. Dalam Surat Permintaan Keterangan (SPK) yang diteken Direktur Penyelidikan (Dirlidik) Herry Mulyanto, juga terdapat ancaman yang ditujukan kepada kliennya.

"Surat ini adalah Surat Terakhir yang disampaikan KPK kepada Saudara terkait perihal yang sama. Apabila Saudara tidak dapat menghadiri kembali, kami akan melanjutkan proses penyelidikan tanpa keterangan/klarifikasi dari saudara," kata Maqdir mengutip SPK itu.

Maqdir menganggap, pernyataan tersebut adalah upaya paksa yang dilakukan tim penyelidik terhadap kliennya dan dianggap melanggar UU KPK. Sayangnya Maqdir tidak menjelaskan pasal berapa atau UU yang mana pelanggaran itu dilakukan.

"Buktinya  kurang dari sebulan kemudian, tepatnya tanggal 15 Agustus 2016, KPK  benar-benar mengakhiri proses penyelidikan tanpa ada keterangan dari Nur Alam. Bahkan proses perkara dilanjutkan ke tingkat penyidikan dengan mengeluarkan SprinDik 15 Agustus 2016 dan bahkan seketika itu pula menetapkan Nur Alam  sebagai tersangka," ujarnya.

BACA JUGA: