JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan upaya pencegahan dengan mengirimkan surat pemohonan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas empat orang. Pertama, tentu saja Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang telah menjadi tersangka, kemudian Widdi Aswindi selaku Direktur PT Billy Indonesia, Emi Sukiati Lasimon selaku pemilik PT Billy Indonesia, dan Burhanudin selaku Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dari tiga nama selain Nur Alam, nama Widdi Aswindi dan Emi Sukiati Lasimon menarik perhatian. Mereka memang belum banyak dikenal publik tetapi sepak terjangnya di dunia politik cukup lumayan kondang. Widdi, misalnya, merupakan konsultan politik dan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Jaringan Suara Indonesia (JSI).

"Jika sewaktu-waktu keterangannya dibutuhkan penyidik, yang bersangkutan masih berada di Indonesia," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat ditanya mengenai alasan pencegahan kepada Nur Alam, Widdi, Emi Sukiati serta Burhanuddin di kantornya, Jumat (26/8).

JSI merupakan salah satu lembaga survei yang mengklaim pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memenangkan pemilihan presiden pada 2014 lalu. Tetapi pada kenyataannya hal itu tidak terbukti, pasangan tersebut kalah dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan persentase 46,85% dan 53,15%.

Sebelumnya pada 2011, Widdi juga melansir bahwa masyarakat lebih percaya kepada kepolisian daripada KPK dalam penegakan hukum. Korps Bhayangkara mendapat 58,2% dan lembaga pimpinan Agus Rahardjo (KPK) memperoleh 53,8%. Survei JSI itu dilakukan pada 10-15 Oktober 2011 melalui kuisioner kepada 1.200 responden dengan teknik multistage random sampling. Ambang kesalahan dalam survei lebih kurang 2,9%.

Di dunia pertambangan, Widdi diketahui merupakan salah satu direksi PT Wijaya Inti Nusantara (WIN). Perusahaan ini baru beroperasi di wilayah Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, pada awal 2010. Tetapi baru beberapa bulan beroperasi, perusahaan tersebut telah berhasil mengekspor ore nikel ke China.

Pengapalan perdana tanah ore nikel tersebut dilakukan Gubernur Sultra, Nur Alam, yang telah menjadi tersangka dalam perkara ini dengan menandai pelepasan sebuah kapal yang bermuatan sebanyak 56 ribu ton, di Bumi Wonua Kongga atau sekitar 85 kilometer arah selatan Kota Kendari.


MEMBIDIK PT BILLY INDONESIA - Selain menjadi direksi PT WIN, Widdi ternyata juga menjadi direktur di PT Billy Indonesia. Perusahaan ini juga bergerak dalam bidang yang sama, yaitu pertambangan, dengan salah satu fokus utamanya adalah nikel. Belum diketahui hubungan antara PT WIN dan Billy Indonesia, khususnya terkait perkara ini.

PT Billy Indonesia diduga memliki hubungan dengan perusahaan lain yang juga tersandung kasus ini, yaitu PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Perusahaan ini juga memiliki izin tambang di Bombana, tetapi izin tersebut terkesan dipaksakan karena mencaplok hak yang dimiliki PT Inco.

Menurut informasi yang diperoleh, berdasarkan akta pendirian perusahaan, PT Billy Indonesia berdiri pada 9 Desember 2009, sedangkan PT AHM berdiri pada 7 Agustus 2010. PT AHM diduga hanya sebagai perusahaan "bikinan" untuk membantu PT Billy Indonesia mendapatkan proyek tambang. Sebab, PT AHM diduga tidak memiliki izin mengerjakan pertambangan.

Dari informasi yang beredar, ada sejumlah uang yang mengalir kepada Gubernur Sultra Nur Alam sebagai imbalan atas jasanya mengamankan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik dua perusahaan itu yang jumlahnya jika dirupiahkan mencapai Rp60 miliar.

Penerimaan itu disalurkan melalui polis Asuransi AXA Mandiri. Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif membenarkan adanya kabar tersebut. "Itu sebagian yang kami dapatkan, akan dipelajari, ada yang sudah jadi mobil atau yang lain akan dijelaskan perkembangan kasusnya," kata Syarif, pada 23 Agustus lalu.

Dari penelusuran gresnews.com, PT Billy Indonesia memiliki izin dari SK Bupati Bombana No. 371 Tahun 2013 tentang IUP produksi nikel yang berlaku mulai 3 Agustus 2013 hingga 3 Agustus 2023. Alamat PT Billy yang tertera yaitu di Jl Muara Karang Blok L6 Selatan No.2 RT/RW 000/012 Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara/Jl. Pademangan IV Gg.27 RT/RW 006/001 Kelurahan Pademangan Timur, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.

DILAPORKAN JATAM - Dikonfirmasi terpisah, Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Ki Bagus Hadi Kusuma mengatakan adanya ketidakberesan IUP milik dua perusahaan itu yang diduga melibatkan Nur Alam memang sudah tercium sejak lama. Oleh karena itu pihaknya pernah melaporkan mereka ke KPK pada 2014 lalu.

"JATAM Sultra termasuk yang melaporkan ini ke KPK pada 2014, termasuk audit BPK yang menjabarkan tata kelola tambang di Bombana," kata Ki Bagus kepada gresnews.com, Minggu (28/8) malam.

Ki Bagus juga menyampaikan Penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur alam, sebagai tersangka dalam kasus suap PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) harus menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mulai serius menyasar korporasi pertambangan sebagai pelaku tindak pidana korupsi.

"Pemberantasan korupsi sektor pertambangan yang dilakukan oleh KPK selama ini baru menyasar pelaku dari pejabat publiknya. Untuk korporasinya, yang didorong KPK masih sebatas sanksi administratif," tuturnya.

Korupsi yang diduga dilakukan oleh Nur Alam sebenarnya sudah pernah ditangani Kejaksaan Agung berdasarkan Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transakasi Keuangan (PPATK). Nur Alam dilaporkan menerima US$4,5 juta dari perusahaan Rich Corp terkait perizinan tambang PT Billy Indonesia.

PT Billy Indonesia beroperasi di Bombana dan Konawe Selatan. Konsesi tambang nikel dan aspal dari dua perusahaan yang dimiliki Chen Linze ini seluas 8.556 hektare. Kedua perusahaan ini terafiliasi dengan perusahaan tambang asal Hongkong, Rich Corp International Ltd.

Ki Bagus berharap kasus suap yang dilakukan oleh Nur Alam harusnya menjadi pintu masuk KPK untuk penyelamatan lingkungan hidup dan keuangan negara dan tidak cukup hanya dengan sanksi administratif. "Temuan dalam korupsi minerba sudah seharusnya cukup sebagai modal awal untuk membongkar kejahatan korporasi dalam pengelolaan sumber daya alam," pungkasnya.

BACA JUGA: