JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelontorkan anggaran penanggulangan bencana banjir yang tidak sedikit. Anggarannya meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2013 anggaran banjir sebesar Rp2 triliun lalu pada 2015 naik menjadi Rp2,7 triliun. Sayangnya anggaran tersebut banyak dipotong oknum pejabat Pemprov DKI.

´Sunat-menyunat´ anggaran banjir terungkap dalam penyidikan penyalahgunaan dana swakelola pada Suku Dinas Pekerjaan Umun Tata Air Jakarta Timur 2013-2014. Dari dana yang dialokasikan sebesar Rp92 miliar dari APBD, sebanyak 30 hingga 35 persen dipotong untuk jatah kepala suku dinas. Akibatnya negara rugi hingga Rp 21,7 miliar.

"Dalam pelaksanaannya ada potongan 30 hingga 35 persen untuk Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Timur dan sebagian lagi digunakan untuk kegiatan operasional Seksi Kecamatan dan pembuatan Surat Perintah Jalan (SPJ) fiktif," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Sabtu (1/10).

Pemotongan anggaran itu diungkap saksi. Mereka adalah Rusyiati sebagai Kasi Kecamatan Pasar Rebo. Moh. Sidik selaku Kasi Kecamatan Duren Sawit, Herwan selaku Kasi Kecamatan Kramat Jati, Slamet Riyadi selaku Kasi Kecamatan Pasar Rebo, Aam Amarullah selaku Kasi Kecamatan Cipayung dan Supadi selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) pada Sudin PU Tata Air Jakarta Timur Tahun 2013.

Saksi Supadi BPP mengaku, pemotongan sebesar 30 hingga 35 persen per anggaran setiap Surat Perintah Tugas (SPT), pembuatan Surat Perintah Jalan (SPJ) fiktif, dan penggunaan bendera perusahaan rekanan jasa angkutan dan material untuk mendapatkan komisi (fee).

Diketahui dalam kasus ini, tiga mantan Kasudin PU Tata Air Jakarta Timur telah ditetapkan tersangka dan ditahan penyidik. Mereka adalah mantan Kasudin PU Tata Air Jakarta Timur periode Januari-Juni 2013 Suhartono. Lalu Henri Dunant, mantan Kasudin PU Tata Air Jakarta Timur periode Juli-Desember 2014. Dan terakhir mantan Kasudin PU Tata Air Jakarta Timur periode Juli 2013-Juli 2014 Jati Waluyo.

Tak hanya itu, pemotongan anggaran banjir ini juga dinikmati 10 tersangka lain. Mereka adalah ZMS (mantan Kepala Seksi Tata Air Kecamatan Ciracas Jaktim), W (Kepala Seksi Perencanaan Bidang Sungai dan Pantai Aliran Timur/mantan Kasie Perencanaan Suku Dinas PU Tata Air Jaktim), dan IS (mantan Kasie Tata Air pada Kecamatan Cipayung dan Plh Kecamatan Pasar Rebo).

Lalu SS, matan Kasie Kecamatan Jatinegara periode Januari 2013-2014, S (mantan Kasie Kecamatan Matraman Jaktim), E (mantan Kasie Kecamatan Pulogadung), dan S (mantan Kasie Pemeliharaan periode Januari 2013-14 April 2014).

Selanjutnya HT (Kasie Konservasi Sudin Tata Air Jaktim), Z (mantan Kasie Tata Air pada Kecamatan Makassar tahun 2013-2014), dan AD (mantan Kasubbag Tata Usaha Sudin Tata Air Jaktim periode Januari 2013 sampai April 2014.

USUT TUNTAS - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah sebelumnya mengatakan akan anggaran proyek banjir ini. Kasus serupa terjadi di semua wilayah di DKI Jakarta.

"Kita usut tuntas, Barat, Timur dan Selatan kan sudah kami sidik," kata Armin di Kejaksaan Agung, Jumat (2/9).

Armin mengungkapkan dana swakelola banjir oleh para tersangka dipotong untuk kepentingan pribadi. Bahkan untuk menutupi praktik korupsinya, anggaran yang dipotong dibagi-bagikan kepada banyak pihak. Kasus serupa terjadi di Jakarta Barat bahkan tersangkanya mencapai 14 orang.

Saat kasus korupsi dana banjir ini terungkap pada 2015 lalu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, memuji langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan tiga orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Provinsi DKI sebagai tersangka.

Mereka adalah Pamudji, selaku Kepala Suku Dinas Bina Marga Kota Administrasi Jakarta Pusat, yang juga mantan Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat periode Agustus 2013 sampai Desember 2013. Lalu Wagiman selaku Kepala Bidang Sistim Aliran Barat Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta dan Monang Ritonga selaku Kepala Bidang Sungai dan Pantai Sistim Aliran Timur Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta.

Bahkan Ahok, meminta Kejagung segera melakukan penahanan terhadap tiga orang yang diduga menjadi otak dari tindakan korupsi yang diketahui terjadi pada tahun anggaran 2013 itu.

"Supaya mereka kapok," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2015.

BACA JUGA: