JAKARTA,GRESNEWS.COM - Sidang gugatan jaksa Chuck Suryosumpeno melawan Jaksa Agung M Prasetyo di Pengadilan Tata Usaha Negara menghadirkan ahli Hukum Administrasi Negara Universitas Padjajaran I Gede Panca Astawa. Panca Astawa membeberkan sejumlah penyimpangan prosedural pencopotan Chuck sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku.

Panca Astawa yang dihadirkan penggugat membeberkan sejumlah fakta penyimpangan prosedur yang dilakukan Jaksa Agung. Pencopotan Chuck dinilai banyak menyimpang dari Peraturan Jaksa Agung (Perja) itu sendiri. Di antaranya, dalam Perja Nomor 22 dan 15 tahun 2013 disebutkan, sebelum satu keputusan diterbitkan jaksa yang akan dikenakan sanksi harus dipanggil lebih dulu seminggu sebelumnya. Namun dalam kasus pencopotan Chuck hal tersebut tidak dilakukan.

Begitu juga Surat Keputusan kepada jaksa harus diterbitkan dalam jangka waktu tertentu. Namun faktanya, SK diberikan melampaui waktu yang ditentukan. "Itu satu contoh saja banyak prosedur lain yang disimpangi," kata Panca Astawa di PTUN Jakarta, Kamis (31/3).

Hal lain, lanjut Panca disebutkan terlapor harus diperiksa oleh jaksa yang memiliki kedudukan sejajar. Faktanya diperiksa oleh yang pangkatnya rendah. Fatalnya lagi Chuck dalam kasus ini hanya diperiksa sebagai saksi bukan sebagai terlapor.

"Secara substansi. Sejujurnya banyak (pencopotan Chuck) yang menyimpang dari hal-hal yang prosedural," kata Panca.

Atas dasar tersebut, Panca mengatakan pencopotan jaksa Chuck tidak sah karena banyak terjadi penyimpangan terhadap hal-hal yang bersifat prosedural. Dia mengaku telah menyampaikan semua pandangan atas kasus ini. "Karena persyaratan untuk sebuah keputusan tata usaha negara itu harus memenuhi persyaratan materil dan prosedur. Salah satu ini tidak dipenuhi, jadi tidak sah. Namun itu kembali kepada hakim," kata Panca.

BANTAHAN JAKSA - Jaksa Pengacara Negara (JPN) menyoal tentang keadilan substantif dan keadilan prosedural dalam pengambilan keputusan. Sebab dalam kasus Chuck misalnya, dasar yang diambil karena ada bukti kesalahan prosedur saat menjabat sebagai Ketua Satgassus Barang Rampasan Kejaksaan Agung saat itu.

Menjawab itu Panca menegaskan keadilan substantif tidak bisa mengabaikan keadilan prosedural. Keduanya tetap harus sejalan. Dia mencontohkan ketika ada perampok bertujuan untuk membantu orang miskin. Tujuannya baik namun caranya tidak benar.

"Itu pentingnya prosedural, teknis memang. Tapi tidak bisa diabaikan," kata Panca.

Sementara JPU usai sidang enggan menanggapi keterangan ahli penggugat. JPU yang enggan menyebut namanya ini penjelasan ahli telah cukup. "Tadi ahli sudah jelaskan," kata JPU.

Kuasa hukum Chuck Daminianus Renjaan mengatakan makin terang banyak prosedur pencopotan Chuck yang disimpangi. Pencopotan Chuck melanggar sejumlah ketentuan yang dibuat Jaksa Agung sendiri. Dia setuju dengan pandangan ahli jika prosedur tidak boleh disimpangi.

"Untuk apa membuat Perja jika kemudian dilanggar, buang saja kalo gitu," kata Damian usai sidang.

Terkait penjatuhan sanksi berat. Damian tegaskan tidak sah. Berdasar Peraturan Jaksa Agung No 22 tahun 2013 penjatuhan harus melalui tahap klarifikasi yang dilaporkan kepada Jaksa Agung dalam jangka waktu lima hari dan dikeluarkan keputusan. Tetapi kenyataannya, klarifikasi kasus itu diterbitkan tanggal 13 Oktober 2015, sedangkan penjatuhan sanksi baru diterbitkan tanggal 18 November.

"24 hari kemudian, padahal aturannya cuma lima hari. Ini jelas pelanggaran fatal," kata Damianus.

Pelanggaran lain yang dilakukan tergugat, prosedur pemberian sanksi bert harus diterima dan dibuat berita acara serah terima. Itu berdasar Perja No 15 tahun 2013. Dan yang tak kalah fatal, dalam kasus kliennya hanya dipanggil saksi sekali bukan terlapor. Tiba-tiba Kejagung menjatuhkan sanksi berat.

DISIDIK PIDSUS - Kasus yang membuat Chuck dicopot saat ini mulai disidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Jampidsus Arminsyah mengatakan dalam kasus korupsi ini ada indikasi penjualan barang atau aset terpidana korupsi seharusnya dapat digunakan untuk menutup uang pengganti, namun penjualan dilakukan dengan tidak sesuai prosedur. Tak hanya itu ada bukti pemalsuan sertifikat tanah padahal penjualnya sudah meninggal.

Lalu, kata Arminsyah, penjualan aset yang harusnya bernilai tinggi atau sesuai dengan NJOP namun faktanya penjualan bernilai sangat minim sehingga yang masuk ke negara tidak maksimal.

Namun penyidikan ini oleh pihak Chuck disebut bagian dari ancaman yang sedang ditebarkan oleh Kejaksaan Agung kepada kliennya yang saat ini bertarung dalam sidang gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Saya rasa ada ketakutan tersendiri dari pihak Kejagung terkait gugatan PTUN SK penjatuhan disiplin klien kami. Apalagi bukti-bukti yang kita ajukan sangat kuat," ujar Kuasa Hukum Jaksa Chuck Suryosumpeno, Damian H Renjaan di Jakarta, Selasa (29/3).

BACA JUGA: