JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Kesehatan telah membuka data ke-14 rumah sakit yang kedapatan menggunakan vaksin palsu untuk melakukan vaksinasi kepada anak-anak. Dari hasil investigasi yang dilakukan pihak Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, juga terungkap beberapa fakta baru diantaranya adalah adanya kemungkinan ke-14 rumah sakit tersebut menggunakan vaksin palsu secara sadar alias mereka sudah tahu vaksin yang digunakan adalah palsu.

Hal tersebut diungkapkan Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono dalam Rapat Dengar Pendapat antara komisi IX DPR dengan Kementerian kesehatan, Bareskrim Polri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan lembaga terkait lainnya. Ari Dono menyatakan, patut diduga pihak rumah sakit sengaja dan mengetahui vaksin yang digunakannya adalah vaksin impor yang dipalsukan.

Hal itu, kata Ari Dono, diketahui dari hasil pemeriksaan terhadap beberapa tersangka yang berprofesi sebagai bidan dan Dokter. "Semua yang dipalsukan adalah vaksin mahal atau impor yang di dalam negeri pun belum ada," ujar Ari di gedung DPR, Kamis (14/7).

Meski begitu, kata Ari, pihak penyidik masih belum bisa menyimpulkan apakah kesengajaan macam ini dilakukan seluruh rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan yang kedapatan menggunakan vaksun palsu. Bareskrim saat ini masih terus melakukan pengembangan penyidikan dan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kejaksaan Agung.

Menurut Ari Dono, tersangka yang telah ditangkap masih diperiksa untuk menemukan fakta-fakta baru. "Nanti ada keterangan dari tersangka lain dan kita akan kembangkan lagi dijual kemana," ujarnya.

Dari 20 tersangka, 16 telah ditahan sedangkan sisanya tidak ditahan karena keempat tersangka tersebut adalah para ibu yang memiliki anak kecil. Ari yakin keempat tersangka yang tak ditahan itu tidak akan melarikan diri. Sebagian besar tersangka bekerja atau pernah bekerja di bidang farmasi ataupun bidang kesehatan. Bahkan beberapa diantaranya memiliki apotek pribadi.

Ari melanjutkan, ke-20 tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 197 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun status para tersangka itu dibedakan berdasarkan peran masing-masing. Enam tersangka berstatus sebagai produsen, lima tersangka sebagai distributor, tiga tersangka sebagai penjual, dua tersangka sebagai pengumpul botol bekas, dua tersangka sebagai dokter, satu tersangka pencetak label bungkus vaksin palsu dan satu tersangka sebagai bidan.

Selain UU Kesehatan, para tersangka juga akan dikenakan pasal UU Perlindungan Konsumen, pasal pidana pemalsuan (KUHP), dan juga tindak pidana pencucian uang. Pasal TPPU akan dikenakan kepada para tersangka yang terbukti mencuci uang hasil kejahatan. Salah satunya sudah dikenakan bagi dua tersangka suami-isteri.

"UU TPPU sudah pasti kita terapkan. Sekarang sudah kita tracking uang itu dia simpan dimana, dia sembunyikan ke mana. Termasuk bukan hanya dia dan keluarganya," terang Ari.

"Kalau pelaku dengan secara sengaja aliran dananya disembunyikan orang lain, dia pun harus bertangungjawab bukan yang hanya melakukan pemalsaun saja. Kalau dia simpan di tempat adiknya dan adknya tahu itu hasil dari tindak pidana, disembunyikan seolah uang dia, patut diduga dia hars mempertanggjawbkan juga di situ," paparnya.

Dari perkembangan penangan perkara, peredaran dan penggunaan vaksin palsu ini dipicu oleh adanya kelangkaan beberapa jenis vaksin tertentu yang tidak masuk dalam program pemerintah. Dari 14 rumah sakit yang kedapatan menggunakan vaksin palsu, polisi juga mendapatkan bukti beberapa modus pembelian, salah satunya, ada direktur rumah sakit yang mendapatkan penawaran vaksin palsu secara langsung melalui email, atau penawaran melalui bagian pengadaan barang dan disetujui pihak direktur RS.

Berikut daftar nama dan modus operandi ke-14 RS pelanggan vaksin palsu:

No

Nama Rumah Sakit

Nama Sales

Modus Operandi

1

Dr Sander Cikarang, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin via email terhadap pihak RS dan disetujui direktur RS.

2

Bhakti Husada, Cikarang, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin via email terhadap pihak RS dan disetujui direktur RS.

3

Sentral Medika, Cikarang, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui direktur RS.

4

RSIA Puspa Husada

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui direktur RS.

5

Karya Medika, Tambun, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui direktur RS.

6

Kartika Husada, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang terhadap pihak RS dan disetujui direktur RS.

7

Sayang Bunda, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan proposal penawaran harga vaksin terhadap pihak RS dan disetujui oleh direktur RS.

8

Multazam, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan proposal penawaran harga vaksin terhadap pihak RS dan disetujui oleh direktur RS.

9

Permata, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan proposal penawaran harga vaksin melalui CV Azka Medical. Kemudian dari bagian pengadaan mengajukan permohonan pengadaan kepada manajer purchasing yang kemudian dimintakan persetujuan kepada direktur RS sebelum dilakukan pemesanan obat atau vaksin.

10

RSIA Gizar, Cikarang, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak RS dan disetujui oleh direktur RS.

11

Harapan Bunda, Jakarta Timur

M Syahrul

Tersangka menawarkan vaksin lewat perawat atas nama Irna (ditahan sebagai penyedia botol tersangka Rita dan Hidayat) kemudian Irna meminta tanda tangan dokter dan dimasukkan sebagai persediaan rumah sakit.

12

Elisabeth, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak rumah sakit dan disetujui oleh direktur rumah

13

Hosana, Lippo Cikarang, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak rumah sakit dan disetujui oleh direktur rumah

14

Hosana, Jalan Pramuka, Bekasi

Juanda (CV Azka Medika)

Tersangka mengajukan penawaran harga vaksin ke bagian pengadaan barang pihak rumah sakit dan disetujui oleh direktur rumah sakit.

Sumber: Keterangan Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono di DPR

CABUT IZIN - Sementara itu, pihak Kementerian Kesehatan memastikan, beberapa sampel vaksin yang digunakan ke-14 rumah sakit itu memang palsu. Dari 15 vaksin sitaan bareskrim, dipastikan lima jenis vaksin adalah vaksin palsu. Sementara dari 72 sampel vaksin yang diperiksa pihak Kemenkes, sebanyak 61 vaksin sudah selesai diperiksa dan 11 belum. "Hasilnya 23 vaksin adalah palsu," ujar Menteri Kesehatan Nila F Moeloek di gedung DPR RI, Kamis (14/7).

Nila mengatakan, pihaknya akan mengambil tindakan tegas terhadap ke-14 rumah sakit yang ketahuan menggunakan vaksin palsu tersebut. Dia mengatakan, sanksi bagi rumah sakit bersifat berjenjang, mulai dari teguran hingga mencabut izin operasi fasilitas pelayanan kesahatan.

Semua itu, kata Nila, tergantung pada tingkat kesalahannya. "Bisa ditutup parahnya, dan oknum tentu kena pidana di sini," katanya.

Untuk rumah sakit di luar temuan Bareskrim di atas, yaitu ada empat rumah sakit lain temuan Badan POM yang juga menggunakan vaksin palsu, Kemenkes sudah memberikan teguran. "Setelah terbukti adanya pelanggaran atau kelalaian fasilitas kesehatan, maka Kementerian Kesehatan dapat memberikan sanksi sampai dengan pencabutan izin operasional," tegas Nila.

Selain memberikan sanksi, sebegai tindak lanjut penanganan kasus ini, Nila menegaskan, pihak Kemenkes juga akan mendata anak yang diberi vaksin itu. "Kepada rumah sakit yang terbukti kita akan cari pendataan anak-anak yang diberikan imunisasi. Imunisasinya kita lihat lagi apakah di antara itu, vaksin palsunya apa," ujarnya.

Nila mengatakan, imunisasi wajib bagi anak, ada delapan item. Kemenkes perlu mencari tahu dulu vaksin palsu apa saja yang diberikan kepada anak, sebelum nanti diambil tindakan. "Kemudian kami akan melakukan langkah bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) apa yang kita lakukan, itu ada pedoman pemberian imunisasi," ujarnya.

"Jadi nanti kita lihat dari usianya, jenis vaksinnya, dan nanti kapan dia dapatkan vaksin yang palsu dan sebagainya itu akan dinilai," imbuh Nila.

Salah satu tindakan yang akan dilakukan adalah memberikan vaksin ulang kepada anak tersebut. Tentu dengan vaksin yang asli. "Kemungkinan bisa vaksin ulang, nanti kita dengarkan dari pakarnya IDAI," kata Nila.

Sementara itu, menyangkut perdebatan tentang apakah vaksin palsu tersebut mengandung zat yang berbahaya bagi anak, Aman Bhakti Pulungan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menyatakan, efek jelek dari vaksin palsu tersebut kemungkinan tidak ada. Akan tetapi jika dalam pembuatan vaksin tersebut tidak steril, maka ada kemungkinan bisa terjadi infeksi dan sampai sekarang belum ada laporan anak yang terkena infeksi.

"Tapi yang paling buruk adalah anak yang seharusnya memiliki imunitas jadi tidak memilikinya, ini yang jadi masalah," ujar Aman.

Oleh karena itu ia meminta pemerintah tidak melihat anak yang menjadi korban dari segi persentase. Walaupun di atas kertas jumlah anak korban vaksin palsu hanya sebesar 0,01%, akan tetapi jika jumlahnya mencapai jutaan maka tidak dapat diabaikan begitu saja.

Jika melihat data, kata Aman, cakupan pemberian vaksin di Indonesia di atas 90 persen yang berarti cukup baik. Sejumlah 99 persen vaksin uang diberikan adalah vaksin produksi dalam negeri, sedangkan 1 persennya adalah vaksin impor. Oleh karena itu jika ingin diberikan vaksin ulang, menurutnya, alangkah baiknya jika pemerintah melakukan sampling.

Dari sampel tersebut akan diperiksa antibodinya. "Dari sampling tersebut jika kekebalan lingkungan di bawah 90 persen maka perlu diadakan Vaksin ulang. Ketahanan negara terhadap penyakit harus 90 persen. Ini reputasi kita," tegasnya.

REKOMENDASI DPR - Rapat kerja antara Komisi IX dengan instansi terkait dalam kasus vaksin palsu ini sendiri menghasilkan beberapa poin rekomendasi. Untuk menindaklanjutinya, DPR juga akan membentuk panitia kerja vaksin palsu. Ada delapan poin yang dihasilkan dari raker tersebut yang sifatnya harus segera dilaksanakan.

Pertama, Komisi IX DPR mendesak Kementerian Kesehatan RI untuk merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. DPR juga mendesak Kemenkes merevisi Permenkes Nomor 35 tahun 2014 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, dan Permenkes Nomor 2 tahun 2016 tentang penyelenggaraan mutu obat pada instalasi farmasi Pemerintah. Revisi beberapa aturan itu harus dilakukan dalam jangka waktu 15 hari kerja dengan melibatkan Badan POM dan berkonsultasi dengan Komisi IX.

Kedua, sebelum adanya hasil revisi dalam jangka waktu 15 hari, penerapan dari aturan-aturan yang wajib direvisi itu, harus dilakukan lewat koordinasi dengan Komisi IX DPR. Ketiga, Komisi IX DPR mendesak Badan POM untuk meningkatkan kinerja dalam pengawasan peredaran obat dan makanan di Indonesia.

Keempat, Komisi IX DPR mengapresiasi kinerja Bareskrim Polri dalam penanganan kasus hukum vaksin palsu dan meminta Bareskrim Polri untuk meningkatkan kinerja dalam pengungkapan jaringan pemalsu vaksin palsu dan melakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kelima, Komisi IX DPR mendesak Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu untuk mengintensifkan kinerja dan melakukan penegakan hukum dalam rangka penanggulangan peredaran vaksin palsu di Indonesia serta memberikan laporan secara tertulis kepada Komisi IX DPR.

Keenam, Komisi IX DPR mendorong Kementerian Kesehatan untuk mengkaji usulan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia agar melakukan pemeriksaan antibodi anak terduga penerima vaksin palsu. Ketujuh, Komisi IX DPR meminta Kementerian Kesehatan untuk berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait pengelolaan limbah rumah sakit secara benar dan aman demi menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Kedelapan, dalam rangka pengawasan terhadap peredaran vaksin dan obat di seluruh Indoensia maka Komisi IX DPR akan membentuk Tim Pengawas, Panitia Kerja atau Panitia Khusus Peredaran Vaksin dan Obat yang akan disepakati dalam Rapat Internal Komisi IX DPR. (dtc)

BACA JUGA: