JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setahun terakhir institusi Kejaksaan menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak, berturut-turut institusi adyaksa ini diterpa isu miring, lantaran munculnya dugaan praktik suap dalam penanganan sejumlah perkara di Kejaksaan.

Belum reda kehebohan publik menyusul dugaan pengamanan perkara terkait kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, disusul tertangkapnya jaksa Deviyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo karena menerima suap penanganan perkara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kabupaten Subang. Terakhir KPK juga memeriksa Kepala Kejati DKI Jakarta Sudung Situmorang terkait dugaan suap dalam penghentian penyelidikan kasus PT Brantas Abipraya.

Bahkan keterlibatan Sudung makin menguat setelah namanya disebut dalam dakwaan tiga terdakwa. Komisi Kejaksaan memberikan peringatan kepada Jaksa Agung untuk segera melakukan langkah cepat membabat keberadaan jaksa nakal tersebut.

"Pengawasan internal harus dibenahi, kami banyak menerima aduan dari masyarakat dan kita teruskan ke pengawasan," kata Komisioner Komisi Kejaksaan Ferdinand Andi Lolo kepada gresnews.com, kemarin.

Ia menyarankan pengawasan melekat yang dilakukan di lingkungan tupoksi masing-masing diperketat. Misalnya untuk tingkat Kejaksaan Negeri maka Kepala Kejaksaan Negerinya harus mengawasi para jaksanya agar tidak melakukan pelanggaran. Sebab menurut mantan jaksa ini, jika pengawasan hanya dilakukan bidang pengawasan, upaya memberantas jaksa nakal tak akan berhasil.

Lainnya, mengubah paradigma jaksa. Ada banyak jaksa yang masih memiliki gaya hidup  mewah. Padahal gaji yang mereka terima tak sebesar biaya gaya hidupnya.

Terakhir, Andi menyatakan pentingnya meningkatkan kesejahteraan jaksa. Artinya anggaran buat kejaksaan harus lebih ditingkatkan lagi. Sebab saat ini, dibandingkan dengan penegak hukum lain seperti Kepolisian dan KPK. Anggaran kejaksaan tergolong kecil. Kejagung mendapat anggaran sebesar Rp4 triliunan sementara Kepolisian mencapai Rp60 triliun.

Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Sarjono Turin mengaku selalu mengingatkan jaksa dijajarannya untuk bekerja secara profesional dan proporsional. Serta tidak memaksakan perkara untuk kepentingan materi sesaat.

"Saat ini KPK tengah membidik mafia pengadilan, bisa jadi setelah ini membidik Kuningan (Kejati DKI)," kata Turin yang pernah bertugas di KPK mengingatkan.

Sedangkan Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia Achyar Salmi membenakan masih banyaknya jaksa nakal. Beberapa kejadian tangkap tangan jaksa ibarat fenomena gunung es. Sebab kemungkinan lebih banyak lagi yang belum tertangkap.

Banyaknya jaksa nakal ini disinyalir karena pengawasan internal yang dilakukan pihak Kejagung atau pun Komisi Kejaksaan (Komjak) lemah. Lagipula, banyaknya jumlah jaksa yang tersebar di seluruh Indonesia membuat pihak Kejagung di bawah Jaksa Agung Muda Pengawasan sulit mengawasi satu persatu.

Makanya Salmi mengatakan, untuk meminimalisir terjadi hal serupa, proses pengawasan internal Kejagung harus diperketat dan rekomendasi dari Komisi Kejaksaan dapat lebih ditingkatkan bukan hanya menjadi rekomendasi.
HIDUPKAN PENGAWASAN MELEKAT - Jaksa Agung Muda Pengawasan R Widyopramono mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi. Mereka diingatkan untuk bekerja secara profesional.

"Kita sudah kumpulkan Kajati, saya sudah bicara lewat video conference mengingatkan bekerja dengan baik dan profesional," kata Widyo.

Data bidang Pengawasan, sejak Januari hingga September 2015, ada 28 jaksa yang diberhentikan secara tidak hormat. Jumlah ini lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Jumlah tersebut merupakan bagian dari 61 jaksa yang dijatuhi hukuman berat akibat sejumlah pelanggaran dalam periode yang sama.

Menurut Sekretaris Jamwas Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan banyaknya jaksa nakal karena lemahnya pengawasan melekat pada jaksa-jaksa. Seharusnya di setiap daerah itu tanggung jawab (pengawasan melekat) dipegang kepala kejaksaan negeri dan kepala kejaksaan tinggi.

Jasman mengimbau agar kepala kejaksaan negeri dan kepala kejaksaan tinggi memperkuat sistem pengawasan melekat. Setidaknya, para pimpinan itu memeriksa kehadiran anak buahnya setiap hari.

BACA JUGA: