JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah dalam penanganan kasus vaksin palsu dinilai tidak jelas. Akibatnya sejumlah orang tua yang anaknya diduga menjadi korban pemberian vaksin palsu resah dan kebingungan. Sejumlah orang tua yang anaknya jadi korban vaksin palsu kemarin mengadukan perihal tersebut ke DPR.  

Ketidakjelasan terkait informasi vaksin palsu membuat beberapa orang tua korban Vaksin palsu menuntut kejelasan nasib anak mereka ke DPR. Para orang tua juga meminta dibukanya rekam medis dari rumah sakit yang telah memberikan vaksin palsu kepada para pasien.

Mereka mempertanyakan dampak pemberian vaksin ulang yang akan dilakukan. Serta meminta agar rumah sakit yang telah memberikan vaksin palsu bertanggung jawab jika nantinya pemberian vaksin ulang berdampak buruk bagi kesehatan anak mereka. Pihak rumah sakit pun dituntut menanggung biaya pemberian vaksin ulang tersebut.

"Kita telah berdiskusi dengan Rumah Sakit Harapan Bunda tapi tidak mendapat kejelasan data pasien yang mendapatkan vaksin palsu," ungkap Agus Siregar selaku orang tua di gedung DPR, Selasa (19/7).

Para orang tua juga mengaku sangat kecewa bahwasanya rumah sakit yang sangat mereka percayai untuk memberikan imunisasi terhadap anak mereka ternyata masuk daftar rumah sakit yang berlangganan vaksin palsu. Selain meminta rekam medis, para orang tua yang mendatangi DPR juga meminta agar pemberian vaksin ulang dilakukan oleh Rumah Sakit yang bertanggung jawab telah memberikan vaksin palsu.

"Kami resah terhadap kesehatan anak kami, karena informasi vaksin palsu ini masih tidak jelas,"ungkapnya.

Menanggapi keresahan orang tua terkait kasus vaksin palsu, Slamet Budiarto dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan agar para orang tua tak perlu ragu untuk melakukan vaksin ulang. Sebab pemberian ulang vaksin pada anak-anak korban vaksin palsu tidaklah sia-sia. Menurutnya pemberian vaksin bisa dilakukan pada orang dewasa, sehingga selama ini pihak-pihak yang mempertanyakan keefektifan vaksin ulang tak perlu merasa khawatir.

"Ini sudah dikaji oleh dokter ahli, malah jika tak diberi vaksin ulang resiko terkena penyakit akan sangat besar," katanya kepada gresnews.com, Selasa (19/7).

Juga dari segi efektifitas, baginya pemberian vaksin pada usia 1-9 bulan dengan pemberian pada orang dewasa  sama efektifnya. Pertanyaannya mengapa selama ini pemberian vaksin lebih sering dilakukan pada bayi daripada dewasa.

"Hal ini lantaran pemberian vaksin pada bayi menjaga penularan penyakit pada usia rentan," katanya.

Pada bayi, yang kekebalan tubuhnya lebih lemah dan rentan dari pada orang dewasa, tentulah perlu ditimbulkan kekebalan tubuh sejak dini. Hal ini karena pada umur tersebut manusia memulai pertumbuhan otak dan tulangnya.

"Sehingga jangan sampai terkena penyakit, kalau kena, habis sudah masa depannya," kata Slamet.

Sedang melihat peredaran vaksin palsu yang sudah berjangka 13 tahun lamanya, Slamet menyatakan bahaya atau tidaknya vaksin tersebut tergantung pada kandungan zat vaksin palu. Jika seperti temuan kemarin, hanya berisi cairan infus maka tidak berbahaya bagi korban. Lain jika di vaksin palsu tersebut terkontaminasi bahan berbahaya. Karena sifat vaksin yang menimbulkan efek kebal, maka para korban ini harus ditularkan walau terlambat, sebab jika tidak maka beresiko tertular penyakit berbahaya yang mematikan.

"Memandang resiko yang besar itu baiknya ya ulang, vaksin yang diberikan selama ini kan kosong.Jadi tak ada efek kekebalan,"

AKAN BENTUK PANJA VAKSIN - DPR RI yang menerima perwakilan orang tua berjanji akan segera bertindak dengan mendorong pemerintah agar dengan secepatnya menuntaskan masalah serta dampak yang ditimbulkan. Seluruh Rumah Sakit negeri dan swasta akan diperintahkan untuk membuka krisis center yang terorganisir secara nasional dan langsung di bawah pimpinan Menteri Kesehatan.

"Masalah ini sudah sangat krusial," ujar Ade Komarudin selaku pimpinan DPR di gedung DPR, Selasa (19/7).

Saat ini DPR terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk terus memperdalam kasus vaksin palsu yang terjadi. Sehingga apabila akar masalah peredaran vaksin palsu ini telah ditemukan, maka akan langsung ditindak lanjuti untuk melindungi generasi penerus bangsa ke depan.

"BPOM pasti terkait, sedangkan urusan tata niaga vaksin maka BUMN yang menangani bidang itu juga pasti terkait," ungkapnya.

Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan komisi IX untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) menangani kasus vaksin palsu. Bahkan bila perlu akan dibuat tim pengawasan DPR serta Panja dari Komisi di luar komisi IX yang menaungi masalah kesehatan karena kasus ini dinilai sudah menyangkut BUMN sehingga akan melibatkan komisi yang lain.


BACA JUGA: