JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Chuck Suryosumpeno bertubi-tubi dirundung kasus. Setelah dicopot sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, kasusnya kini ditarik ke pidana. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) resmi menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi barang rampasan hasil korupsi ke penyidikan.

"Sudah naik penyidikan tiga hari lalu," kata Jampidsus Arminsyah di Gedung Bundar, Rabu malam (23/3).

Mantan Kejati Jawa Timur ini mengatakan, dari gelar perkara yang dilakukan jaksa berkeyakinan telah terjadi pidana korupsi. Karena yang dilakukan Chuck saat menjadi Ketua Tim Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Sita Eksekusi 2011-2013 lalu patut diduga merugikan negara miliaran rupiah.

Sita aset yang saat itu bisa dieksekusi dengan uang pengganti, namun Chuck melakukan sita aset dan melelang. Parahnya lagi, aset yang dilelang sertifikatnya dipalsukan. "Harga jualnya pun di bawah harga pasaran, harusnya bisa dijual Rp6 miliar tapi hanya Rp2miliar. Jadi pemasukan ke negara tak optimal," jelas Arminsyah.

Kasus yang melibatkan mantan Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) ini mulai memanas sejak Desember 2015. Saat itu Chuck dijatuhi sanksi berat berupa pencopotan dari jabatan Kajati Maluku. Chuck dinilai telah melakukan pelanggaran saat menangani aset-aset hasil korupsi. Selain sanksi administrasi berupa pencopotan sebagai Kajati Maluku, kasusnya langsung ditangani Jampidsus.

Ditariknya kasus ini ke pidana khusus telah tercium dari awal. Namun pihak Chuck mengaku tak gentar. Kuasa hukum Chuck, Sandra Nangoy, mengatakan tak ada uang hasil rampasan yang masuk ke kantong Chuck. Semua masuk ke kas negara.

Sandra mengatakan pihaknya memiliki bukti jika kliennya tak bersalah. Malah hukuman terhadap Chuck terkesan dipaksakan dan ada tindakan sewenang-wenang pimpinan Kejaksaan Agung.

"Kami akan hadapi, tak ada uang yang diterima klien kami. Kami akan lawan," kata Sandra saat konferensi pers beberapa waktu lalu merespons pemberian sanksi atas Chuck.

Chuck memang melawan institusinya sendiri. Chuck menggugat Jaksa Agung Mohammad Prasetyo di Pengadilan Tata Usaha Negara. Saat ini sidang masih dalam tahap mendengarkan keterangan saksi dan ahli.

KASUS CHUCK - Kasus Chuck memang bagai bara dalam sekam. Posisi Chuck yang berurusan dengan barang sitaan dan rampasan hasil korupsi menggiurkan. Nilainya bisa mencapai ratusan miliar bahkan triliunan. Apalagi PPA yang dibentuk Jaksa Agung Basrief Arief saat itu kerap bersinggungan dengan tugas jaksa eksekutor di Jampidsus maupun Jaksa Perdata dan Tata Usaha Negara.

Jaksa Agung Muda Pengawasan R Widyopramono menjelaskan duduk persoalan kasus Chuck ini. Chuck dikenakan sanksi berat setelah 14 tim inspeksi menemukan pelanggaran yang dilakukan Chuck. Menurut Widyo, saat menjabat Ketua Satgassus, Chuck tidak melaksanakan tugas sesuai SOP. Ada sejumlah aset tanah di tiga tempat yang dinilai tidak dilakukan penyelesaian sesuai dengan aturan. Ada tiga tanah hamparan di Jatinegara, Cisarua dan Puri Kembangan.

Dalam kasus penyitaan di Jatinegara, kata Widyo, seharusnya begitu ditemukan barang sitaan harus dibentuk tim dan setelah dibentuk, tim melakukan lelang. Namun itu tidak dilakukan oleh Tim Satgassus.

Kemudian tanah di Puri Kembangan dilelang dengan taksiran instansi terkait. Malah dinego sehingga muncul gugatan. Selain itu, saat dilakukan gugatan atas pemilik aset Hendra Raharja, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara tidak dilibatkan.

Dari nego tersebut, Tim Satgassus menyita uang sebesar Rp20 miliar. Uang tersebut kemudian diserahkan ke kas negara tanpa melibatkan jaksa eksekutor. Padahal jika dilakukan lelang, uang yang bisa disetorkan ke negara bisa lebih besar.

Selain Chuck, sanksi juga diberikan Kejagung kepada dua orang lainnya. Mereka adalah Ngalimun (N) dan Murtiningsih (M).

CHUCK MEMBANTAH - Chuck membantah tudingan itu. Dalam keterangannya Chuck mengatakan telah dikriminalisasi. Tuduhan tidak berkoordinasi dengan Jaksa Pengacara Negara dan Pimpinan Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan tanah sengketa di Puri Kembangan, Jakarta Barat, yang digugat Taufik Hidayat tak benar. Begitu juga tudingan dirinya tidak mengontrol Ngalimun, anak buahnya saat di Satgassus, ketika menyelesaikan dua kavling tanah di Jatinegara dan Cisarua.

"Saya telah menyelesaikan persoalan tanah dengan senantiasa melakukan koordinasi baik via telpon atau melakukan diskusi face to face dengan Ketua Tim JPN, Pak Yohanis Tanak. Saya juga telah menyerahkan proposal perdamaian yang diajukan kuasa hukum dari ahli waris Taufik Hidayat kepada Jaksa Agung Basrief Arief yang kemudian menyetujui butir-butir proposal perdamaian. Silakan cek ke Pak Yohanis dan Pak Basrief," kata Chuck.

Chuck buka suara soal tanah seluas 45 hektar di Puri Kembangan. Tanah tersebut pada 2004 telah dicabut status sita eksekusinya oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Saat itu Kejari Jakarta Pusat adalah Salman Maryadi. Karena dicabut, status tanah tersebut telah kembali pada pemilik sebelumnya, Taufik Hidayat.

"Tentang uang Rp20 miliar, saya tegaskan itu bukan uang pengganti dari tanah seluas 45 hektare di Puri Kembangan, melainkan konversi dari Rp5 miliar dari pribadi Taufik kepada Hendra Raharja," jelas Chuck.

Soal tudingan membiarkan anak buahnya, Ngalimun, dalam penyelesaian barang rampapsan di Jatinegara Indah seluas 7,8 hektare yang hanya mendapat penerimaan sebesar Rp2 miliar dari transaksi Rp6 miliar. Penanganan aset tanah tersebut merupakan hasil penelusuran aset (asset tracing) tim Satgassus dan bukan berstatus barang rampasan atau barang sitaan. Tanah tersebut milik Sri Wasihastuti, istro Hendra Raharja, yang dijual pada Ardi Kusuma dengan harga Rp12 miliar.

Hanya saja Ardi baru membayar Rp6 miliar. Karenanya Ardi masih harus membayar Rp6 miliar sebagai utang. Rp6 miliar inilah yang kemudian disepakati Ardi dengan Satgassus untuk dibayar secara mencicil sebanyak tiga kali dan dibayar langsung ke kas negara. Dari sisa Rp6 miliar tersebut, Ardi baru membayar Rp2 miliar dan menyisakan Rp4 miliar. Atas dasar tersebut belum ada kerugian negara dan PPA dapat menagih kekurangan pembayaran pada Ardi.

Chuck juga membantah tidak mengontrol anak buahnya Ngalimun dalam menyelesaikan dua aset di Jatinegra dan Cisarua. Chuck mengaku telah berkoordinasi dengan Ngalimun dan jaksa Satgassus lainnya. "Tidak benar saya melakukan pembiaran atau tidak mengontrol Ngalimun. Yang benar adalah tim Pemeriksa di Pengawasan yang tidak terlalu paham perbedaan barang rampasan, sitaan atau hasil penelusuran aset apalagi berbagai prosedur pemulihan aset. Tidak ada satu sen pun uang negara yang masuk ke kantong pribadi saya," kata Chuck.

Sandra menduga pemberian sanksi berat terhadap Chuck karena ada kepentingan lain bermain di belakangnya. Sandra enggan menyebut kepentingan tersebut. Hanya saja dia menegaskan Chuck hanya sekali dimintai keterangan terkait kasus ini pada 3 Juni silam. Setelah itu tak ada permintaan klarifikasi dari Bagian Pengawasan Kejagung.

BACA JUGA: