JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penanganan kasus vaksin palsu menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Bahkan kabar terakhir sampai terjadi pemukulan pada direktur RS Elizabeth, Kemang Pratama, Kota Bekasi oleh orang tua pasien yang menuntut pertanggungjawaban soal vaksin palsu.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai kinerja Satgas dalam mengungkap kasus vaksin palsu dinilai lamban. Akibatnya masyarakat menjadi resah dengan peredaran vaksin palsu yang beredar di 14 Rumah Sakit seperti yang diumumkan oleh Menteri Kesehatan.

"Ini akibat Satgas enggak jalankan yang direkomendasikan Komisi IX DPR RI dalam rapat. Kami menyarankan, agar satgas langsung turun ke RS atau fasilitas kesehatan yang telah diumumkan," kata Saleh dalam sebuah diskusi, Sabtu (16/7).

Saleh menyatakan dalam rapat bersama Komisi IX yang membidangi kesehatan, telah merekomendasikan agar satgas juga mampu memberikan penjelasan kepada pihak korban. Dia melihat tim penanganannya masih sangat lemah dalam koordinasi antar instansi. Seharusnya di setiap rumah sakit sudah ditempatkan tim baik dari kepolisian, dokternya dan pihak ahli medis yang bisa memberikan penjelasan secara medis.

"Jadi kalau masyarakat butuh penjelasan soal medis sudah ada orangnya. Kalau butuh penjelasan soal penegakan hukum sudah ada polisi," ujar Saleh.

Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta juga menyayangkan pernyataan pemerintah yang mengatakan tidak ada efek dari vaksin palsu. Menurutnya, untuk menentukan ada tidaknya efek samping dari vaksin bukan dokter anak tetapi dokter farmakolog.

"Secara alamiah yang menyatakan aman atau tidak itu dokter farmakolog bukan dokter anak," katanya.

Selain itu, dia menyayangkan satgas yang dibentuk menangani vaksin palsu itu tidak melibatkan ahli dokter farmakolog. "Satgas tidak ada itu dokter farmakolog. Kita katanya harus saintific," ujarnya.

Kasus vaksin palsu yang mencuat belakangan terus akan didalami pihak kepolisian. Sejauh ini, kepolisian sudah menetapkan sebanyak 23 tersangka yang diduga terlibat dalam pembuatan vaksin palsu.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya dalam sebuah diskusi di Jakarta bertajuk "Jalur Hitam Vaksin Palsu" Sabtu, (16/7). Agung berjanji akan melakukan pengembangan dengan cara menelusuri jalur distribusi itu agar diketahui kemana saja vaksin tersebut dijual.

Agung merinci, 23 tersangka itu terdiri dari enam orang produsen, distributor sembilan orang, pengumpul vaksin yang digunakan untuk vaksin palsu dua orang, pencetak label satu orang, bidan 2 dan dokter tiga orang.

Agung menegaskan bahwa penyelidikan tidak akan berhenti pada penetapan 23 tersangka. Agung menambahkan adanya kemungkinan untuk bertambahkan tersangka baru dalam kasus tersebut.

Dalam rangka mendalami kasus vaksin palsu ini, pihak kepolisian sudah meminta keterangan dari sejumlah instansi yang terkait. "Sudah ada 40 saksi yang diperiksa. Tujuh saksi ahli dari BPOM, Kemenkes, perlindungan konsumen serta ahli pidana," kata Agung.

Selain itu Agung juga tak menampik adanya dugaan tindakan pidana pencucian uang dalam kasus itu. Dia menyatakan bahwa ada salah satu distributor, nilai transaksinya mencapai Rp 11 miliar. "Kalau TPPU ancaman pidananya 20 tahun, UU kesehatan 15 tahun, UU konsumen 5 tahun. Hukuman yang terberat hakim yang akan menentukan," ujarnya.

Soedjatmiko, pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), memastikan vaksin palsu tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap anak jika vaksin hanya mengandung zat cairan infus dan antibiotik jenis garamycin yang merupakan antibakteri untuk membunuh kuman.

"Kalau bicara dampak tentu lihat dari isi vaksinnya. Info kepada kami, isinya hanya cairan infus dan garamycin," terangnya. Kalau isinya hanya itu, imbuh Soedjatmiko, dampaknya tidak apa-apa asal dibuat dengan steril.

Dampak yang paling memungkinkan, menurut Soedjatmiko, anak tidak memiliki kekebalan tubuh. "Artinya sama saja tidak divaksin. Kalau belum divaksin maka dilakukan vaksin ulang tergantung usianya," ujarnya.

LANGKAH PEMERINTAH - Kementerian Kesehatan mengklaim sudah memiliki strategi untuk melakukan vaksin ulang bagi korban vaksin palsu. Data anak yang jadi korban juga sudah dipegang.

"Ya setelah tim satgas bergerak sejak 1 Juli 2016 dari 14 rumah sakit yang kami investigasi, akhirnya 197 nama anak di Ciracas dan 60 dari Harapan Bunda Senin nanti akan kami panggil untuk melakukan pemeriksaan serta vaksinasi ulang," ucap Maura Linda, ketua Tim Satgas Penanggulangan Vaksin Palsu yang juga Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan kepada wartawan di Kemenkes, Jl Rasuna Sahid, Jaksel, Sabtu (16/7).

Linda menjelaskan, data anak-anak yang sudah terverifikasi jadi korban vaksin palsu akan dihubungi oleh Kemenkes. Selain itu, vaksinasi ulang akan dilakukan jika pemeriksaan kesehatan menunjukkan anak itu perlu divaksin ulang.

Ditambahkan Linda, pemberian vaksin ulang akan diutamakan bagi anak-anak di bawah usia 2 tahun. Dirinya juga menjamin vaksinasi ulang yang diberikan merupakan vaksin wajib bagi anak.

"Ya kita sudah mendata dan menverifikasi semuanya, jadi masyarakat diminta untuk tenang. Kita utamakan bagi anak-anak 0 sampai 9 bulan dan masih di bawah 2 tahun," tambah Linda.

Pada kesempatan yang sama, Sekjen Kemenkes dokter Untung Suseno Sutarjo mengatakan tempat pemberian vaksinasi ulang sedang disiapkan.

"Sekarang sedang disiapkan beberapa tempat untuk imunisasi atau vaksin ulang. Bisa di RS awal penerima vaksin atau di RS lain yang sudah memiliki fasilitas kesehatan," tambah Untung.

Untung juga menegaskan tak ada kelangkaan vaksin wajib. Menurutnya ada vaksin wajib dan ada vaksin pilihan, untuk vaksin wajib pemerintah bisa menjamin ketersediaannya sehingga tidak mungkin ada kelangkaan. "Kalau vaksin pilihan yang mungkin diimpor, itu karena ketersediaan dari produsen di luar negeri cuma ada satu atau dua saja," ucap Untung.

Senada dengan hal itu, Maura juga menyebut beberapa vaksin baik wajib maupun pilihan sudah ada yang bisa diproduksi di Indonesia melalui Biofarma."Jadi kami informasikan pakai dan gunakanlah vaksin yang benar," jelas Linda.

"Dan kalau ada kelangkaan itu mungkin vaksin pilihan dan itu tertentu, dalam hal ini vaksin-vaksin yang diimpor," tambah Untung.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek telah mengumumkan 14 rumah sakit yang memberikam vaksin palsu terhadap pasien, menyusul adanya temuan dari Bareskrim Polri. Ke-14 rumah sakit itu secara berurut sesuai daftar Menkes adalah RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Bekasi), RS Sentra Medika (Cikarang-Bekasi), RSIA Puspa Husada, RS Karya Medika (Bekasi), RS Kartika Husada (Bekasi), RS Sayang Bunda (Bekasi), RS Multazam (Bekasi), RS Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Bekasi), RS Hosana (Cikarang-Bekasi), RS Elizabeth (Bekasi), RS Harapan Bunda (Jakarta Timur), dan RS Hosana (Bekasi). (dtc)

BACA JUGA: