JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Chuck Suryosumpeno yang menggugat jaksa agung karena menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor: KEP-192/A/JA/12/2015 pada 2 Desember 2015 terus bergulir. Dalam persidangan Rabu (11/5) pihak tergugat yang mengajukan saksi ahli untuk membuktikan adanya dugaan perbuatan tercela oleh Chuck sehingga layak mendapatkan sanksi pemecatan.

Tergugat menghadirkan Kepala Subdit Tipikor Pidana Khusus Kejaksaan Agung Yulianto yang menyatakan ada indikasi pengalihan aset ketika penyelesaian aset berupa tanah di Jatinegara. Menurutnya negara tidak mendapatkan pemasukan maksimal dari penyitaan aset tersebut.

Chuck, saat menjabat sebagai Ketua Satuan Khusus Penyelesaian Barang dan Rampasan dan Barang Sengketa, dinilai menyalahi prosedur sehingga berakhir dengan pencopotan jabatan sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku. Chuck diduga tidak menyetorkan hasil sitaan Kejaksaan hingga senilai Rp1,9 triliun ke kas negara.

Chuck melakukan penyitaan lahan milik tersangka Hendra Rahadja yang berada di wilayah Puri Kembangan, Jakarta Barat, Jatinegara, dan kawasan Puncak Bogor. Diduga, dari tiga lahan tanah itu, Chuck menjual satu lahan tanah di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, sebesar Rp25 miliar.

Yulianto dalam persidangan menjelaskan langkah Chuck menangani aset di Jatinegara menyalahi ketentuan karena tidak melalui proses lelang. "Seharusnya disita baru dilelang, harga jual di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Uang muka yang dijanjikan Rp6 miliar tetapi hanya disetor hanya Rp2 miliar," ujar Yulianto saat menyampaikan keterangannya sebagai ahli di PTUN Jakarta Jl Sentra Primer Baru Timur, Jakarta , Rabu, (11/5).

Dalam persidangan itu, kuasa hukum penggugat Damian H Renjaan mempertanyakan apakah ada bukti bahwa aset yang disita itu milik terpidana Hendra Rahardja. Yulianto menjawab "Itu penemuan Satgas khusus. Bahwa ada akta jual-beli dan bukti transaksi fiktif," katanya.

Namun, menurut Damian, tanah yang disita itu tidak ada kaitannya dengan Hendra Rahardja, tanah tersebut milik Taufik Hidayat. Aset Hendra, lanjut Damanius, sudah disita berupa tanah seluas 19 hektare. Sedangkan tanah yang dibayar senilai Rp 25 miliar itu bukan lagi milik Hendra.

Damian menegaskan pihak tergugat tak dapat membuktikan bahwa tanah tersebut milik Hendra Rahardja. Dengan demikian tak perlu ada pelelangan dari aset tersebut. Maka langkah perdamaian yang ditempuh Chuck sudah tepat. Lagi pula langkah perdamaian yang termuat dalam akta van dading juga atas persetujuan Jaksa Agung.

REKAYASA KASUS - Kuasa Hukum Chuck, Damianus, menegaskan bahwa pencopotan Jaksa Chuck dari jabatannya adalah sebuah rekayasa. Ia menganggap keterangan saksi ahli mencoba mempengaruhi proses hukum dengan fakta yang belum dapat dipertanggungjawabkan. "Jangan ini menjadi opini yang negatif," ujarnya.

Menurut Damian, apa yang diterangkan saksi merupakan kesaksian yang ada dalam proses pidana. Padahal dalam hal pemecatan adalah bagian dari hukum administrasi. "Jangan dicampurkan pidana dengan hukum administrasi. Kalau dicampur kacau lah,"ungkapnya.

Sementara itu prosesnya masih dalam penyidikan belum diputuskan dalam pengadilan. "Simpel saja, soal ahli Yulianto tadi apa yang diterangkan berdasarkan dari saksi-saksi dari proses penyidikan. Itu Testimonium De Auditu (keterangan yang diberikan oleh saksi terkait suatu peristiwa, bukan berdasarkan penglihatan maupun pendengaran langsung)," katanya.

Dalam SK pencopotan Chuck ada tiga alasan yang tertulis. Pertama, Chuck mengambil langkah sendiri atas perdamaian ahli waris Taufiq Hidayat dan tidak dapat persetujuan pimpinan. Kedua, Chuck dituding melakukan pembiaran terhadap upaya yang dilakukan Kanit Operasi Satgassus terkait barang rampasan di Jatinegara Indah. Ketiga, membiarkan langkah yang ditempuh Kanit Operasi Satgassus terkait persoalan tanah di Cisarua.

Dalam persidangan juga diungkap alasan pemecatan Chuck lantaran ketiadaan nota dinas mengada-ada. Nota dinas tersebut, dalam hal ini sebagai persetujuan melakukan perdamaian gugatan perdata atas sebuah kasus, dalam hal ini tanah di Jatinegara telah diteken oleh Jaksa Agung Basrief Arief.

Namun pihak tergugat menyatakan nota dinas untuk melakukan perdamaian dengan pihak Taufik Hidayat tidak tercatat dalam register Kejagung. "Tidak tercatat dalam register kami," kata Sahroni saksi ahli kedua dalam persidangan tersebut.

Namun saat ditanya majelis hakim, apakah dengan tidak teregister nota dinas itu tidak diakui? "Saya tidak bisa menjawab itu," kata Sahroni yang menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kejaksaan Agung.

Dia beralasan bahwa saat itu dirinya belum bertugas sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kejaksaan Agung. "Nota dinas yang dimaksud adalah nota dinas tahun 2012,"ujarnya.

Damian menegaskan mempertanyakan keabsahan nota dinas sangat mengada-ada lantaran nota dinas itu ditandatangani sendiri oleh Basrief Arief. "Pada persidangan sebelumnya sudah ada pernyataan pak Basrief Arief bahwa beliau yang menandatangani nota dinas itu," terang Damanius.

Kalau terus mempertanyakan keabsahan nota dinas Chuck maka bagaimana dengan nota dinas Jamwas kepada Kejagung saat menjatuhkan sanksi disiplin kepada Chuck. "Itu tidak ada lembar disposisinya juga soal penjatuhan disiplin kepada Chuck. Apa bedanya,?" tanya Damanius.

Selain itu, Damianus membantah tudingan pihak Kejagung yang mengatakan Chuck hanya menyetor Rp2 miliar dari Rp6 miliar yang dijanjikan. Pembayaran dilakukan bertahap dengan membayar Rp2 miliar di awal. "Pak Chuck tidak pernah terima. Kalau terima buktikan saja. Tagih saja ke pihak ahli warisnya," ujarnya.

BACA JUGA: