JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidikan dugaan korupsi penjualan aset milik terpidana korupsi Hendra Rahardja oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) dinilai salah sasaran. Peningkatan status penyelidikan ke penyidikan disebut bagian dari ancaman yang sedang ditebarkan oleh Kejaksaan Agung dalam sidang gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Saya rasa ada ketakutan tersendiri dari pihak Kejagung terkait gugatan PTUN SK penjatuhan disiplin klien kami. Apalagi bukti-bukti yang kita ajukan sangat kuat," ujar kuasa hukum Jaksa Chuck Suryosumpeno, Damian H Renjaan, di Jakarta, Selasa (29/3).

Tudingan adanya mekanisme penjualan aset yang tidak sesuai prosedur semasa Chuck menjabat Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) pun dibantah oleh Damian. Menurutnya, menyoal tentang pemulihan aset itu tidak gampang. Baik aset rampasan maupun sitaan serta hasil penelusuran itu memiliki makna dan penyelesaian yang berbeda.

Nyatanya selama bertahun-tahun aset-aset itu mangkrak tak terurus, nyaris tak berharga lagi. Kalau Kejagung memahami betul mekanisme dan prosedur pemulihan aset, lantas mengapa dari dulu barang rampasan dan barang sitaan Kejaksaan tidak pernah beres.

Kondisi itu menjadi bukti bahwa masih banyak oknum di Kejagung yang ternyata tidak memahami apa itu pemulihan aset. Dan yang dilakukan Chuck dalam kasus menyasar aset Hendra telah sesuai prosedur. "Dalam proses pemulihan aset, Satgassus selalu melalui tahapan penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan dan repatriasi," kata Damian.

Damian membeberkan fakta terkait dugaan penjualan aset terpidana Hendra Rahardja. Aset berupa tanah di Jatinegara sebelumnya dimiliki Almarhumah Sri Wasihastuti dan dia adalah istri dari Hendra Rahadja yang kemudian dijual kepada Ardi Kusuma senilai Rp12 miliar. Namun Ardi Kusuma baru membayar Rp6 miliar kepada Ibu Sri Wasihastuti. Oleh karena itu, logikanya Ardi masih memiliki sisa pembayaran atas tanah itu sebesar Rp6 miliar.

Setelah beberapa kali ditemui oleh Ngalimun, akhirnya Ardi Kusuma bersedia membayarkan sisa utangnya pada Sri Wasihastuti ke Kas Negara yaitu sebesar Rp6 miliar yang dicicil sebanyak tiga kali. Selanjutnya pada tanggal 16 Januari 2013, telah dilaksanakan pembayaran tahap pertama sebesar Rp2 miliar, namun tahap berikutnya hingga saat ini belum dilakukan. Itu berarti Kepala Pusat Pemulihan Aset yang sekarang menjabat dapat menagihnya kembali.

Jadi, kata Damian, yang penting harus disampaikan kepada masyarakat bahwa tanah tersebut tidak dalam status barang rampasan atau barang sitaan yang tercantum pada putusan pengadilan, sehingga tim Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi merasa harus berhati-hati menyelesaikannya agar tidak merampas hak berbagai pihak yang tidak bersalah.

Damian mengatakan kental nuansa adanya kesalahpahaman terkait perkara aset Hendra Raharja yang ditangani Tim Satgassus. Menurutnya, kasus korupsi Hendra Rahardja bukan kasus BLBI karena yang terkait dalam kasus BLBI adalah PT BHS, bukan Hendra Rahardja secara pribadi. Total Rp1,9 triliun itu adalah uang pengganti yang harus dibayarkan Hendra Rahardja kepada negara sesuai dengan putusan pengadilan, jadi bukan masalah harga tanah di Puri Kembangan, Jatinegara dan Cisarua. "Masak jaksa begitu saja gak ngerti,” tuturnya.

Untuk itu Chuck menantang pihak Kejagung untuk buka-bukaan terkait tudingan yang diduga memiliki motif konflik kepentingan petinggi di Kejagung tersebut. "Intinya, selama benar dan memiliki fakta yang kuat, klien kami tidak takut. Sampai langit runtuh pun, keadilan akan kami tegakkan," tandasnya.

PERIKSA CHUCK - Setelah penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung meningkatkan status penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset milik terpidana korupsi Hendra Rahardja yang tidak sesuai dengan prosedur ke penyidikan, tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung berencana akan segera memanggil Chuck Suryosumpeno guna diperiksa terkait kasus ini.

"Mungkin pekan depan (Chuck dipanggil)," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah saat dikonfirmasi, Senin (28/3).

Dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah memberikan sanksi berat terhadap Chuck berupa pencopotan sebagai Kajati Maluku. Dua jaksa yang diduga terlibat juga dicopot. Mereka adalah Martiningsih dan Ngalimun.

Arminsyah menjelaskan ‎dugaan kasus korupsi ini ada indikasi penjualan barang atau aset terpidana korupsi yang seharusnya dapat digunakan untuk menutup uang pengganti, namun penjualan dilakukan dengan tidak sesuai prosedur. Tak hanya itu, ada bukti pemalsuan sertifikat tanah, padahal penjualnya sudah meninggal.

Lalu, kata Arminsyah, penjualan aset yang harusnya bernilai tinggi atau sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) namun faktanya penjualan bernilai sangat minim sehingga yang masuk ke negara tidak maksimal.

Disinggung dugaan kerugian negara, Arminsyah belum dapat memastikan, pasalnya penjualan aset tidak hanya terjadi pada satu item saja. "Mestinya harganya Rp12 miliar, tapi dijual Rp6 miliar, lalu masuk negara sebesar Rp2 miliar. Antara lain itu," kata Armin.

Informasi yang beredar pencopotan Chuck karena diduga tidak menyetorkan hasil sitaan Kejaksaan hingga senilai Rp1,9 triliun ke kas negara. Saat bertugas sebagai kepala Satuan Tugas Khusus (Satgasus), Chuck melakukan penyitaan lahan milik tersangka Hendra Rahadja yang berada di wilayah Puri Kembangan, Jakarta Barat, Jatinegara, dan kawasan Puncak Bogor. Dan saat ini lahan tersebut telah dibangun perumahan mewah.

BACA JUGA: