JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan di Riau dipersoalkan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Komisi III bahkan berniat membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penerbitan SP3 Pembakar Lahan, untuk membongkar ada apa di balik penghentian perkara tersebut.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, mengatakan anggota Komisi sempat kaget dengan keputusan Kapolda Riau menghentikan penyidikan kasus pembakaran hutan. Bahkan dalam pertemuan antara Komisi III DPR dengan Kapolda Riau Selasa (02/8) kemarin, para anggota Komisi III mempertanyakan alasan Polda Riau mengeluarkan SP3 kasus yang terjadi pada 2015 lalu.

Padahal dampak kebakaran lahan di Riau itu sangat luas, timbul kabut asap yang mengganggu aktivitas dan perekonomian masyarakat. Bahkan berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2015, kebakaran hutan dan lahan itu telah menimbulkan kerugian materiil sebesar Rp20 triliun. Serta negara harus menggelontorkan dana menanggulangi bencana tersebut hingga Rp500 miliar. Selain itu kasus ini juga tidak hanya menjadi perhatian nasional, namun juga menjadi isu internasional.
 
"Publik juga bertanya-tanya apa alasan Polda Riau mengeluarkan SP3, padahal kasus ini sudah membuat efek yang sangat besar hingga ke luar negeri. Publik pun menganggap Polda Riau gagal paham," ungkap Nasir seperti dikutip dpr.go.id.
 
Tindakan janggal Polda Riau ini, mendorong Komisi III berniat membentuk Pansus Penerbitan SP3 Pembakaran Lahan. "Jika Polda Riau tidak bisa menjelaskan secara rinci proses diterbitkan SP3, kami minta ini harus diseriusi Mabes Polri. Sanksinya tidak cukup hanya mencopot, tapi kalau terbukti ada konspirasi atas penerbitan itu harus dihukum dan DPR akan membentuk Pansus," tandasnya.
 
Sementara anggota Komisi III lainnya, Masinton Pasaribu. mengatakan akan membawa kasus penerbitan SP3 ini dalam rapat kerja dengan Kapolri.

Ke-15  perusahaan yang perkaranya di-SP3 itu, diantaranya PT Bina Duta Laksamana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya. Kemudian PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber.  Lalu PT Sumatera Riang Lestari dan PT Bukit Raya Pelalawan. Juga PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam , PT Rimba Lazuardi dan PT PAN United. Selanjutnya juga ada perusahaan pemasok pulp dan paper, yakni PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari dan PT Riau Jaya Utama.


SP3 DIKRITIK - Penerbitan SP3 itu sebelumnya  juga dikritik sejumlah lembaga. Koordinator organisasi lingkungan Riau Jikalahari, Woro Supartinah, misalnya, menilai langkah Polda Riau itu sangat disayangkan. Bahkan ia meminta Kapolri Tito Karnavian mengevaluasi kinerja Kapolda Riau, di bawah kepemimpinan Brigjen Suprianto. Sebab langkah Polda Riau itu bertentangan dengan perintah Presiden Jokowi agar kasus kebakaran hutan diproses.

Apalagi kasus kebakaran lahan tahun 2015 itu banyak menimbulkan korban. Diketahui sejumlah warga Riau meninggal dunia karena menghirup racun kabut asap mencapai mencapai 19 orang dan 529.527 orang terserang penyakit lSPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

Kritik yang sama juga dilontarkan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). Advokat PBHI Irfan Fahmi menyebut  keputusan Kapolda Riau Brigadir Jenderal Polisi Supriyanto menghentikan pengusutan 15 perusahaan diduga pembakar lahan dinilai bentuk ketidakprofesionalan kerja polisi. Apalagi diketahui penghentian itu didasarkan atas alasan locus peristiwa pembakaran hutan yang menurutnya dalam status sengketa lahan.

PRESIDEN PERINTAHKAN KAJI ULANG - Sebelumnya, menyikapi putusan Polda Riau, Presiden Joko Widodo telah meminta Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengkaji ulang SP3 terhadap 15 perusahaan tersangka hutan dan lahan. "SP3 kan masih bisa dibuka kembali kalau ada novum baru. Nah, ini yang kita minta Kapolri evaluasi SP3 itu," kata Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, akhir Juli lalu.

Menurut Teten kasus penghentian penyidikan perusahaan pembakaran hutan sempat mengejutkan presiden. Sebab sebelumnya presiden telah memiliki perhatian yang besar terhadap penanganan kasus ini. Sehingga ia meminta dilakukan pertemuan dengan Kapolri dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Sementara dalam kesempatan terpisah Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengungkapkan setidaknya ada tiga alasan mengapa kasus 15 perusahaan tersebut di-SP3. Pertama karena lokasi yang terbakar bukan lagi area perusahaan karena sudah dilepas, kedua ada sengketa di atas lahan yang terbakar dan lahannya bukan milik perusahaan, ketiga di lokasi terbakar, perusahaan sudah berupaya melakukan pemadaman dengan fasilitas sarana pemadaman yang sudah diteliti.

Menurut Ari Dono, berdasarkan keterangan ahli tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian. Ari Dono mengatakan Bareskrim sendiri hingga saat ini masih mendalami proses pemberian SP3 tersebut. Bareskrim akan meneliti lebih dalam keputusan penerbitan SP3. Kendati ia menjamin proses keluarnya SP3 telah melalui proses penyelidikan dan penyidikan.

Seperti diketahui pada Juli 2015 telah terjadi kebakaran lahan hebat di Riau pada Juli. Pada awalnya polisi menyebut kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan beserta 25 orang  diantaranya sebagai tersangka. Namun belakangan pada Januari 2015, atau tiga bulan setelah proses penyelidikan polisi justru menerbitkan SP3 terhadap 15 perusahaan tersebut.  

BACA JUGA: