JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menepis tudingan bahwa pemberian sanksi berat kepada jaksa Chuck Suryosumpeno berupa pencopotan sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku cacat administrasi. Kejagung menyatakan pengenaan sanksi terhadap Chuck telah sesuai prosedur semestinya.

Dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (8/3), tim kuasa hukum Chucuk menyatakan jaksa bidang Pengawasan tidak pernah meminta keterangan sebagai pihak terlapor. "Chuck juga tak pernah dimintai klarifikasi atas tudingan kepada dirinya," ujar kuasa hukum Chuck, Damianus Renjaan.

Diketahui Jaksa Agung Muda Pengawasan menjatuhi sanksi berat berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Salah satu syarat pemberian sanksi harus tidak dilakukan dengan sewenang-wenang. Ketentuan inilah salah satu yang menjadi dasar gugatan pihak Chuck. Pihak Chuck menilai pemberian sanksi berat itu dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak meminta klarifikasi sebelumnya kepada pihak Chuck.  

Saksi ahli yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Chuck yakni Margarito Kamis pun mengatakan, pemberian sanksi berat berupa pemecatan kepada pejabat negara tanpa dimintai keterangan dan klarifikasi merupakan bentuk kesewenang-wenangan. Jika Jaksa Agung melakukan hal itu maka itu kesalahan. "Itu melampaui kewenangan namanya dan itu tidak sah," kata Margarito dalam sidang gugatan Chuck kepada Jaksa Agung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (8/3).

Damianus juga mengungkap sejumlah fakta proses pemecatan Chuck yang dinilai melanggar prosedur. Di antaranya, proses penjatuhan sanksi melanggar Peraturan Jaksa Agung Nomor 22 dan 15 Tahn 2013.

Terkait penjatuhan sanksi berat, berdasarkan Peraturan Jaksa tersebut penjatuhan sanksi harus melalui tahap klarifikasi yang dilaporkan kepada Jaksa Agung dalam jangka waktu lima hari dan dikeluarkan keputusan. Tetapi kenyataannya, klarifikasi kasus itu diterbitkan tanggal 13 Oktober 2015, sedangkan penjatuhan sanksi baru diterbitkan tanggal 18 November.

Lalu penjatuhan sanksi berat itu juga melanggar Perja No 15 tahun 2013.Prosedur pemberian sanksi berat harus diterima dan dibuat berita acara serah terima. Namun itu tidak ada. Chuck sendiri hanya diperiksa sebagai saksi untuk terlapor lain. Namun jaksa pengawas kemudian menjatuhi  sanksi berat kepada Chuck.

Menanggapi fakta itu Margarito menyatakan hal itu sebagai bentuk pelanggaran. Dengan fakta tersebut pencopotan terhadap penggugat menjadi tidak sah, sebab itu standar umum administrasi negara. "Sesuatu yang bertentangan dengan Perja melanggar dan hukuman bisa batal," kata Margarito menjawab pertanyaan tim hukum Chuck.

Damianus sendiri mengaku makin optimistis gugatannya bakal dikabulkan hakim. Sebab keterangan ahli telah membenarkan jika yang dilakukan Kejaksaan Agung melanggar prosedur. "Kami puas dan yakin gugatan dikabulkan. Ahli menyatakan itu melanggar," kata Damianus.

Sementara Jaksa Pengacara Negara (JPN) menyatakan fakta yang disampaikan tim hukum Chuck tak benar. Menurut salah satu JPN, Erzega, pihaknya memiliki dokumen berupa berita acara pemeriksaan Chuck sebagai terlapor. Dokumen itu telah diserahkan kepada majelis hakim untuk diperiksa. "Yang jelas ada pemeriksaan sebagai terlapor," kata Erzega usai sidang.

SAKSI FAKTA - Selain saksi ahli, Chuck seyogianya menghadirkan saksi fakta. Namun saksi fakta tidak bisa hadir secara mendadak.

Damianus mengatakan ketidakhadiran saksi fakta tersebut bukan tanpa sebab. Saksi fakta yang merupakan jaksa aktif itu diduga mendapat tekanan dari internal kejaksaan. Damianus meminta majelis hakim untuk menghadirkan saksi fakta tersebut.

"Kami mohon majelis hakim untuk menghadirkan saksi fakta yang kami ajukan karena itu penting," kata Damianus.

Majelis hakim PTUN yang diketuai Tri Cahya Indra Permana, hakim anggota Subur  dan Teguh Satya Bhakti merespons dan berjanji akan membantu menghadirkan saksi fakta.

"Kami akan bantu untuk hadir, apakah nanti saksi hadir atau tidak, kami tak jamin itu, terserah yang bersangkutan," kata Ketua Majelis Tri Cahya.

TAK ADA PERDAMAIAN - Selama bergulirnya kasus Chuck ini, sempat muncul isu jika Chuck mengajukan upaya damai kepada Jaksa Agung. Namun isu dibantah pihak Chuck.

Kuasa hukum Chuck, Sandra Nangoy, menyatakan kliennya tidak pernah mengirimkan surat permohonan perdamaian dengan Jaksa Agung baik secara langsung maupun melalui Komnas HAM atau pihak manapun.

Sandra menambahkan, hal ini karena Chuck tidak melakukan kesalahan seperti yang telah dituduhkan oleh para Pimpinan Kejaksaan Agung. "Perlu diketahui, klien kami tidak hanya meminta perlindungan hukum pada Komnas HAM, namun juga pada Kontras dan Presiden R.I. Mana mungkin kami menggunakan Komnas HAM sebagai lembaga mediasi," tutur Sandra dalam keterangannya, Senin (7/3).

Chuck menggugat Jaksa Agung ke PTUN, atas pencopotan jabatannya dan tuduhan yang dinilai tidak memiliki dasar serta tindakan kriminalisasi yang telah dilakukan oleh para pimpinan Kejaksaan Agung. "Gugatan dilayangkan karena keinginan untuk menegakkan kebenaran dan berharap apa yang menimpa Pak Chuck tidak akan terjadi pada para Jaksa dan Pegawai Kejaksaan lainnya," dalih Sandra.

Menurut Sandra, hukuman disiplin yang diterima kliennya tidak memiliki dasar fakta sama sekali. Oleh karena itu Chuck mengugat PTUN.

"Jika tidak salah, mengapa takut menggugat pimpinan. Itu hal yang wajar jika merasa benar. Sampai di ujung dunia pasti kami kejar demi kebenaran," tambahnya.

Jaksa Agung Prasetyo juga tetap menghukum mantan Ketua Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung itu dengan sanksi berat. "Selama ini yang kita dengar dan lihat ya lanjut terus," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Senin (7/3).

Prasetyo justru memberikan lampu hijau kepada Chuck untuk melakukan perlawanan atas pencopotannya sebagai Kajati Maluku. Sanksi berat yang dijatuhkan kepada Chuck, menurut Prasetyo, telah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada.

"Kita persilakan apa saja yang dia mau. (Upaya damai) itu belum pernah mendengar langsung dari yang bersangkutan," ujar Prasetyo.

BACA JUGA: