JAKARTA, GRESNEWS.COM - Maret 2016, kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di wilayah Provinsi Riau. Pemerintah langsung menetapkan status darurat. Sementara proses pidana kasus pembakaran hutan tahun 2015 hingga saat ini tak jelas. Jangan sampai kasus-kasus tersebut menguap seiring munculnya kasus baru.

Diketahui, Mabes Polri pada 2015 menangani 286 kasus, 57 kasus oleh korporasi dan oknum perorangan sebanyak 199 kasus. Namun semua kasus belum dilimpahkan ke pengadilan. Berkas perkaranya masih bolak-balik. Sementara data Kejaksaan Agung, dari ratusan kasus itu hanya 126 yang berkasnya diterima jaksa penuntut umum. Namun sejumlah berkas perkara dikembalikan ke Kepolisian.

"Berkasnya ada yang dikembalikan ke penyidik Kepolisian untuk dilengkapi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto dikonfirmasi gresnews.com, Sabtu (12/3).

Amir menyampaikan, ada catatan dari jaksa yang perlu dilengkapi. Jaksa ingin ketika perkaranya dibawa ke pengadilan dapat dibuktikan dengan bukti yang kuat. Namun Amir tak merinci berkas yang dikembalikan atas nama korporasi atau perorangan.

Sementara itu Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan mengakui banyak kesulitan menyidik kasus kebakaran hutan. Bahkan sejumlah kasus dihentikan karena tidak cukup bukti. Namun sebagian perkara telah dinyatakan lengkap dan siap disidangkan.

Kebakaran hutan dan lahan yang mulai terjadi di Riau disinyalir ulah manusia. Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Sejauh ini, kata Siti, dari tinjauan sementara, kebakaran hutan masih banyak dikarenakan faktor manusia.

Penemuan ini setelah aduan dari berbagai pihak bahwa oknum-oknum ini ‎yang melakukan pembakaran hutan didapati oleh petugas yang langsung turun ke hutan untuk melakukan pengecekan. Siti menuturkan, hingga awal Maret telah terdapat 25 kasus yang ditangani oleh kepolisian setempat di kawasan kebakaran. Hasilnya dari 25 kasus ini terdapat 32 oknum yang melakukan pembakaran hutan secara sengaja.

GUGAT PERDATA - Selain faktor manusia, perusahaan-perusahaan yang memiliki izin mengelola hutan harus dimintai tanggung jawab. Pemerintan bisa lakukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi akibat pembakaran hutan.

Jaksa Agung Mohammad Prasetyo siap melakukan gugatan perdata jika diberikan Surat Kuasa Khusus (SKK). Hal itu untuk memberikan efek jera kepada perusahaan pembakar hutan. "Tunggu SKK, kita siap gugat perdata karena itu dasar kita bekerja," kata Prasetyo.

‎Jaksa Agung Muda ‎Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi mengaku telah menerima SKK dari kementerian terkait untuk siapkan gugatan perdata. Saat ini berkasnya tengah dirampungkan.

Setyo tak menjelaskan perusahaan mana yang akan didugat. Hingga kini gugatan masih dalam pembahasan dengan instansi pemerintah terkait oleh JPN. Namun dipastikan, semua perusahaan yang digugat terjadi pada 2015.

Dalam perkara pidana yang ditangani polisi ada empat korporasi yang ditetapkan tersangka. Namun Kejaksaan Agung baru menerima satu berkas yang dinyatakan lengkap (P21) atas nama korporasi, yakni PT Waimusi Agroindah dengan kejadian perkara di Palembang. Tiga kasus lainnya tak jelas, di antaranya PT Bumi Mekar Hijau (BMH). Dalam persidangan gugatan perdata tahun lalu, pemerintah dikalahkan PT BMH.

BACA JUGA: