JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menghukum mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans (sekarang Kementerian Desa) Jamaluddin Malik dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 1 bulan kurungan.

Jamaluddin awalnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dengan dugaan pemerasan untuk memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan wewenang dan memaksa seseorang membayar sesuatu.  Dalam putusan itu, Jamaluddin dianggap bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primair kedua yaitu Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tipikor sebagaimana dalam dakwaan primair kedua. Menjatuhkan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 1 bulan," kata Hakim Ketua Mas´ud, Rabu (30/3).

Selain itu, Jamaluddin juga dikenakan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp5,417 miliar. Uang tersebut merupakan uang yang dinikmatinya dari pemotongan anggaran kegiatan di berbagai sektor yang ada di Ditjen P2KT.

"Jika uang tidak dibayar dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dirampas, dan bila tidak mencukupi maka diganti denga pidana penjara selama 1 tahun," ujar Mas´ud.

Hakim anggota Anwar menyatakan pertimbangan yang meringankan, selama proses persidangan Jamaluddin bersikap kooperatif sehingga tidak mengganggu jalannya sidang. Selain itu, ia juga berlaku sopan dan belum pernah tersangkut pidana selain kasus ini.

"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas tindak pidana korupsi," terang Anwar.

NAMA CAK IMIN DALAM PUTUSAN - Dalam putusan ini, beberapa nama juga disebut menerima aliran dana baik melalui Jamaluddin maupun anak buahnya, termasuk mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Abdul Muhaimin Iskandar. Muhaimin disebut menerima Rp400 juta.

"Selain uang yang diterima oleh Sudarso dan Syafrudin tersebut, di ruang terdakwa, oleh Jamaluddin Malik juga dipergunakan oleh Ahmad Said Hudri sebesar Rp30 juta, I Nyoman Suisnaya Rp147,5 juta, Dadong Rp50 juta, dan khusus kepada Muhaimin Iskandar sebagaimana keterangan saksi Sudarso ada penerimaan sebesar Rp400 juta," kata Hakim Anggota, Anwar.

Penerimaan ini terdapat dalam surat dakwaan pertama yaitu Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dengan demikian unsur memperkaya diri sendiri dan orang lain terpenuhi.

Namun, karena ada salah satu unsur yang ada dalam pasal tersebut yaitu unsur memaksa seseorang melakukan pembayaran kepada Jamaluddin tidak terpenuhi maka surat dakwaan primair pertama itu dianggap batal demi hukum.

Menurut hakim, yang melakukan pemaksaan ini bukanlah Jamaluddin, tetapi anak buahnya yaitu Ahmad Said Hudri. Ia adalah orang yang ditunjuk sebagai koordinator pengumpul dana. "Maka Majelis berpendapat penekanan dan pemaksaan dilakukan oleh Ahmad Said Hudri, bukan dilakukan oleh terdakwa sehingga dengan demikian unsur memaksa seseorang tersebut tidak terpenuhi," pungkas Anwar.

USUT KETERLIBATAN MUHAIMIN - Terpisah, ahli hukum pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji mengatakan walaupun dakwaan primair kesatu dinyatakan batal demi hukum tetapi pemberian uang kepada Muhaimin tidak bisa dikesampingkan begitu saja.

Sebab, menurut Indriyanto, hakim mengemukakan alasan batalnya surat dakwaan hanya dikarenakan unsur memaksa memberikan sesuatu kepada orang lain tidak terpenuhi. Tetapi, unsur-unsur lainnya seperti perbuatan melawan hukum dan memperkaya orang lain sudah terpenuhi.

Dengan begitu, menurut Indriyanto, penerimaan uang yang diduga merupakan gratifikasi itu dianggap sah dan meyakinkan terbukti di Pengadilan. "Seharusnya memang begitu kalau fakta yang dikemukakan seperti itu," terang Indriyanto kepada gresnews.com.

Mantan pelaksana tugas pimpinan KPK ini juga meminta para suksesornya untuk mengusut tuntas keterlibatan Muhaimin dalam kasus tersebut. Namun, Indriyanto berpendapat hal tersebut dapat dilakukan jika putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Selain itu, penyidik KPK juga harus mencari bukti-bukti lain untuk menjerat Muhaimin. Hal ini dilakukan agar nantinya termasuk jika sudah masuk ke dalam proses persidangan seluruh tuduhan yang tertera dalam surat dakwaan dapat terbukti dalam putusan majelis hakim.

"KPK perlu mendalami kebenaran tidaknya Muhaimin Iskandar menerima uang pemerasan tersebut, selain dari keterangan juga perlu alat bukti lainnya untuk memperkuat dugaan. Ini merupakan prinsip asas Deelneming atau pelaku peserta yang melakukan tipikor," terang Indriyanto.

BACA JUGA: